Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

widimonAvatar border
TS
widimon
‘Umar & Imam Syafi’i Berbicara Tentang Bid’ah Hasanah....PART 3
Ibnu Taimiyah berkata, “Setiap bid’ah bukan wajib dan bukan sunnah, maka ia termasuk bid’ah sayyi’ah dan termasuk bid’ah dholalah (yang menyesatkan) menurut sepakat para ulama. Siapa yang menyatakan bahwa sebagian bid’ah dengan bid’ah hasanah, maka itu jika telah ada dalil syar’i yang mendukungnya yang menyatakan bahwa amalan tersebut sunnah (dianjurkan). Jika bukan wajib dan bukan pula sunnah (anjuran), maka tidak ada seorang ulama pun mengatakan amalan tersebut sebagai hasanah (kebaikan) yang mendekatkan diri kepada Allah.”[18]

Ketiga: Sudah sangat ma’ruf bahwa Imam Syafi’i adalah orang yang paling semangat dalam ittiba’ atau mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau juga adalah orang yang sangat keras pada orang yang membantah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat saja perkataan beliau pada orang yang menentang ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,

أَي سَمَاءٍ تُظِلنِي وَأَي أَرْضٍ تُقِلنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ

“Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”[19]

Jika Imam Syafi’i bersikap keras dalam hal semacam ini, bagaimana mungkin kita pahami bahwa perkataan beliau berseberangan dengan sabda Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Kullu bid’atin dholalah” (setiap bid’ah adalah sesat). Seharusnya kita memposisikan dengan benar perkataan Imam Syafi’I, yaitu kita pahami dengan pemahaman yang tidak bertentangan dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadinya kita pahami bahwa maksud Imam Syafi’i adalah bid’ah secara bahasa. Hal yang membuat kita seharusnya semakin husnuzhon kepada Imam Syafi’i karena beliau pernah mengeluarkan perkataan-perkataan seperti berikut ini,

إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنةِ رَسُولِ اللهِ فَقُولُوا بِسُنةِ رَسُولِ اللهِ وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي رواية- فَاتبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ

“Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”[20]

كُل حَدِيثٍ عَنِ النبِي فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِني

“Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku.”[21]

كُل مَا قُلْتُ فَكَانَ عَنِ النبِي خِلاَفُ قَوْلِي مِما يَصِح فَحَدِيثُ النبِي أَوْلىَ فَلاَ تُقَلدُونِي

“Semua yang pernah kukatakan jika ternyata berseberangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits Nabi lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taqlid kepadaku.”[22]

كُل مَسْأَلَةٍ صَح فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ عِنْدَ أَهْلِ النقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي

“Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”[23]

إِذَا صَح الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَح الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ

“Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.”[24]

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَن مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِل لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.”[25]

Setelah kita mengetahui pernyataan Imam Syafi’i bahwa perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib didahulukan dari ucapan beliau, maka semestinya kita berbaik sangka kepada beliau dengan mendudukkan ucapan beliau mengenai bid’ah tadi sebagai bid’ah secara bahasa, –yaitu setiap hal baru– yang tidak ada kaitannya dengan agama. Dengan demikian, antara ucapan Imam Syafi’i; “Bid’ah mahmudah dan madzmumah” dan sabda Rasulullah; “setiap bid’ah sesat” tidak akan bertabrakan.
Wallahu waliyyut taufiq.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 14 Jumadats Tsaniyah 1433 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

[1] HR. Bukhari no. 2010.

[2] Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 9: 113.

[3] HR. Malik dalam Al Muwaththa’ bab: Ma jaa-a fi qiyami Ramadhan.

[4] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128.

[5] Sunnah adalah jalan yang ditempuh. Sunnah di sini bukan hanya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, termasuk pula ajaran para kholifah rosyidin berupa i’tiqod, keyakinan, amalan dan perkataan. Inilah pengertian sunnah yang sempurna dan yang dipegang oleh para ulama salaf, mereka tidaklah memaksudkan kecuali demikian. Inilah yang diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri, Al Auza’i dan Al Fudhail bin ‘Iyadh.

Namun kebanyakan ulama belakangan memahami sunnah dengan maksud i’tiqod (keyakinan) karena i’tiqod itulah yang disebut ushulud diin (pokok ajaran Islam). Sehingga yang menyelisihi sunnah ini, ia berarti telah berada dalam bahaya yang besar (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 120).

[6] Rusydu adalah mengenal kebenaran dan mengikutinya (mengamalkannya). Ghowi adalah mengenal kebenaran tetapi tidak mengikutinya. Sedangkan dholal adalah tidaklah mengenal dan mengamalkan kebenaran. Setiap orang yang rosyid, maka dia disebut muhtad (mendapat petunjuk). Setiap yang mendapati petunjuk secara sempurna dialah rosyid. Yang namanya hidayah adalah dengan mengenal dan mengamalkan kebenaran sekaligus (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 126).

[7] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 129.

[8] HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih. Begitu pula hal yang sama dinyatakan oleh Syaikh Al Albani.

[9] Iqtidho’ Shirothil Mustaqim, 2: 95.

[10] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 38.

[11] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 129.

[12] HR. Muslim no. 867, Abu Daud no. 4607, An Nasai no. 1578.

[13] Disebutkan oleh Asy Syatibi dalam fatawanya hal. 180-181. Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 91.

[14] Iqtidho’ Shirothil Mustaqim, 2: 95.

[15] Majmu’ Al Fatawa, 20: 163.

[16] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 131.

[17] Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’I (1: 468-469). Riwayat ini shahih sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq beliau terhadap Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 131.

[18] Majmu’ Al Fatawa, 1: 162.

[19] Hilyatul Auliya’, 9: 107.

[20] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63.

[21] Tarikh Dimasyq, 51: 389.

[22] Tarikh Dimasyq, Ibnu ‘Asakir, 2: 9: 15.

[23] Hilyatul Auliya’, 9: 107.

[24] Siyar A’laamin Nubala’, 3: 3284-3285.

[25] I’lamul Muwaqi’in, 2: 282.


kira - kira begitu GAN SIS pejelasannya... emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo
yang pertama : http://www.kaskus.co.id/post/5195ab3...42b28d4900000c
yang kedua : http://www.kaskus.co.id/post/5195ac0...d719e567000002



jika berkenan emoticon-Blue Guy Cendol (L)
Diubah oleh widimon 17-05-2013 04:07
0
1.5K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan