beyongzeroAvatar border
TS
beyongzero
Masuk Goa Senen, Gunung Kidul, 1 Maret 204
Maap kalo tulisannya jelek, baru belajar nulis.

Masuk Goa Senen


1 Maret 2014, Gunung kidul, Yogyakarta. Tempatnya tidak jauh dari surganya para pemanjat yang telah menjadi tempat dimana aku biasa menikmati pesonanya. Tapi kedatanganku saat ini tidak untuk menikmati tebing, melainkan menulusuri perut bumi. Goa senen namanya, goa vertikal yang akan menjadi goa kedua yang aku telusuri, setelah goa kucing ketika latihan bersama dalam rangkaian pendidikan pemantapan mapala-ku empat tahun yang lalu.

Keberangkatan diawali pelepasan di sekretariat jam 8 malam. Pemberhentian pertama di spbu dagen dekat kampus untuk mengisi bahan bakar kendaraan yang dibawa. Totalnya ada 10 kendaraan beroda dua, berjalan beringan seperti kelompok touring motor saja pikirku. Nekat mengenakan set pakaian (kaos oblong, celana pendek, sandal jepit) kegemaranku ditambah jaket tipis menjadi sebuah kesalahan kecil, apalagi setelah berhenti di spbu pracimantoro suhu disekitar terasa lebih dingin menyentuh kulit dari dengkul sampai jari kakiku. Perjalanan selanjutnya kupikir akan menjadi perjalanan seperti biasanya, dua kali berpapasan dengan ular yang sedang menyebrang jalan menjadi pengalaman pertama berpapasan dengan ular dijalan raya dalam perjalanan ke gunung kidul, untung saja tidak terlindas kendaraan.

Sesampainya di basecamp pada pukul sebelas malam, Pak Sumardi selaku pemilik basecamp menyambut kami dengan ramah. Kami pun langsung beristirahat sebentar dan dilanjutkan untuk menejemen caving untuk menyegarkan ingatan kami untuk single rope technique (SRT). Sampai pukul dua belas malam satu persatu teman mulai memejamkan mata. Tapi tidak untuk aku, sadham, pandhu, dan keke, kami masih mengobrol sambil menunggu masaknya nasi didapur untuk makan pagi hari.

Hiruk pikuk mulai terdengar dengan berbagai aktifitasnya. Ternyata sudah pagi, tapi mataku masih terasa berat, malas sekali untuk mulai beraktifitas. Membutuhkan waktu yang cukup lama sampai kesadaranku kembali, akhirnya aku bergabung dengan kecerian keluarga keduaku ini, walau hanya duduk dan belom bergeser dari tempat tidurku. Melihat Agung selaku koordinator dan nando terlihat akan pergi, tenyata mereka ingin mendahului rombongan untuk rigging agar menghemat waktu, aku langsung bergegas mengambil kamera dan ikut bersama mereka.

Rigging intermediate dan pengaman satu webbing sudah terpasang, saya langsung kembali ke basecamp. Ternyata semuanya sudah bersiap diri dengan perlengkapan tempurnya. Tapi, kami masih menunggu alumni yang datang langsung dari jakarta, mas kucing panggilannya, dia datang hanya untuk ikut dalam acara kami ini, kagum juga saya dengan semangat petualangnya. Pria sedikit kurus dengan kumis dan jenggot yang menjadi ciri khas akhirnya datang, berjabat tangan lalu mengenakan cover all. Perjalanan selama 15 menit di awali dengan doa dan photo bersama. 15 menit yang masih membuat saya takjub, melewati bukit-bukit karst dengan pohon diatasnya, rumah-rumah penduduk, dan satu sekolah yang membuatku haru karena ternyata ada sekolah ditempat yang jauh dari rumah terakir dari desa yang dilalui, seperti sekolah rahasia!.

Setelah tiba di mulut goa, saya, nando, agung dan mas kucing terlebih dahulu makan pagi. Setelah siap, ternyata ada bapak-bapak yang menyapa kami, dan berbincang. Ternyata dia mempunyai maksud tertentu, menagih uang perawatan goa!, untung sebelumnya sudah diberitahukan Pak Wakino selaku kepala desa, jangan percaya dan memberikan uang kalau ada orang yang menagih apabila tidak membawa surat yang sudah kami berikan sebelumnya untuk ijin kegiatan. Hal ini diakibatkan belom adanya pengurus yang ditunjuk oleh lurah setempat. Hal ini tentu saja membuat kami menunda kegiatan.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, Agung sang koordinator menjadi pertama yang masuk. Setelah beberapa orang, aku mulai masuk menuju perut bumi tersebut menggunakan figure of eight. Ketinggian dari mulut goa sampai dasar sekitar sembilan sampai sepuluh meter. Sesampainya didasar, langsung disambut dengan chamber besar. Goa senen mungkin hanya satu chamber besar, tapi didalamnya berbagai macam ornamen memeriahkan keindahannya. Stalaktit, stalakmit, pilar, gordam, flowstone, dan yang saya tidak tau namanya. Gradasi warna hijau, biru dan merah membuat sangat berwarna, layaknya kebun bunga dipadang rumput. Ketika aku mengabadikannya kedalam kameraku dan melihat hasilnya, warna yang dihasilkan adalah alami, bukan karena lampu sorot. Rasa takjub semakin mengalir memenuhi perasaan saya, inilah bumi, tidak hanya diatas tapi didalamnya juga mempunyai keindahan yang tidak terduga.

Goa senen memang hanya satu chamber besar, tapi didalamnya sangat megah dan dan tempat kita masuk berada ditengah dekat dengan dinding goa itu sendiri. Jalur kanan dan jalur kiri, menjadi nama untuk arah kemana kita akan berjalan. Jalur kanan, sekitar tujuh puluh meter kedepan lebar gua semakin mengecil dan menanjak mendekati atap goa, ornamen-ornamen tidak banyak tapi berdiri tegak dengan gagah berhias warna jingga, dengan ukuran yang besar-besar, dan beberapa batuan seperti mempunyai bintik-bintik berkilau karena kandungan yang dimiliki. Pengetahuan yang aku tau tentang goa seperti menjadi film didalam otakku, bagaimana ornamen ini tumbuh dan terbentuk sampai seperti saat ini, tapi, berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai seperti ini? Aku tidak tau, dan aku harus mencari tau ketika pulang nanti, saat ini aku hanya ingin menikmati perjalananku dengan segala indera yang aku miliki.

Jalur kanan sudah sampai ujung, saatnya berbalik arah dan menuju jalur kiri. Saat perjalanan kembali, aku menyadari satu batu besar dengan banyak bentuk kerucut, stalaktit atau stalakmit?, tapi kenapa arahnya menyamping?. Setelah kulihat lebih cermat, dan bertanya ke Kenang Merieda (angota MEPA-UNS divisi caving), ternyata itu stalaktit karna salah satu sisi nya jauh lebih kasar, mungkin karena gempa batu tersebut akirnya tergeletak disana pikirku. Tiba-tiba salah satu teman berteriak “cahaya ilahi!”, salah satu sebutan caver untuk cahaya yang masuk kedalam, mulut goa dengan gelapnya goa menyebabkan terlihatnya garis batas antara gelap dan terang, membentuk air terjun cahaya. Kejadian ini menambahnya binar-binar keindahan alam dimataku. Teman-teman langsung menuju kesana, bersenang-senang mengguyur badan mereka, bermandikan cahaya, tapi bagiku berarti saat dimana melukis air terjun itu lewat kamera yang kubawa. Setelah puas, perjalanan dilanjutkan ke jalur kiri, ornamennya seperti jalur kanan, hanya saja lebih kecil dan lebih banyak.

Jam satu siang semua nya beristirahat dibawah mulut goa, mengistirahatkan otot-otot, dan makan makanan yang kami bawa untuk mengurangi rasa lapar. Beberapa teman masih melanjutkan berpoto ria, dan satu persatu melakukan ascending. Aku masih melanjutkan memotret kegiatan teman-teman, setelah kurasa cukup, giliran aku ascending. Setelah semua keluar dari goa, kami langsung kembali menuju basecamp, dan melanjutkan istirahat.

Aku dan beberapa teman melanjutkan bermain di pantai siung, menikmati pasir, semilir angin, sunset, dan yang terutama sekalian mandi. Walau cuma sebentar, tapi sudah cukup menghibur akan rasa rindu-ku akan pantai ini. Kembali ke basecamp saat bulan sudah terbangun menggantikan matahari. Menghabiskan malam dengan main kartu, bermain gitar, bernyanyi, dan bercengkrama penuh canda dan tawa. Setelah secara perlahan menutup mata karena rasa lelah, petualangan dilanjutkan dialam mimpi. Pagi harinya kami mengisi perut kami, dan beranjak dari gunung kidul ini kembali pulang ke Surakarta dimana berdirinya rumah perantauan kami.

Petualangan untuk hari ini sudah selesai. Akankah aku nikmati lagi? Akankah generasi selanjutnya dapat menikmati seperti apa yang kunikmati saat ini?

Spoiler for sedikit dokumentasi:


Spoiler for basecamp, perjalanan, mulut goa, dan ornamen:
Diubah oleh beyongzero 11-03-2014 05:33
0
5K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan