- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Blusukan Jokowi Cuma Pencitraan?
TS
deeeemprit
Blusukan Jokowi Cuma Pencitraan?
Hah yang boneng gan?
Sore agan-aganwati, barusan ane iseng-iseng nih lagi baca beberapa artikel berhubung nanti malem ada debat capres-cawapres. Gak sengaja nemu artikel ini. Nah yang masih belum paham sama blusukan apalagi masih bilang ini cuma pencitraan, coba deh agan-agan simak dulu artikel ini.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya. Lalu bagaimana cara seorang pemimpin mendekatkan diri dengan rakyatnya? Jokowi adalah refleksi dari paradigma tersebut, bagaimana seorang pemimpin bertatap muka dan mendengarkan keluhan rakyatnya secara langsung tanpa dibatasi jalur birokrasi dan protokoler yang rumit melalui apa yang disebutnya sebagai blusukan.
Dari Bahasa Jawa, blusukan berarti mendatangi warga tanpa ada jadwal, dadakan, dan malah tanpa persiapan. Ini memang mirip dengan inspeksi mendadak atau sidak yang telah dilakoni oleh pejabat-pejabat negara. Hanya saja, Jokowi melakukannya tanpa tingkat keamanan berlebihan dan persiapan yang rumit. Jokowi menemui rakyat secara langsung, bersalaman, berbicara, dan mendengarkan keluh-kesah mereka tanpa dibatasi barikade petugas keamanan yang arogan.
Dari sisi warga, mereka juga tidak dibebani oleh persiapan khusus ketika Jokowi melakukan blusukan, di mana biasanya seorang pejabat terlalu ingin dihargai warganya sehingga daerah atau institusi yang dikunjungi harus di-setting senyaman dan seaman mungkin. Dengan begini, tentu saja pihak pemimpin tidak merasakan kondisi dan penderitaan masyarakat sebenarnya.
Meskipun konsep blusukan Jokowi bukan sesuatu hal yang baru, kenapa bisa menjadi sorotan media hingga ke mancanegara http://hiburan.kompasiana.com/televi...is-642930.html
Hal ini dikarenakan Jokowi mampu mendobrak gaya kepemimpinan pejabat negara yang lebih banyak duduk di belakang meja, hanya menerima laporan dari bawahannya, dan tidak pernah turun langsung untuk mengetahui kebenaran laporan tersebut. Inilah yang menyebabkan lahirnya etos kerja ABS alias Asal Bapak Senang di lingkungan pemerintahan.
Populernya blusukan Jokowi tentunya cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak? Sebenarnya hal-hal sesederhana ini bisa dilakukan dengan mudah oleh para pejabat pemerintah. Mereka cukup datang dan bertemu langsung dengan warga dan mendengarkan keluhannya. Itu saja.
Setidaknya, itu yang saya lihat dari gaya blusukan Jokowi ketika dia menyambangi daerah tempat saya tinggal di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Beliau duduk dan berangkulan dengan warga dan menjawab semua keluh-kesah warga mengenai praktik mafia tanah yang tumbuh subur di kawasan ini.
Kala itu, Jokowi sebenarnya hadir dalam kapasitasnya sebagai calon Gubernur DKI. Mengumbar janji kampanye? Mungkin saja. Tapi, ketika mendengarkan keluhan warga, beliau berjanji akan menyelesaikan kasus mafia tanah yang melibatkan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemda DKI.
Sekedar informasi, kawasan ini dalam masa kepemimpinan gubernur sebelumnya selalu diteror oleh orang-orang yang mengaku memiliki sertifikat tanah dari rumah yang dimiliki warga. Tidak hanya memanfaatkan bekingan dari aparat TNI dan pengacara saja, praktik kotor ini juga melibatkan oknum pejabat Dinas Pertamanan DKI. Kasus ini sebenarnya sudah kami laporkan ke LBH hingga Komnas HAM, tapi belum menampakkan hasil yang memuaskan.
Setelah beliau sukses terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, apa yang terjadi? Ya, Jokowi betul-betul memenuhi janjinya: janji untuk menuntaskan problema yang selama belasan tahun merongrong warga di pemukiman saya tinggal.
Saat ini, saya sebagai warga RW 01, Kelurahan Petojo Utara, bisa tidur nyenyak tanpa adanya teror yang mengatasnamakan pemilik tanah yang sudah kami tinggali puluhan tahun lamanya. Kabar yang saya peroleh, pejabat di dinas tersebut ada yang dipecat karena kasus persengkongkolan mafia tanah ini.
Jadi, dari sini saya berani menyimpulkan apa yang dilakoni Jokowi lewat blusukan bukan pencitraan belaka demi popularitas di layar kaca dan headline-headline berita ibukota.
Tentu sudah tak terhitung berapa pihak dan tempat yang menjadi korban karena aksi blusukan ini, seperti kesemrawutan di Blok G Pasar Tanah Abang, Waduk Pluit, Waduh Ria Rio, Terminal Manggarai, Cengkareng Drain, Kali Pakin, dan sebagainya.
Lalu, kenapa Jokowi melakukan blusukan? Dalam sebuah wawancaranya dengan Tempo, Jokowi mengaku blusukan memungkinkan dirinya memahami persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
Tak heran, dia lebih memprioritaskan pekerjaan di lapangan dibandingkan duduk di kantornya di Medan Merdeka Selatan, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI. (baca: http://en.tempo.co/read/news/2014/01...es-to-Blusukan
Jokowi menyebutkan, dari blusukan dia bisa melakukan manajemen pengawasan atau controlling. Dengan begitu, pihaknya bisa mengecek kebijakan yang sudah diambil secara langsung di lapangan.
Bahkan, dia mengklaim program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan penangangan masalah lain di Jakarta, didapatinya setelah bertatap muka langsung dengan masyarakat (baca: http://nasional.kontan.co.id/news/ar...an-bagi-jokowi
Di internal Pemda DKI, Jokowi juga telah melakukan pembenahan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani warga, seperti mengancam akan memecat pejabat yang melakukan korupsi, camat, lurah, dan PNS yang malas.
Bahkan Satpol PP yang sering bertidak kasar terhadap pedagang, juga tidak luput dari ancaman Jokowi dengan memberikan sanksi pencopotan jika melakukan kekerasan ketika melakukan penertiban. Beliau lebih mengedapkan dialog dalam menyelesaikan permasalahan ketertiban dibandingkan menggunakan kekerasan (baca: http://www.merdeka.com/jakarta/6-pej...cat-lurah.html
Di tengah persaingan antar capres yang belakangan memanas, blusukan Jokowi lagi-lagi didengungkan sebagai pencitraan demi mendongkrak elaktibilitas. Tidak sedikit dari lawan politik malah menganggap blusukan tidak efektif karena hanya pekerjaan seorang pesuruh, bukan pejabat.
Padahal, Jokowi melakukan blusukan bukan sejak dia ditunjuk sebagai capres, melainkan ketika menjabat sebagai Walikota Solo, jabatan yang dinikmatinya selama dua periode atas kepercayaan masyarakat setempat. Kalaupun memang dia seorang melakukan sesuatu yang dianggap seperti pesuruh, bukankah memang pejabat itu menjadi pelayan masyarakat bukan sebaliknya?
Menurut saya, dengan blusukan berarti Jokowi mempunyai niatan mulia untuk memperbaiki negara melalui pendekatannya dengan rakyat. Sebagai rakyat jelata, siapa sih yang tidak ingin keluh-kesahnya didengarkan langsung oleh pemimpinnya?
Blusukan bisa dibilang berhasil membuat Jokowi dekat di hati masyarakat karena kinerjanya, bukan karena fotonya terpampang di setiap kantor-kantor pemerintahan dan sekolahan atau karena iklan-iklannya yang merajalela di berbagai media.
Source: Mindtalk.com
Gimana menurut agan?
Menurut Ane, tugasnya pejabat emang untuk melayani rakyat, giliran berusaha dekat rakyat disangkanya PENCITRAAN. Ane sih kasian sama orang-orang yang mikir Blusukan = Pencitraan.
Sore agan-aganwati, barusan ane iseng-iseng nih lagi baca beberapa artikel berhubung nanti malem ada debat capres-cawapres. Gak sengaja nemu artikel ini. Nah yang masih belum paham sama blusukan apalagi masih bilang ini cuma pencitraan, coba deh agan-agan simak dulu artikel ini.
Quote:
Spoiler for Dari Rakyat Untuk ? :
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya. Lalu bagaimana cara seorang pemimpin mendekatkan diri dengan rakyatnya? Jokowi adalah refleksi dari paradigma tersebut, bagaimana seorang pemimpin bertatap muka dan mendengarkan keluhan rakyatnya secara langsung tanpa dibatasi jalur birokrasi dan protokoler yang rumit melalui apa yang disebutnya sebagai blusukan.
Dari Bahasa Jawa, blusukan berarti mendatangi warga tanpa ada jadwal, dadakan, dan malah tanpa persiapan. Ini memang mirip dengan inspeksi mendadak atau sidak yang telah dilakoni oleh pejabat-pejabat negara. Hanya saja, Jokowi melakukannya tanpa tingkat keamanan berlebihan dan persiapan yang rumit. Jokowi menemui rakyat secara langsung, bersalaman, berbicara, dan mendengarkan keluh-kesah mereka tanpa dibatasi barikade petugas keamanan yang arogan.
Dari sisi warga, mereka juga tidak dibebani oleh persiapan khusus ketika Jokowi melakukan blusukan, di mana biasanya seorang pejabat terlalu ingin dihargai warganya sehingga daerah atau institusi yang dikunjungi harus di-setting senyaman dan seaman mungkin. Dengan begini, tentu saja pihak pemimpin tidak merasakan kondisi dan penderitaan masyarakat sebenarnya.
Meskipun konsep blusukan Jokowi bukan sesuatu hal yang baru, kenapa bisa menjadi sorotan media hingga ke mancanegara http://hiburan.kompasiana.com/televi...is-642930.html
Hal ini dikarenakan Jokowi mampu mendobrak gaya kepemimpinan pejabat negara yang lebih banyak duduk di belakang meja, hanya menerima laporan dari bawahannya, dan tidak pernah turun langsung untuk mengetahui kebenaran laporan tersebut. Inilah yang menyebabkan lahirnya etos kerja ABS alias Asal Bapak Senang di lingkungan pemerintahan.
Populernya blusukan Jokowi tentunya cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak? Sebenarnya hal-hal sesederhana ini bisa dilakukan dengan mudah oleh para pejabat pemerintah. Mereka cukup datang dan bertemu langsung dengan warga dan mendengarkan keluhannya. Itu saja.
Setidaknya, itu yang saya lihat dari gaya blusukan Jokowi ketika dia menyambangi daerah tempat saya tinggal di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Beliau duduk dan berangkulan dengan warga dan menjawab semua keluh-kesah warga mengenai praktik mafia tanah yang tumbuh subur di kawasan ini.
Kala itu, Jokowi sebenarnya hadir dalam kapasitasnya sebagai calon Gubernur DKI. Mengumbar janji kampanye? Mungkin saja. Tapi, ketika mendengarkan keluhan warga, beliau berjanji akan menyelesaikan kasus mafia tanah yang melibatkan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemda DKI.
Sekedar informasi, kawasan ini dalam masa kepemimpinan gubernur sebelumnya selalu diteror oleh orang-orang yang mengaku memiliki sertifikat tanah dari rumah yang dimiliki warga. Tidak hanya memanfaatkan bekingan dari aparat TNI dan pengacara saja, praktik kotor ini juga melibatkan oknum pejabat Dinas Pertamanan DKI. Kasus ini sebenarnya sudah kami laporkan ke LBH hingga Komnas HAM, tapi belum menampakkan hasil yang memuaskan.
Setelah beliau sukses terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, apa yang terjadi? Ya, Jokowi betul-betul memenuhi janjinya: janji untuk menuntaskan problema yang selama belasan tahun merongrong warga di pemukiman saya tinggal.
Saat ini, saya sebagai warga RW 01, Kelurahan Petojo Utara, bisa tidur nyenyak tanpa adanya teror yang mengatasnamakan pemilik tanah yang sudah kami tinggali puluhan tahun lamanya. Kabar yang saya peroleh, pejabat di dinas tersebut ada yang dipecat karena kasus persengkongkolan mafia tanah ini.
Jadi, dari sini saya berani menyimpulkan apa yang dilakoni Jokowi lewat blusukan bukan pencitraan belaka demi popularitas di layar kaca dan headline-headline berita ibukota.
Tentu sudah tak terhitung berapa pihak dan tempat yang menjadi korban karena aksi blusukan ini, seperti kesemrawutan di Blok G Pasar Tanah Abang, Waduk Pluit, Waduh Ria Rio, Terminal Manggarai, Cengkareng Drain, Kali Pakin, dan sebagainya.
Lalu, kenapa Jokowi melakukan blusukan? Dalam sebuah wawancaranya dengan Tempo, Jokowi mengaku blusukan memungkinkan dirinya memahami persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
Tak heran, dia lebih memprioritaskan pekerjaan di lapangan dibandingkan duduk di kantornya di Medan Merdeka Selatan, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI. (baca: http://en.tempo.co/read/news/2014/01...es-to-Blusukan
Jokowi menyebutkan, dari blusukan dia bisa melakukan manajemen pengawasan atau controlling. Dengan begitu, pihaknya bisa mengecek kebijakan yang sudah diambil secara langsung di lapangan.
Bahkan, dia mengklaim program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan penangangan masalah lain di Jakarta, didapatinya setelah bertatap muka langsung dengan masyarakat (baca: http://nasional.kontan.co.id/news/ar...an-bagi-jokowi
Di internal Pemda DKI, Jokowi juga telah melakukan pembenahan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani warga, seperti mengancam akan memecat pejabat yang melakukan korupsi, camat, lurah, dan PNS yang malas.
Bahkan Satpol PP yang sering bertidak kasar terhadap pedagang, juga tidak luput dari ancaman Jokowi dengan memberikan sanksi pencopotan jika melakukan kekerasan ketika melakukan penertiban. Beliau lebih mengedapkan dialog dalam menyelesaikan permasalahan ketertiban dibandingkan menggunakan kekerasan (baca: http://www.merdeka.com/jakarta/6-pej...cat-lurah.html
Di tengah persaingan antar capres yang belakangan memanas, blusukan Jokowi lagi-lagi didengungkan sebagai pencitraan demi mendongkrak elaktibilitas. Tidak sedikit dari lawan politik malah menganggap blusukan tidak efektif karena hanya pekerjaan seorang pesuruh, bukan pejabat.
Padahal, Jokowi melakukan blusukan bukan sejak dia ditunjuk sebagai capres, melainkan ketika menjabat sebagai Walikota Solo, jabatan yang dinikmatinya selama dua periode atas kepercayaan masyarakat setempat. Kalaupun memang dia seorang melakukan sesuatu yang dianggap seperti pesuruh, bukankah memang pejabat itu menjadi pelayan masyarakat bukan sebaliknya?
Menurut saya, dengan blusukan berarti Jokowi mempunyai niatan mulia untuk memperbaiki negara melalui pendekatannya dengan rakyat. Sebagai rakyat jelata, siapa sih yang tidak ingin keluh-kesahnya didengarkan langsung oleh pemimpinnya?
Blusukan bisa dibilang berhasil membuat Jokowi dekat di hati masyarakat karena kinerjanya, bukan karena fotonya terpampang di setiap kantor-kantor pemerintahan dan sekolahan atau karena iklan-iklannya yang merajalela di berbagai media.
DARI RAKYAT UNTUK RAKYAT
Source: Mindtalk.com
Gimana menurut agan?
Menurut Ane, tugasnya pejabat emang untuk melayani rakyat, giliran berusaha dekat rakyat disangkanya PENCITRAAN. Ane sih kasian sama orang-orang yang mikir Blusukan = Pencitraan.
Diubah oleh deeeemprit 10-06-2014 07:04
0
7.1K
Kutip
68
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan