Indonesia baru saja melaksanakan pemilihan presiden ketujuh untuk menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun kedepan. Syarat untuk mengajukan calon presiden dari satu partai adalah 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah pada pileg lalu. Bagi partai yang memperoleh suara kurang dari 20 persen, dipastikan tidak dapat mencalonkan capres dari partainya sendiri. Sehingga partai harus bergabung dengan partai politik lain untuk dapat mengajukan capres dari partainya.

Seperti yang dilakukan oleh pasangan capres nomer urut 1, yaitu Prabowo-Hatta yang membentuk koalisi besar. Koalisi ini terdiri dari partai-partai besar, seperti Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Gabungan dari partai-partai besar ini disebut dengan koalisi merah putih.

Seperti yang kita ketahui, Gerindra yang diketuai oleh Prabowo memiliki harta kekayaan sebanyak Rp 1,670 triliun ditambah dengan 7.503.134 US$ dan kelompok-kelompok elit dari koalisi merah putih juga memiliki harta yang berlimpah, Aburizal Bakrie contohnya, seorang pengusaha di berbagai bidang sekaligus pemimpin partai Golkar. Kemudian ada juga SBY, mantan presiden RI dua periode sekaligus pemimpin partai Demokrat, dan masih ada kelompok elit lainnya.

Namun pada akhirnya sebuah koalisi besar saja tidak cukup untuk membuat seseorang menjadi presiden. Karena dalam pemilihan capres, rakyatlah yang memegang kendali. Rakyat yang berhak menentukan siapa calon presiden yang terbaik untuk memimpin Negara, bukan hanya dinilai dari harta kekayaannya saja. Calon presiden harus dapat meyakinkan rakyat bahwa ia mampu membuat Indonesia menjadi Negara yang lebih maju.