Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ariesadharAvatar border
TS
ariesadhar
Menulis Komedi, Yuk!
Well, tanpa bermaksud sombong, ane sudah tergabung dengan antologi mayor ke-4, sesudah “Kebelet kimpoi, Mak!”, “Radio Galau FM Fans Stories”, dan “Curhat LDR”, ada "Galau: Unrequited Love". Sebuah pencapaian yang sebenarnya terlambat jika menilik ke usia ane yang sudah kepala lima ini. Sebentar lagi sudah punya cucu.

*itu dusta*

*nikah juga belum*

Dari 4 antologi yang sudah ada, 3 diantaranya bergenre komedi. Pada akhirnya ane berpikir, mungkin rejeki ane memang di genre ini. Soalnya kalau mau dirunut-runut dari awal ane menulis (lagi), sama sekali nggak ada niatan untuk menyentuh tulisan komedi. Silakan klik posting-posting ane di awal mula kebangkitan blog ane ariesadhar.com, di 2011, nggak ada yang lucu, atau bahkan sekadar niat ngelucu. Pun dengan antologi-antologi indie yang ane ikuti di tahun 2011 hingga awal 2012, juga tidak ada yang beraroma komedi. emoticon-Matabelo

Tersebutlah lomba cerpen dari Blogfam yang mewajibkan sebuah tulisan yang bikin ngakak-ngikik-ngukuk, yang lantas bikin ane menulis komedi untuk pertama kalinya. Itu tahun 2012 lho, jadi ya belum lama-lama banget. Sulit? Tentu saja. Pada akhirnya, sesudah petualangan menerjemahkan sebuah kejadian bodoh milik sendiri, ane akhirnya menuntaskan cerpen berjudul “Jangan Main Api, Kalau Nggak Mau Kesiram”, yang diedit menjadi “Jangan Main Api”. Naskah ini kemudian diterima di buku “Kebelet kimpoi, Mak!” dan jadi antologi mayor pertama ane.

Begitulah. Jalan nasib bergulir hingga kemudian muncul pula buku “Radio Galau FM Fans Stories” yang memuat cerpen “Foto Dalam Dompet” yang genrenya juga komedi. Dan ketika OOM ALFA lantas terbit di genre komedi, ane mulai mencoba memahami bahwa agaknya rezeki saya memang di genre ini, bukan di romance yang kalau dirunut hikayat penolakannya sungguh bikin pilu hati. Uhuk.



Nah, sebagai orang yang baru di dunia tulis menulis komedi, ane kepengen mengajak agan-agan semua yang belum masuk ke ranah ini, untuk mencobanya juga. Kenapa? Karena ternyata ane mendapat faedah yang lumayan baik dari sekadar menulis komedi ini. Apa aja, sih?

Jeli Mencerna Peristiwa

Raditya Dika pernah bilang bahwa sebuah karya itu sebaiknya menjawab keresahan hati, yang kemudian boleh jadi sama dengan keresahan hati orang banyak. Dan disitulah poinnya komedi. Ketika misalnya seorang Alitt Susanto menciptakan tulisan-tulisan soal mahasiswa abadi, ada segerombolan mahasiswa lain yang ngakak karena merasakan hal yang sama.

Nah, poin mencipta komedinya adalah kemampuan mencerna peristiwa-peristiwa kecil yang ada di sekitar kita. Ketika saya belum membaca tulisan Radit, Alit, dan sederet penulis komedi lain, sebuah peristiwa mungkin tampak biasa bagi ane. Tapi menjadi beda ketika mindset komedi mulai ada dalam benak ane.emoticon-Kimpoi

Sebagai contoh, kemaren ane melatih sebuah lagu berjudul “Kasih”. Lagu ini kece minta ampun dengan lirik:

Kasih itu sabar murah hati, percaya, tak angkuh, dan tak dengki
Kasih itu tak memegahkan diri, kasih itu kekal serta abadi

Itu asli kutipan dalam kitab suci lho! Kalau dibaca dengan perspektif biasa, ya kita hanya akan menerima kata-kata itu seperti biasa juga. Tapi ane mencoba berpikir komedi. Bagaimana caranya?

Ganti saja kata ‘Kasih’ dengan ‘Jomblo’. Dan, voila, hasilnya beda.

Jomblo itu sabar murah hati, percaya, tak angkuh dan tak dengki
Jomblo itu tak memegahkan diri, jomblo itu kekal serta abadi


Perihal ini ane jadikan status di FB dan yang ngelike plus komen banyak. Padahal di FB saya ada sederet ahli agama, dan mereka tidak komplain sama sekali. Jadi saya sudah cukup merasa aman. Toh saya sama sekali tidak berniat menistakan agama. Cukup di tivi saja ane lihat kasus penistaan agama.

Hal yang sama juga berlaku ketika kemaren ane makan pecel lele. Ane biasa makan kesana karena muka penjualnya ngenes. Nah, beberapa jam sebelumnya, ane ngobrol dengan teman kantor soal istri muda nan cantik jelita milik seorang supplier tua bangka. Dua peristiwa yang nggak nyambung, tapi kalau dilihat dari konsep komedi, jadinya:

“Saya biasa makan disini karena muka penjualnya ngenes. Eh tapi istrinya cantik. Fix besok nggak makan disini lagi. #jomblosirik.”

Lucu? Buat ane, sih, iya.

Menggunakan perspektif komedi akan bikin kita jeli melihat hal-hal sepele bin biasa di sekitar. Ane juga masih terus menerus mengasah soal ini agar bisa menciptakan komedi yang bisa diterima orang banyak. Soalnya, nih, kalau cuma sekadar humor apoteker, banyak yang lucu tapi tidak menjangkau orang banyak. Misal ane menyebut “ngemut suppo” dalam konteks tertentu bakal lucu, tapi dalam banyak pengertian, orang akan bertanya-tanya. Itulah gunanya melihat lekat-lekat ke dunia sekitar.

Lebih Menikmati Hidup

Ini poin terbesar yang bikin menulis komedi menjadi penting bagi hidup ane. Kalau boleh dirunut, ane adalah seorang sentimentil-melankolis yang amat-sangat-mudah tersinggung, dulunya. Ane bahkan pernah kehilangan teman hanya gegara ketersinggungan ini. Untunglah, ane kemudian masuk ke SMA yang isinya laki semua–dimana hinaan dan cercaannya kejam, bung!–plus ketemu anak-anak bermulut kotor di UKF Dolanz-Dolanz.

Ibarat penyakit dan sistem imun, paparan berkali-kali memang mampu bikin ane menjadi orang yang mulai tidak mudah tersinggung. Tapi tetap saja mudah tersinggung itu nggak enak. Sumpah deh. Hingga akhirnya ane baca banyak blog soal kejadian konyol seseorang. Ya, Raditya Dika mengutip pernyataan seseorang (yang ane lupa), dan disampaikan di sebuah workshop di Palembang, bahwa komedi adalah tragedi plus waktu. Disinilah ane mulai berpikir lebih lanjut dan menemukan bahwa sebenarnya hal-hal yang bikin tersinggung itu, sebenarnya bisa ditertawakan.

Kayak ketika kemaren ane disapa “ISS” sama supplier. Sudah layak dan sepantasnya ane tersinggung dan marah besar emoticon-Marah. Tapi pada akhirnya ane memilih untuk menertawakannya saja, lalu menuliskannya. Rasanya? Jauh lebih enak di hati. emoticon-Malu

OOM ALFA-pun kalau dibaca-baca sebenarnya adalah bagian dari masa kelam kehidupan ane. Tapi ane mencoba menuliskannya kembali dengan anggapan waktu bisa mengubahnya menjadi komedi. Dan untunglah, pada akhirnya selesai dan ane sendiri cukup puas pada hasilnya. emoticon-Toast

Bikin Orang Senyum Itu Amal, Lho!

Salah satu cara ane mengetes sebuah kalimat lucu atau tidak adalah dengan update status FB. Ya, mau bagaimana lagi, pergaulan ane kan usia dewasa yang nggak ngerti Twitter. Ane gaulnya dengan emak-emak yang kalau update status sepanjang jalan kenangan. Nggak apa-apa, deh.

Seperti soal jomblo menjadi kasih, atau juga soal pecel lele tadi, ane sungguh senang dengan responnya. Apalagi ketika ada yang mengapresiasi:

“Statusmu lucu, Mas.”
“Lanjutkan bro! Semoga jomblo terus!” <- Kamfret -____-” emoticon-Ngakak




Atau ketika ketemu teman di kantin dan sama-sama menertawakan kalimat-kalimat ngetes lucu yang ane tulis di linimasa itu, rasanya sama saja. Iya, senang karena kalimat itu mampu bikin orang tersenyum, kasih komen, kasih jempol, atau apapun yang berupa respon balik.

Sekarang, ane selalu menganggap update status sebagai bagian dari ngetes kalimat komedi. Dan bagian dari upaya manusia berlumur dosa untuk menciptakan amal baik. Yah, namanya juga usaha. Kadang ada aja yang sok perhatian dengan aneka status jomblo ane bahkan termasuk MENAWARKAN ADEK IPARNYA SENDIRI. Ini, sih, ekses. Akan selalu ada pada setiap niat, jadi mari diabaikan saja.

Menjadi Terkenal!

Siapa tidak kenal Raditya Dika? Mau jawab nggak ada? Enak aja. Ada lho. Waktu saya ikutan meet and greet di Pejaten Village, tiba-tiba ane didatangi ibu-ibu.

“Eh, Mas. Itu siapa sih?” katanya sambil menunjuk ke Radit yang lagi foto-foto di depan panggung.

“Artis, Bu.”

“Kok saya nggak kenal?”

*garuk-garuk make up si ibu yang mirip Ratu Atut* emoticon-Malu (S)

Yap. Radit terkenal dari tulisan komedinya. Mari kita juga menghitung Alitt, Adhitya Mulya, dokter Ferdi Riva Hamzah, Dewi ‘Dedew’ Rieka, Indra Widjaya, hingga Kevin Anggara. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan ketenaran karena menulis komedi.

Well, tentu saja, ane tidak merekomendasikan bagian ini sebagai alasan utama untuk menulis komedi. Tapi sebagian orang kan ingin terkenal, dan ini adalah salah satu jalannya saja. Syarat dan ketentuan berlaku. Resiko ditanggung penumpang. Ane sendiri cukup puas dengan keberhasilan saya menikmati hidup dengan menulis komedi.

Jadi, apa salahnya kalau kita mencoba menulis komedi? emoticon-2 Jempol

Yuk!

Sumber: ariesadhar.com
0
4.4K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan