- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Nah Tu Anarkhis] Jika Dirugikan TV One PDIP Harusnya Pakai Hak Jawab Bukan Kekerasan
TS
embolisasi
[Nah Tu Anarkhis] Jika Dirugikan TV One PDIP Harusnya Pakai Hak Jawab Bukan Kekerasan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengerahan massa yang dilakukan PDI Perjuangan ke kantor TV One di Jakarta dan Yogyakarta sangat disayangkan. Semestinya PDI Perjuangan melaporkan hal terkait pemberitaan TV One ke dewan pers bukan dengan cara kekerasan atau pengerahan massa.
"Ini bukan ancaman lagi, tapi sudah teror bagi kebebasan pers. Kebebasan pers tidak bisa dibungkam dengan cat semprot. Kalau merasa dirugikan, silahkan gunakan hak jawab semua diatur oleh Undang-Undang," kata Pengamat Media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra dalam pernyataannya, Kamis(3/7/2014).
Dalam Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1990 diatur tentang hak jawab. "Jika ada pihak yang dirugikan oleh suatu pemberitaan dapat menggunakan hak jawab. Jika hak tersebut tidak digunakan bisa melapor ke polisi, misalnya karena pencemaran nama baik. Mengapa harus dengan kekerasan, apalagi ini bulan suci Ramadan," kata Iswandi.
Menurut Iswandi tindakan anarkisme tersebut justru merugikan pasangan Jokowi-JK. Menurutnya ada tiga kerugian politik bagi pasangan Jokowi-JK karena anarkisme tersebut. "Pertama, ini menegaskan memang ada kebangkitan neo komunisme. Sebab komunisme selalu gunakan segala cara untuk capai tujuan, termasuk cara kekerasan. Kedua, ini bukan pelajaran baik bagi penegakkan hukum. Artinya, Jokowi-JK tidak mampu tegakkan hukum bagi pundukungnya apalagi kelak bagi rakyat. Ketiga, Jokowi-JK dapat menjadi musuh demokrasi sebab pers yang bebas adalah pilar demokrasi", ujarnys.
Terkait ini Jokowi-JK diminta bisa belajar dari pasangan Prabowo-Hatta. "Sebenarnya Prabowo juga alami hal serupa oleh stasiun TV lain. Tapi Prabowo selalu menahan pendukungnya untuk tidak lakukan tindak anarkis. Prilaku massa pendukung capres itu bisa jadi cermin karakter asli capresnya", tutupnya.
Sebagaimana diketahui massa PDI Perjuangan (PDIP) yang juga simpatisan pasangan Jokowi-JK bertindak anarkis di kantor tvOne Yogyakarta dan di Jakarta. Mereka menyegel dan mencoret tembok dengan cat semprot berwarna merah dengan kalimat yang tidak senonoh karena pemberitaannya dinilai merugikan PDIP. ANARKHIS
Lihat tingkah kubu Jokowow alias moncong putih
Nuduh anarkhis, kekerasan ehh malah ketahuan sapa yg pro anarkis dan kekerasan
"Ini bukan ancaman lagi, tapi sudah teror bagi kebebasan pers. Kebebasan pers tidak bisa dibungkam dengan cat semprot. Kalau merasa dirugikan, silahkan gunakan hak jawab semua diatur oleh Undang-Undang," kata Pengamat Media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra dalam pernyataannya, Kamis(3/7/2014).
Dalam Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1990 diatur tentang hak jawab. "Jika ada pihak yang dirugikan oleh suatu pemberitaan dapat menggunakan hak jawab. Jika hak tersebut tidak digunakan bisa melapor ke polisi, misalnya karena pencemaran nama baik. Mengapa harus dengan kekerasan, apalagi ini bulan suci Ramadan," kata Iswandi.
Menurut Iswandi tindakan anarkisme tersebut justru merugikan pasangan Jokowi-JK. Menurutnya ada tiga kerugian politik bagi pasangan Jokowi-JK karena anarkisme tersebut. "Pertama, ini menegaskan memang ada kebangkitan neo komunisme. Sebab komunisme selalu gunakan segala cara untuk capai tujuan, termasuk cara kekerasan. Kedua, ini bukan pelajaran baik bagi penegakkan hukum. Artinya, Jokowi-JK tidak mampu tegakkan hukum bagi pundukungnya apalagi kelak bagi rakyat. Ketiga, Jokowi-JK dapat menjadi musuh demokrasi sebab pers yang bebas adalah pilar demokrasi", ujarnys.
Terkait ini Jokowi-JK diminta bisa belajar dari pasangan Prabowo-Hatta. "Sebenarnya Prabowo juga alami hal serupa oleh stasiun TV lain. Tapi Prabowo selalu menahan pendukungnya untuk tidak lakukan tindak anarkis. Prilaku massa pendukung capres itu bisa jadi cermin karakter asli capresnya", tutupnya.
Sebagaimana diketahui massa PDI Perjuangan (PDIP) yang juga simpatisan pasangan Jokowi-JK bertindak anarkis di kantor tvOne Yogyakarta dan di Jakarta. Mereka menyegel dan mencoret tembok dengan cat semprot berwarna merah dengan kalimat yang tidak senonoh karena pemberitaannya dinilai merugikan PDIP. ANARKHIS
Lihat tingkah kubu Jokowow alias moncong putih
Nuduh anarkhis, kekerasan ehh malah ketahuan sapa yg pro anarkis dan kekerasan
Quote:
Original Posted By embolisasi►Sumbang berita ajalah
Aku Bangga Jadi Anak PKI" Sangat Provokatif
Mengejutkan. Di saat bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2002 yang meminta korban jiwa dengan gugurnya tujuh Pahlawan Revolusi, akibat kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terkenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S) 36 tahun yang silam, ternyata masih ada yang "mengagung-agungkan" partai terlarang di muka bumi Indonesia ini.
"Aku Bangga Jadi Anak PKI," itulah judul buku yang ditulis dr Ribka Tjiptaning Proletariati, salah seorang Wakil Ketua DPD PDIP (Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) Jawa Barat periode 2000-2005.
Dalam tayangan salah satu televisi swasta Selasa malam, yang menampilkan penulis buku tersebut bersama salah seorang wakil pemred mass media terbitan Jakarta, dr Ribka dengan penuh gelak tawa menyatakan kebanggaannya menjadi salah seorang anak PKI yang sekian puluh tahun ditekan dan ruang geraknya dibatasi oleh rejim militer pada waktu itu. Malah dirinya tidak diperbolehkan membuka praktek dokter.
Dr Ribka Tjiptaning mengatakan, saat tragedi G-30-S/PKI, dirinya baru berusia tujuh tahun. Kenangan buruk tentang tragedi tersebut dia ungkapkan dalam bukunya itu. Dia pun mengakui pada pemilihan umum 1999, sekitar 20 juta anak PKI mencoblos tanda gambar Banteng Gemuk (PDIP).
Sementara wakil pemred salah satu media terbitan Jakarta, sama sekali tidak membeberkan bagaimana kekejaman PKI masa lalu. Sangat disayangkan dalam tayangan tersebut tidak ditampilkan korban kekejaman PKI baik masa pemberontakan Madiun (1946), pemberontakan PKI Muso serta kekejaman pemberontakan G-30-S/PKI.
Harus diteliti
DI Bandung, kalangan partai Islam di Jawa Barat, menyambut hangat keinginan Wakil Presiden Hamzah Haz untuk menarik buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI." Mereka sepakat, buku tersebut harus diteliti aparat penegak hukum, apakah menyimpang dari Tap MPRS No 25 tahun 1966, tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia, atau tidak.
Demikian pendapat Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Reformasi (PPPR) Jawa Barat, HM Rizal Fadillah dan Sekretaris DPW Partai Keadilan (PK) Jawa Barat, H Yudi Widiana Adia yang dihubungi secara terpisah, pekan lalu.
"Bila isinya menyimpang, buku tersebut harus disita pihak Kejaksaan. Tapi, kalau isinya hanya sebatas otobiografi penulis, tak perlu dipermasalahkan. Kejaksaan cukup meminta penulis untuk mengganti judulnya saja," ungkap Yudi Widiana Adia.
Menurut Yudi, buku yang diluncurkan dr Ribka Ciptaning pada 1 Oktober lalu, judulnya sangat provokatif, itu bisa membangkitkan PKI yang sudah mati dan terkesan mengangkat harkat derajat PKI. Padahal, PKI merupakan partai terlarang dan tidak mempunyai hak hidup di muka bumi Indonesia. Ini pun sesuai dengan Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966, ungkapnya.
Hal senada juga dilontarkan Ketua DPW PPPR Jawa Barat, HM Rizal Fadillah. Dia memandang, bila isi buku itu hanya sebatas otobiografi penulis, tak perlu dipermasalahkan. Kalau dibesar-besarkan, sama saja dengan promosi gratis, sehingga menimbulkan rasa penasaran masyarakat ingin membacanya. Ini malah akan menambah oplah buku setebal 178 halaman itu.
Meski demikian, Rizal minta, agar aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan bisa meneliti dan menguji secara hukum tentang buku itu. "Kalau memang isinya sudah mengarah pada ajaran komunis, jelas perlu ditarik dari peredaran dan dimusnahkan," tandasnya. (ksm)Sumber
Aku Bangga Jadi Anak PKI" Sangat Provokatif
Mengejutkan. Di saat bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2002 yang meminta korban jiwa dengan gugurnya tujuh Pahlawan Revolusi, akibat kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terkenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S) 36 tahun yang silam, ternyata masih ada yang "mengagung-agungkan" partai terlarang di muka bumi Indonesia ini.
"Aku Bangga Jadi Anak PKI," itulah judul buku yang ditulis dr Ribka Tjiptaning Proletariati, salah seorang Wakil Ketua DPD PDIP (Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) Jawa Barat periode 2000-2005.
Dalam tayangan salah satu televisi swasta Selasa malam, yang menampilkan penulis buku tersebut bersama salah seorang wakil pemred mass media terbitan Jakarta, dr Ribka dengan penuh gelak tawa menyatakan kebanggaannya menjadi salah seorang anak PKI yang sekian puluh tahun ditekan dan ruang geraknya dibatasi oleh rejim militer pada waktu itu. Malah dirinya tidak diperbolehkan membuka praktek dokter.
Dr Ribka Tjiptaning mengatakan, saat tragedi G-30-S/PKI, dirinya baru berusia tujuh tahun. Kenangan buruk tentang tragedi tersebut dia ungkapkan dalam bukunya itu. Dia pun mengakui pada pemilihan umum 1999, sekitar 20 juta anak PKI mencoblos tanda gambar Banteng Gemuk (PDIP).
Sementara wakil pemred salah satu media terbitan Jakarta, sama sekali tidak membeberkan bagaimana kekejaman PKI masa lalu. Sangat disayangkan dalam tayangan tersebut tidak ditampilkan korban kekejaman PKI baik masa pemberontakan Madiun (1946), pemberontakan PKI Muso serta kekejaman pemberontakan G-30-S/PKI.
Harus diteliti
DI Bandung, kalangan partai Islam di Jawa Barat, menyambut hangat keinginan Wakil Presiden Hamzah Haz untuk menarik buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI." Mereka sepakat, buku tersebut harus diteliti aparat penegak hukum, apakah menyimpang dari Tap MPRS No 25 tahun 1966, tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia, atau tidak.
Demikian pendapat Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Reformasi (PPPR) Jawa Barat, HM Rizal Fadillah dan Sekretaris DPW Partai Keadilan (PK) Jawa Barat, H Yudi Widiana Adia yang dihubungi secara terpisah, pekan lalu.
"Bila isinya menyimpang, buku tersebut harus disita pihak Kejaksaan. Tapi, kalau isinya hanya sebatas otobiografi penulis, tak perlu dipermasalahkan. Kejaksaan cukup meminta penulis untuk mengganti judulnya saja," ungkap Yudi Widiana Adia.
Menurut Yudi, buku yang diluncurkan dr Ribka Ciptaning pada 1 Oktober lalu, judulnya sangat provokatif, itu bisa membangkitkan PKI yang sudah mati dan terkesan mengangkat harkat derajat PKI. Padahal, PKI merupakan partai terlarang dan tidak mempunyai hak hidup di muka bumi Indonesia. Ini pun sesuai dengan Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966, ungkapnya.
Hal senada juga dilontarkan Ketua DPW PPPR Jawa Barat, HM Rizal Fadillah. Dia memandang, bila isi buku itu hanya sebatas otobiografi penulis, tak perlu dipermasalahkan. Kalau dibesar-besarkan, sama saja dengan promosi gratis, sehingga menimbulkan rasa penasaran masyarakat ingin membacanya. Ini malah akan menambah oplah buku setebal 178 halaman itu.
Meski demikian, Rizal minta, agar aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan bisa meneliti dan menguji secara hukum tentang buku itu. "Kalau memang isinya sudah mengarah pada ajaran komunis, jelas perlu ditarik dari peredaran dan dimusnahkan," tandasnya. (ksm)Sumber
Diubah oleh embolisasi 03-07-2014 03:39
0
4.5K
65
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan