xabduhAvatar border
TS
xabduh
Memuliakan Orang Miskin, Jangan Mempermalukan dengan Parade Zakat


MEMULIAKAN ORANG MISKIN

”Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.....” (QS. Ali Imron 3:92)

Dari Abu Hurairah ra.:Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta kepada manusia, lalu ia diberikan sesuap, dua suap, sebuah dan dua buah kurma. Para sahabat bertanya: Kalau begitu, siapakah orang miskin itu, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan harta yang mencukupinya tapi orang-orang tidak tahu (karena kesabarannya, ia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta kepada orang lain), lalu diberi sedekah tanpa meminta sesuatu pun kepada manusia. (Shahih Muslim No.1722)

Setiap akhir bulan Romadhan kita disodori tayangan di televisi, berbagai masjid, Musholla, atau orang kaya membagi Zakat dengan cara mengumpulkan orang miskin dirumahnya. Parade orang fakir –miskin antri untuk mendapatkan bagian zakat.

Sedih dan miris, mengapa orang yang sudah fakir dan miskin harus “dipermalukan” lagi untuk berjejer, hanya demi beras 2.5 kg, atau uang10-20ribuan. Lebih kasihan lagi orangtua berdesak-desakan, banyak yang pingsan bahkan tahun 2008 di pasuruan sampai 21 orang meninggal dunia karena pembagian zakat ricuh. http://news.detik.com/read/2008/09/1...ang-luka-luka/

Alangkah baiknya jika kita mengeluarkan zakat atau sodaqoh mendatangi orangnya langsung, sehingga fakir-miskin merasa dihargai dan senang, karena kedatangan tamu apalagi tamunya pengusaha, orang kaya, pejabat dll. Terjalin silaturrahmi dan persaudaraan, sehingga menghilangkan kesenjangan sosial. Jika terlalu sibuk dan tidak mampu membagikan sendiri, maka bentuklah amil zakat, berilah mereka tugas untuk menyalurkan zakat ke fakir –miskin langsung contohlah Kholifah Umar Bin Khattab.

Suatu hari Khalifah Umar bin Khattab berjalan menyusur ke arah Harrah, sebuah tempat di pinggiran kota Madinah. Kala itu dia ditemani oleh budaknya, Aslam. Dalam perjalanan itu mereka melihat ada sebuah perapian kecil yang jaraknya lumayan jauh dari tempat Umar berdiri. Umar menduga, perapian tersebut dibuat oleh kafilah yang belum sempat masuk kota dan memutuskan bermalam di tenda padang pasir karena malam telah tiba. Umar dan Aslam pun lantas mendekati tenda itu.

Sepertinya Umar salah menduga. Ketika sampai di sana, hanya didapati seorang ibu dan beberapa anaknya yang sedang menangis. Sang ibu tampak memasak air di atas api. Melihat itu, Umar mengucap salam dan meminta izin mendekatinya.

"Mengapa anak-anak ini menangis?" tanya Umar.

"Karena mereka lapar," jawab ibu itu.

"Apa yang ada dalam panci?" tanya Umar lagi.

"Hanya air untuk menenangkan anak-anak, agar mereka cepat pergi tidur dengan merasa yakin bahwa makanan sedang dipersiapkan untuk mereka . Ah! Allah akan menghakimi antara Umar dan aku pada hari kiamat, karena mengabaikanku dalam kesusahan, " jawab ibu itu dengan nada kesal.

Seketika Umar menangis. Lalu, dia melanjutkan pertanyaannya,

“Semoga Allah merahmati Anda. Bagaimana Umar bisa mengetahui penderitaan Anda?"

"Ketika dia Amir kami, dia harus menjaga dirinya (untuk mengetahui) informasi tentang kami," tukas sang ibu.

Mendengar jawaban itu, Umar langsung mengambil keputusan. Dia dan Aslam kembali ke kota dan langsung menuju ke baitul maal. Dia mengambil karung yang diisi dengan tepung, kurma, lemak, pakaian, dan sejumlah uang. Ketika semua karung sudah siap, dia meminta Aslam untuk menaikkan bawaan itu ke punggungnya dan berencana segera kembali ke tenda keluarga ibu yang kelaparan tadi.

“Jangan Amirul Mukminin. Aku akan membawa karung ini,” cegah Aslam.

“Apa? Maukah kamu menanggung bebanku pada hari kiamat? Saya harus membawa karung ini, karena aku yang akan ditanya (di akhirat) tentang wanita ini,” tegas Umar.

Aslam pun mengurungkan niatnya membantu Umar. Dia hanya membuntuti Umar yang berjalan dengan cepat dengan memanggul karung. Setelah sampai tenda, Umar menaruh sedikit tepung, beberapa kurma, dan lemak pada panci lalu dimasaknya di atas api. Dia juga meniup dengan mulutnya agar api makin menyala. Sampai-sampai, asap api itu mengenai jenggot Umar.

Tidak seberapa lama matanglah makanan buatan Umar. Keluarga itu pun makan bersama. Anak-anak mulai menghentikan tangisannya dan berubah riang. Umar membuat makanan itu sedikit lebih banyak, agar keluarga tersebut bisa menikmatinya untuk waktu makan berikutnya. Begitu juga ibu dari anak-anak itu sangat menyukuri nikmat yang diterimanya.

"Semoga Allah memberimu pahala atas kebaikanmu. Bahkan Anda layak untuk menggantikan Khalifah, bukannya Umar,” ucap wanita tersebut tanpa mengetahui Khalifah Umar-lah yang diajaknya bicara sejak dari awal bertemu.

"Ketika Anda datang untuk melihat Khalifah, Anda akan menemukan saya di sana," jawab Umar.

Lalu, Umar duduk sebentar dan memandang ke arah anak-anak. Sesudah itu Umar kembali ke Madinah.

"Apakah kamu tahu mengapa aku duduk di sana, Aslam? Aku telah melihat mereka menangis dalam kesusahan. Aku suka melihat mereka tertawa dan bahagia untuk beberapa waktu," ucap Umar pada Aslam di tengah perjalanan pulang.

Semoga kita semua bisa mencontoh prilaku Kholifah Umar, sebagai penutup Dalam riwayat, Rasulullah SAW berdoa: “ Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kefakiran, kekurangan dan kehinaan. Aku berlindung kepada-Mu dari berbuat zalim dan dizalimi” (Abu Dawud, Al-Nasai, Ibn Majah, Al-Hakim).
roplax
roplax memberi reputasi
1
3.3K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan