Berita baru saja muncul dimana Ketua Persepi (Perhimpunan Survey Opini Publik Indonesia) menyatakan bahwa hasil quick count 2 lembaga survey yang berbeda dan "janggal" akan diaudit dari segi metodologi.
Berikut ini cuplikannya :
Quote:
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Muhammad Qodari, menilai perbedaan hasil hitung cepat (quick count) jumlah suara dalam Pemilihan Umum Presiden 2014 antara sejumlah lembaga survei perlu diinvestigasi secara metodologis.
"Perlu ada investigasi pada momen ini untuk dilihat secara metodologis dan secara data di setiap lembaga yang menyelenggarakan quick count kenapa datanya bisa muncul seperti itu (berbeda)," kata Qodari dalam diskusi di sebuah stasiun televisi di Jakarta, Rabu.
Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei seperti SMRC, LSI, Indikator, CSIS-Cyrrus, dan RRI menempatkan pasangan Jokowi-JK unggul dengan rata-rata suara 52 persen dari Prabowo-Hatta dengan rata-rata 47 persen. Namun, tiga lembaga survei lain yakni Puskaptis, JSI, dan LSN justru menyatakan kemenangan berada di kubu Prabowo-Hatta.
"Ketika terjadi perbedaan seperti hari ini mau tidak mau harus dilakukan investigasi, harus dilihat metodologi, sampling, data populasinya, skemanya seperti apa. Karena bisa saja dia melakukan sampling yang benar, tetapi data populasinya yang dia dapatkan salah ya 'get out'," ujar Qodari.
Qodari melanjutkan, perlu juga dilihat siapa relawan dari lembaga survei itu dan dari sisi pengumpulan datanya perlu diamati apakah terjadi penyimpangan atau misinterpretasi di lapangan atau mengalami perubahan dari lapangan hingga ke pusat nantinya.
"Karena untuk melakukan quick count itu ada dua aspek yang penting, pertama adalah pewawancara atau volunteer yang ke lapangan. Yang kedua dari mereka dikirim lewat IT (teknologi). Kalau IT nya trouble itu kan bisa berubah juga angkanya. Terakhir dari pusat sendiri bagaimana, apakah data dari bawah itu memang disampaikan apa adanya atau ada yang diubah atau diganti misalnya. Jadi panjang sekali ya dari hulu ke hilir," kata Qodari.
Menurut Qodari, banyak pihak mungkin mengatakan survei adalah sesuatu yang bersifat opini sehingga bisa berbeda-beda hasilnya. Namun untuk hitung cepat, hal tersebut tidak berlaku.
Jakarta - Lembaga survei Poltracking sudah bekerjasama dengan tvOne untuk mempublikasikan hasil quick count Pilpres. Namun saat detik-detik terakhir, kontrak itu dibatalkan oleh Poltracking. Apa alasannya?
Direktur Poltracking, Hanta Yudha, mengatakan, tvOne telah menjalin kerjasama dengan lembaga survei lain tanpa memberikan pemberitahuan kepada Poltracking yang sudah menjalin kerjasama sebelumnya.
"Sebelumnya sudah disepakati bahwa Poltracking adalah satu-satunya lembaga yang dipublikasi, namun saya diberitahu ada tadi pagi ada 3 lembaga lain bersama saya, sehingga jam 10.00 WIB, saya putuskan untuk tidak dipublikasikan," kata Hanta Yudha dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jaksel, Rabu (9/7/2014).
Hanta merasa tvOne yang sebelumnya telah mengikat kerjasama dengan Poltracking tidak menghormati klausul kontrak. Sehingga, Poltracking menarik kerjasama dengan tvOne.
"Masalah saya bukan pada tiga lembaga survei itu, tapi masalah stasiun tv itu yang menjalin kerja sama dengan lembaga lain padahal tidak ada kesepakatan di awal," jelasnya.
"Padahal kan sudah ada diiklankan, bahwa tvOne akan bekerjasama dengan Poltracking untuk mempublikasi hasil quick count," imbuhnya.
Tiga lembaga survei yang muncul di tvOne adalah Puskaptis, IRC dan LSN. Semua mencatat kemenangan untuk kubu Prabowo-Hatta.
Belum ada keterangan dari pihak tvOne soal ini.
Disebutkan bahwa Persepi akan mengeluarkan hasil auditnya terhadap lembaga survey dalam waktu kira kira seminggu. Saya pribadi sudah bisa menebak hasil auditnya.
Sebegitukah buruknya moral lembaga survey ini sehingga mau dibayar untuk memanipulasi hasil quick count? Dimanakah moralitas dan profesionalitas mereka?
Menurut saya, jika nantinya mereka memang tak memiliki metodologi yang valid dan ternyata dibayar oleh tv one menyiarkan hasil publikasi yang tak sesuai dengan keilmuannya, mereka harus mendapatkan sanksi paling berat. Termasuk juga kita selaku masyarakat sebaiknya tidak lagi percaya hasil survey lembaga yang terbukti nantinya sebagai hukuman sosial bagi mereka.
Perhimpunan Survei Pertanyakan Hasil "Quick Count" yang Unggulkan Prabowo
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Hamdi Muluk, mempertanyakan empat lembaga survei yang mengeluarkan hasil quick count yang memenangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Data quick count atau hitung cepat yang disampaikan empat lembaga itu berbeda dari tujuh lembaga survei lain.
"Kalau secara logika, tentunya dari sekian banyak itu, sesuatu yang benar itu kalau koheren dengan kebenaran-kebenaran yang lain. Jadi kalau dari 10, tujuh mengatakan A, tiga mengatakan B, kemungkinan B yang salah," kata Hamdi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (9/7/2014).
Keempat lembaga survei yang menampilkan data berbeda adalah Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia. Hamdi menengarai ada potensi manipulasi data atau manipulasi sampel terkait hasil quick count lembaga survei yang berbeda dari sebagian besar lembaga survei lain.
Untuk memastikan itu, Persepi akan memanggil lembaga survei yang berada di bawahnya. Dari empat lembaga survei yang dianggap salah tersebut, hanya JSI dan Puskaptis yang berada di bawah Persepi. "Persepi dalam hal ini akan panggil lembaga yang ada di bawah Persepi. Yang terbanyak, yang benar harusnya," ujar Hamdi.
Sekjen Persepi Yunarto Wijaya mengatakan, ini bukan pertama kalinya Puskaptis menyampaikan hasil quick count yang jauh berbeda dari lembaga survei lain. Data berbeda juga disampaikan Puskaptis terkait dengan Pilkada Kota Palembang beberapa waktu lalu. Yunarto mengatakan, perbedaan data semacam ini dalam quick count berpotensi menimbulkan konflik di akar rumput.
"Ketika didiamkan terjadi lagi, bukan pada level metodologis, ini aib dan memalukan, membuat konflik di bawah. Puskaptis karena dianggap menyesatkan harus diamankan polisi di Palembang. Kita tidak inginkan itu terjadi karena situasi memanas," ujar Yunarto.