JAKARTA, KOMPAS.com — Dua calon presiden yang akan bersaing pada Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 sama-sama menyedot perhatian massa, Minggu (22/6/2014) ini. Prabowo Subianto datang dalam kampanye akbar di Stadion Gelanggang Olahraga Bung Karno siang hingga sore tadi. Sementara itu, Joko Widodo datang dalam Gerak Jalan Revolusi Mental pada pagi harinya.

Sama-sama ramai, sama-sama dihadiri ribuan orang. Namun, ada yang berbeda di antara kedua kumpulan massa tersebut. Keduanya menjalankan strategi yang berbeda dalam merebut hati pendukungnya.

Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ari Dwipayana, menilai, ada perbedaan antara gerakan massa kedua pendukung capres. Massa Prabowo cenderung dimobilisasi, sementara massa Jokowi datang dari kesukarelaan.

"Yang dimobilisasi itu dikerahkan. Bisa dengan berbayar melalui broker pendatang massa. Yang voluntarisme tak berbasis itu, tapi dia datang sendiri dengan inisitif sendiri," ujar dia.

Menurut Ari, ada perbedaan antara gerakan massa yang dimobilisasi dan yang didasarkan atas kesukarelawanan. Voluntarisme rakyat itu biasanya muncul benar-benar murni karena figur. Mereka hadir bukan karena ingin menonton ikon lain yang ditampilkan, misalnya artis.

"Biasanya yang sukarela itu berisi anak-anak muda dan profesi-profesi yang datang dengan ide kreatif masing-masing. Mereka lalu menampilkan gayanya sendiri untuk mendukung. Sementara yang dimobilisasi itu umumnya seragam dan ditentukan harus menggunakan apa. Mereka datang untuk menonton artis. Jadi voluntarisme datang dengan kreativitas dan keragaman, sementara yang satunya dengan keseragaman," jelas Ari.

Selain itu, massa yang datang dengan sukarela belum tentu berasal dari kelompok atau pemilih partai politik yang sama. Namun saat harus memilih calon presiden, mereka bisa bergerak sendiri karena sudah tak mengandalkan politik berbasis mesin parpol. Sementara itu, mobilisasi massa sangat tergantung bergerak tidaknya mesin partai.

Pada kegiatan hari ini, kubu Prabowo menghadirkan sejumlah artis untuk tampil menghibur di GBK antara lain grup Soneta Rhoma Irama, Ahmad Dhani, Radja, dan artis lainnya. Ratusan bus yang membawa massa dari berbagai kelompok partai dan buruh tampak memadati jalanan sekitar Senayan.

Sementara itu pada acara yang digelar kubu Jokowi, digelar jalan santai, flash mob di Bundaran HI, serta hiburan di sejumlah stan sepanjang jalur car free day.

Bagi perpolitikan di Indonesia, kata Ari, fenomena tersebut menjadi penting karena politik dan demokrasi memang harus dibangun berdasarkan prinsip kesukarelaan. Baginya, kesukarelaan ada salah satu ciri kebangkitan demokrasi Indonesia.

Sebab, selama ini, menurut Ari, demokrasi di Indonesia kembali dikritik karena ditandai oligarki elite yang cenderung melakukan mobilisasi, persis seperti karakter rezim Orde Baru.

Kedua, prinsip demokrasi Indonesia selama ini dipenuhi politik transaksional, yakni orang terlibat politik karena ingin mendapat imbalan. Fenomena hadirnya massa tanpa dimobilisasi berbeda karena dia tak didasarkan desakan elite, tetapi kesukarelaan yang datang dari bawah.

"Kesukarelaan ini adalah titik balik penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Rakyat membela sesuatu bukan karena dibayar, namun punya kesadaran dan keinginan memperjuangkan sesuatu," ujarnya.(Johnson Simanjuntak)



sumber : http://indonesiasatu.kompas.com/read...campaign=Kknwp

JOGJA ISTIMEWA