Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

b4djulAvatar border
TS
b4djul
Sejarawan Belanda Ungkap Pembunuhan Massal di Timtim yang Dikaitkan dengan Prabowo


Sejarawan Belanda Ungkap Pembunuhan Massal di Timtim yang Dikaitkan dengan Prabowo

Kartun tentang Prabowo karya Marto yang menjadi ilustrasi tulisan Klinken di Inside Indonesia

Menurut Klinken, pada 1983 Prabowo berada di tengah-tengah operasi kontra-pemberontakan di Timor Timur yang telah menyebabkan ratusan orang kehilangan nyawa.

JAKARTA, Jaringnews.com - Sejarawan asal Belanda yang merupakan profesor di University of Amsterdam, Gerry Van Klinken, membeberkan sebuah laporan tentang terjadinya pembunuhan massal di Timor Timur pada tahun 1983-1984 dalam sebuah operasi militer yang dikaitkan dengan Prabowo. Kala itu Prabowo berpangkat kapten dan saat ini menjadi calon presiden Partai Gerindra.

Dalam operasi itu, setidaknya 530 orang terbunuh atau hilang, diantaranya perempuan dan anak-anak. Selain itu, sejumlah besar warga Timtim (kini Timor Leste) juga dilaporkan meninggal karena kelaparan di kamp konsentrasi yang dijaga ketat, setelah para tawanan itu selamat dari pembantaian di Gunung Bibileo.

Klinken yang banyak melakukan studi tentang konflik etnis di Indonesia, melansir narasi tentang peristiwa berdarah itu dalam edisi terbaru Inside Indonesia, lewat sebuah tulisan berjudul Prabowo and human rights.

"Sebagaimana semua orang tahu, salah satu kandidat terkuat presiden di Indonesia memiliki satu persoalan citra yang dikaitkan dengan masa-masa karier militernya. Namun, menculik beberapa lusin aktivis mahasiswa pada tahun 1998 bukan masalah HAM paling buruk yang dihadapi Prabowo, walaupun hal itu yang paling diketahui masyarakat," tulis Klinken dalam kalimat pembuka tulisannya.

"Limabelas tahun sebelumnya, ia (Prabowo, Red) berada di tengah-tengah operasi kontra-pemberontakan di Timor Timur yang telah menyebabkan ratusan orang kehilangan nyawa. Ini dimulai pada tanggal 16 September 1983 dengan pembantaian puluhan orang, termasuk perempuan dan anak-anak," tulis Klinken.

Selanjutnya,Klinken dalam tulisannya itu mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang tidak ubahnya drama yang mengerikan. Klinken antara lain mengutip pengakuan seorang korban selamat kepada Komisi Kebenaran dan Timor Timur (CAVR) tentang peristiwa yang tidak berperikemanusiaan itu.

Pada suatu hari, antara pukul 3-4 sore, di gunung Bibileo, Timor Timur. tiga orang hansip menjadi penunjuk jalan bagi para warga Timtim yang menjadi tawanan. Di sekeliling mereka, personil tentara juga ikut mengawal, sehingga tidak ada satu orang pun yang dapat melarikan diri.

Sekitar pukul empat, para tawanan itu diperintahkan duduk dalam pengawalan militer. Sambil mereka duduk, berdatangan lagi personil tentara mengelilingi mereka.

"Ketika mereka (para tentara) itu tiba, kami diperintahkan untuk berdiri. Aku berdiri, bersama teman-teman yang lain, menghadap lembah. Kemudian kami diperintahkan berjalan. Ketika aku melangkah, para tentara itu menembaki kami. Aku rebah ke tanah bersama dengan saudaraku. Orang-orang yang terkena tembakan jatuh diatasku. Para tentara itu menembaki tiap orang dari belakang. Lalu suara tembakan mereda dan para tentara itu beristirahat dengan merokok," tulis Klinken mengutip penuturan korban.

Cerita mengerikan itu masih berlanjut. "Salah seorang dari anggota tentara kemudian berkata kepada M303 (nama untuk komandan hansip, Red) agar berbicara dalam bahasa Tetum (kepada kami) dan memerintahkan siapa saja yang masih hidup agar berdiri. Tidak ada yang menjawab perintah itu. Lalu tentara itu menembaki lagi ke arah tubuh yang pada terbaring di sana. Kemudian aku mendengar suara dua orang anak-anak, satu perempuan dan satu laki-laki berumur kira-kira 1-2 tahun. Ketika para tentara itu tadi menembaki, mereka ternyata telah melewatkan anak-anak itu. Lalu M303 mendekati kedua anak-anak itu, mengambil pisau dan menusuk mereka hingga tewas. Sesudahnya para tentara dan hansip beristirahat lagi dan merokok."

Menurut Klinken, kejadian yang mengerikan ini sudah tercatat dalam laporan CAVR berjudul Chega!. Menurut laporan itu, sebanyak 55 orang meninggal pada satu hari itu saja. Dan pada hari berikutnya, pembantaian massal terjadi lagi tak jauh dari tempat pertama. Korbannya adalah warga Timor Timur yang sudah menyerah di Gunung Bibileo. Menurut laporan Komisi Kebenaran Timtim, ada 141 korban pada peristiwa itu.

Secara keseluruhan, Chega mencatat ada 530 nama yang terbunuh maupun hilang dalam operasi menumpas pemberontak yang berlangsung hingga 1984 di seluruh Tmor Timur. Juga ada korban tewas karena kelaparan di sebuah kamp konsentrasi yang dikawal ketat.

Menurut laporan CAVR, ada satu kejadian lain yang lebih parah. Pada 17 September 1983, sekitar 26 hingga 181 orang pria dipisahkan dari sekelompok tawanan lain. Lalu mereka dieksekusi dengan senjata mesin di palung sungai Tahubei. CAVR mencatat ada 141 nama yang menjadi korban dan semuanya pria. Tidak dipastikan apakah mereka ini masyarakat sipil atau pasukan pemberontak.

Lantas, bagaimana peristiwa ini terkait dengan Prabowo yang saat itu masih berpangkat kapten?

Menurut Klinken, dari semua pelaku pelanggaran di Timor Timur, selama periode 1974-1999 yang dilaporkan dalam Chega!, pasukan Kopasshandha atau saat ini dikenal sebagai Kopassus adalah yang paling tinggi melakukan pelanggaran khususnya dalam penumpasaran pemberontak. Sepanjang perang Timor Timur, pasukan ini juga memainkan peran sentral dalam pembentukan milisi yang melakukan begitu banyak pekerjaan ganas militer paling tidak pada 1999. Dan, milisi adalah bagian besar dari pekerjaan Prabowo bersama Kopassus.

Klinken juga mengutip studi yang dimuat dalam Jurnal yang diterbitkan Universitas Cornell, Indonesia edisi Oktober 2003. Di sana dikutip sebuah laporan yang menyatakan Prabowo tiba di Timor Timur pada 28 Agustus 1983 untuk penugasan ketiga kalinya. Ia membawa bersama Chandraca 8, salah satu unit di Kopassus.

Jill Jolliffe, dalam buku Cover-up: the inside story of Balibo Five (2001) mengutip sorang saksi mata yang mengatakan melihat Prabowo bersama pasukannya menjelajahi gunung Bilibeo pada awal September sebelum pembantaian besar pertama. Dan dicatat pula Prabowo tetap berada di bagian timur Bilibeo sampai awal 1984.

Prabowo bersama pasukannya, memiliki markas di Kota Ossu, yang terletak 20 kilometer sebelah utara Viqueque. Markas itu menjadi tempat Prabowo mengatur pasukannya selama operasi melawan pemberontakan. Joao Caetano, warga Timor Timur yang bekerja untuk jaringan intelijen Indonesia, bercerita kepada Jolliffe bahwa Prabowo sendirilah yang secara langsung memegang komando operasi melawan pemberontak.

Klinken mengakui dalam laporan CAVR yang ditulis secara hati-hati itu tidak banyak nama pejabat Indonesia disebut. Namun, tutur Klinken, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut dapat diketahui dari berbagai laporan saksi mata, seperti yang ditulis oleh Jill Jolliffe maupun dalam wawancara panjang dengan Mario Carascalao (mantan gubernur Timor Timur) dalam jurnal Indonesia yang tadi sudah disebut.

"Bahwa Prabowo memainkan peran penting dalam operasi ini tampak jelas," tulis Klinken. Namun, seberapa besar, tutur Klinken, itu yang belum diketahui pasti. Yang sudah jelas, Prabowo memiliki markas di Ossu dan ia memegang komando di wilayah timur Timtim, area dimana pertama kali perlawanan masyarakat Timtim bermula.

Klinken menduga semua aksi yang dilakukan oleh Prabowo dan pasukannya di Timor Timur diketahui oleh atasannya. Terbukti, di akhir tahun 1983, Prabowo dipromosikan dari kapten menjadi mayor, sebuah pangkat yang cukup tinggi bagi seorang tentara berusia 32 tahun.

Jenderal Wiranto, menurut Klinken, pernah dimintai konfirmasi perihal peristiwa ini. Namun, Klinken mencatat, Wiranto menjawabnya dengan santai, dan mengatakan bahwa dalam perang, dibunuh dan membunuh adalah soal yang tidak bisa dihindari.

Jawaban ini bagi Klinken tidak mengejutkan dan ia meyakini ada beberapa orang Indonesia yang menyepakatinya. Namun, catat Klinken, presiden sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia, seharusnya seorang yang menempatkan kemanusiaan di atas segalanya dan ia harus melindungi nyawa semua orang. Oleh karena itu, tutur dia, masyarakat Indonesia berhak untuk berharap agar ketidakpedulian militer terhadap kemanusiaan tidak akan dibawa ke Istana setelah (Pilpres) 9 Juli nanti.
http://jaringnews.com/politik-perist...dengan-prabowo

Kiprah Prabowo Subianto dari masa ke masa
Selama berkarir sebagai anggota TNI, Prabowo Subianto berhasil menorehkan banyak prestasi.








source pic:
http://www.merdeka.com/foto/peristiw...a-003-nfi.html

---------------------------



Sebesar apapun kesalahan manusia itu di masa lalu, asalkan dia telah bertaubat kepada Tuahannya, maka dosa-dosanya di masa lalu itu, insya Allah akan dihapuskan oleh Allah. Itulah setidaknya yang pernah terjadi pada perjalanan hidup Kholifah ke 2 sesudah Kanjeng nabi wafat, yaitu Umar Ibn Khatab. Mudah-mudahan Prabowo akan menapaki perjalanan sang Kholifah Umar bin Khatab itu, menjadi Presiden RI setelah dia mentaubati semua dosa dan kesalahannya di masa lalu. Amin.


emoticon-Kiss
Diubah oleh b4djul 01-05-2014 00:46
0
9.2K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan