"Buka celananya! Buka celananya" Suara anak laki-laki paling belakang berteriak.
"Buka! Buka! Buka!" Yang lain menyemangati.
Aku bertahan menjaga celanaku agar tetap pada tempatnya meski banyak tangan kecil yang mencoba untuk membukanya.
"Bismillah!" Bisikku lirih saat tanganku tak mampu lagi menahan celanaku untuk tetap pada tempatnya.
"Dia ngomong bismillah!" Yang paling tua diantara mereka, umurnya tak lebih dari 12 tahun, berteriak, "Ha ha ha ha!" Dia tertawa sangat keras.
Bajingan-bajingan kecil yang lain ikut tertawa bersamanya.
Tidak perlu menunggu bilangan menit untuk membuka celanaku. Bagian bawah tubuh kurusku terekspose. Dengan tanpa berdosa mereka sentuh dan pelajari karena mungkin itu kali pertama mereka melihat organ intim wanita secara langsung.
Setelah puas mereka pergi sambil tertawa-tawa, sambil membicarakan bentuknya. Meninggalkanku, seorang anak perempuan berusia enam tahun, sendirian. Di tengah kebon pisang. Setengah telanjang.

Namaku Witara. Perempuan berusia 26 tahun. Satu cerita di atas adalah awal dari sekian banyak pelecehan, penghinaan, dan pemanfaatan yang kuterima sepanjang hidupku. Saat ini aku dalam masa terapi penyembuhan untuk memaafkan masa laluku dan siapapun yang terlibat di dalamnya. Dan ini....kisahku.