likedisAvatar border
TS
likedis
Wajah Buruk JOKOWI dan AHOK dalam Kebijakan Hibah Bus


Pada tulisan kali ini Penulis akan memaparkan ketentuan hukum atas hibah bus sedang kepada Pemprov DKI Pemerintah Daerah, yang beberapa hari terakhir ini menjadi topik yang ramai diberitakan di berbagai media massa, karena aksi “ngamuk” Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengomeli Kepala Pelayanan Pajak, Asisten Sekda Bidang Pembangunan DKI Jakarta, Kepala Biro Hukum, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang dianggap mempersulit hibah.

Hibah Bus Sedang


Pertengahan Maret lalu, telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman antara Pemprov DKI Jakarta dengan beberapa perusahaan antara lain Ti Phone dan Roda Mas yang hendak menyumbang 30 unit bus ukuran sedang kepada Pemprov DKI. Hibah ini diklaim sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan tersebut sebagai sumbangsih untuk transportasi publik di Jakarta. Sungguh niat yang terdengar mulia.

Namun Polemik dan kendala muncul ketika ternyata, hibah 30 unit bus sedang tersebut disertai satu syarat, yakni si pemberi hibah dapat memasang reklame produk-produk perusahaannya di dalam dan badan 30 unit bus yang dihibahkan. Ahok mengamini syarat dari si pengusaha pemberi hibah. Akan tetapi bawahan Ahok seperti Kepala Pelayanan Pajak, Plt Sekda Bidang Pembangunan DKI Jakarta, Kepala Biro Hukum, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang memproses hibah bus bersyarat tersebut, gamang dan menyatakan kesulitan untuk menerima syarat pembebasan pajak reklame dari pengusaha pemberi hibah. Alasan yang dikemukakan oleh bawahan Ahok seperti dikutip berbagai media massa antara lain karena syarat hibah mendapatkan pembebasan pajak tidak bisa dipenuhi, menunggu rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan izin Mendagri serta bertentangan dengan Perda Nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara mengingat bus yang hendak dihibahkan tidak berbahan bakar gas melainkan solar.

Prinsip Hibah

Definisi dari suatu Hibah secara umum telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada Pasal 1666 yang berbunyi sebagai berikut:

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.“

Dari definisi hibah sebagaimana diatur KUHPerdata tersebut, maka prinsip utama dari suatu hibah adalah pemberian suatu barang dilakukan secara cuma-cuma atau dengan kata lain tanpa syarat apa pun.

Hibah kepada Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah, dalam rangka mendukung program pembangunan dan pelaksanaan kegiatan daerah, dimungkinkan untuk menerima hibah dari badan/lembaga/organisasi swasta ataupun kelompok perorangan dalam negeri. Pemberian hibah kepada Pemerintah Daerah, ini diatur pada ketentuan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (“UU Nomor 33 tahun 2004”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah (“PP Hibah kepada Daerah”).

Sesuai ketentuan Pasal 43 UU Nomor 33 tahun 2004, Pemerintah Daerah diperbolehkan untuk menerima lain-lain pendapatan yang terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah yang diterima oleh Pemerintah Daerah tersebut tegas diatur sebagai bantuan yang tidak mengikat sebagaimana ditentukan pada Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 33 tahun 2004. Berikut Penulis kutip bunyi kedua Pasal tersebut:

Pasal 43

“Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat.”

Pasal 44 ayat (1)

Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud Pasal 43 merupakan bantuan yang tidak mengikat.

Ketentuan mengenai pelaksanaan penerimaan hibah daerah kemudian diatur lebih lanjut dalam PP Hibah Kepada Daerah, pada Pasal 7 yang menyatakan dengan tegas bahwa penerimaan hibah bersifat sebagai bantuan yang tidak mengikat, dalam arti tidak mengikat secara politis Pemerintah Daerah dan tidak boleh mempengaruhi kebijakan daerah. Berikut Penulis kutip bunyi Pasal 7 PP Hibah Kepada Daerah serta penjelasan pasalnya tersebut:

Pasal 7

Penerimaan hibah bersifat sebagai bantuan yang tidak mengikat, dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan di dalam NPHD dan/atau NPPH.”

Penjelasan pasal:

Yang dimaksud tidak mengikat adalah tidak mengikat secara politis baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan tidak mempengaruhi kebijakan daerah.”

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, terlihat dengan terang dan jelas hibah kepada pemerintah daerah tidak boleh bersyarat apalagi sampai mempengaruhi kebijakan daerah seperti pemungutan pajak daerah. Sehingga hibah bus bersyarat yang diprakarsai oleh beberapa pengusaha dan disetujui oleh Ahok, tidak memenuhi syarat yang ditentukan dan bila dipaksakan akan melanggar hukum.

Rencana Pembebasan Pajak Reklame oleh Ahok

Perkembangan terakhir, Ahok yang tetap bersikeras untuk menerima “hibah bersyarat” bus dari pengusaha itu berencana untuk mengubah skema hibah dari swasta ke Pemerintah Daerah menjadi dari swasta ke swasta (dalam hal ini hibah kepada PT Transportasi Jakarta selaku BUMD). Dengan demikian, tidak diperlukan lagi mekanisme hibah kepada Pemerintah Daerah yang terikat ketentuan-ketentuan sebagaimana telah Penulis kutip di atas. Kemudian, setelah proses hibah selesai, Ahok berencana untuk membebaskan pajak reklame terhadap pemasangan reklame produk-produk dari pengusaha pemberi hibah pada bus-bus hibah. Berikut kutipan pernyataan Ahok

Makanya saya mau kasih ke TJ saja lah, nanti kalau mereka dikenakan pajak, gue bebasin aja gitu, iya kan?” Kata Ahok.

(http://www.tempo.co/read/news/2014/0...i-Anak-Buahnya).

Rencana Ahok untuk mengambil kebijakan membebaskan Pajak Reklame pada bus hibah, juga perlu dikritisi karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bahkan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU Pajak Daerah”), setiap penyelenggaraan reklame, termasuk reklame berjalan pada kendaraan dikenakan pajak reklame oleh pemerintah daerah setempat. Pada Pasal 47 ayat (3) UU Pajak Daerah, penyelenggaraan reklame yang dikecualikan tidak dikenakan sebagai objek Pajak Reklame antara lain:

a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;

b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;

d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan

e. Penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Dari ketentuan Pasal 47 ayat (3) UU Pajak Daerah tersebut di atas, maka jelas bahwa reklame produk-produk pengusaha pemberi hibah tidak dikecualikan dan masuk sebagai objek Pajak Reklame.

Kemudian mengenai kewenangan pembebasan pajak daerah, sesuai Pasal 95 ayat (4) UU Pajak Daerah, ditentukan oleh Pemerintah Daerah sendiri melalui suatu peraturan daerah atau Perda. Khusus untuk DKI Jakarta, pembebasan pajak daerah diatur pada Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah (“Perda Pajak Daerah DKI”) yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Gubernur karena jabatannya dapat membebaskan pajak kepada wajib pajak atau terhadap objek pajak tertentu berdasarkan azas keadilan atau azas timbal balik (reciprocitas).

(2) Pemberian pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat diberikan sebagian atau seluruhnya dari pajak yang terutang
.”

Sementara yang dimaksud dengan pembebasan pajak berdasarkan azas keadilan dan azas timbal balik, sesuai penjelasan Pasal 44 ayat (1) Perda Pajak Daerah DKI, ditujukan kepada wajib pajak golongan ekonomi lemah atau lembaga-lembaga internasional tertentu yang melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan di Indonesia (azas keadilan) dan kepada perwakilan negara lain berdasarkan perlakuan yang sama sesuai konvensi Wina (azas timbal balik).

Sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, jelas dan terang bahwa reklame atas produk-produk pengusaha pemberi hibah harus tetap dikenakan Pajak Reklame dan tidak memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan pajak sebagaimana diinginkan oleh Ahok. Pelanggaran atas ketentuan pembebasan pajak ini, tentu saja dapat merugikan keuangan negara mengingat menurut perhitungan Ahok sendiri, tagihan pajak yang dapat dikenakan pada pemasangan reklame tiap bus bisa mencapai Rp 346 juta per tahun (http://news.detik.com/read/2014/03/2...ya-cari-alasan).

Sekedar informasi, 30 unit bus yang hendak dihibahkan totalnya senilai Rp 45 Milyar, sehingga per unitnya berharga Rp 1,5 Milyar. Dengan demikian, 5 tahun pembebasan pajak reklame pada bus hibah saja, pengusaha pemberi “hibah” sudah diuntungkan karena tidak harus membayar pajak yang nilah tagihannya mencapai lebih dari harga bus hibahnya.

Kalau sudah begini, menurut Penulis, terlihat sekali sikap Ahok yang arogan dan berat sebelah pada kepentingan pengusaha, melebihi penghargaannya kepada anak buahnya sendiri. Pengamatan Penulis, tidak pernah Ahok memuji anak buahnya, padahal reward dan punishment pada anak buah itu adalah bagian penting dari sebuah Good Corporate Governance. Padahal sesuai pemaparan Penulis, sudah jelas bahwa Ahok keliru (dan menurut Penulis,Ahok menyadari hal itu, sehingga mengubah skema hibahnya). Buruk muka, cermin dibelah. Melakukan kesalahan sendiri, tetapi orang lain yang dikambinghitamkan.

Dan yang lebih mengenaskan, sikap dan kebijakan Ahok yang dapat merugikan keuangan negara ini justru diamini oleh Sang Gubernur, dan Capres PDIP, Jokowi, yang justru mendukung hibah bus bersyarat ini.
Diubah oleh likedis 30-03-2014 17:36
0
18.8K
349
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan