Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

scarlet.needleAvatar border
TS
scarlet.needle
Waspadai Keberadaan Yakuza di Indonesia





Richard Susilo, seorang wartawan Indonesia yang tinggal di Jepang meluncurkan bukunya yang berjudul 'Yakuza Indonesia'. Buku ini mengupas tentang para Yakuza yang ada di Jepang yang akhirnya menginvasi Indonesia untuk mencari peruntungan.

"Penelitian ini saya lakukan selama 20 tahun," kata Richard saat peluncuran buku di Gramedia Pondok Indah Mall I.

Richard menjelaskan dia sudah langsung bertemu dan mewawancarai dengan para pemimpin Yakuza yang ada di Jepang. Selain itu dia juga telah mewawancarai satuan polisi anti Yakuza di Jepang.

"Yakuza sekarang ini makin tergencet karena itu lari kemana-mana termasuk Indonesia," ujarnya.

Menurut penelitian Richard, kebanyakan Yakuza Jepang di Indonesia melakukan Money Laundring. Mereka juga mendekati diri dengan petinggi-petinggi negara misalkan petinggi militer, polisi, bahkan yang ada di Parlemen.

"Yang mereka cari hanya uang, mereka dengan cara apapun harus mendapatkan uang dari Indonesia," imbuhnya.

Meskipun terkenal kejam dan sadis seantero Jepang. Ada satu kebaikan Yakuza yang tidak terlupakan oleh Richard.

"Waktu Jepang kena Tsunami, para Yakuza mengirim bantuan sekitar 10 truk bahan makanan, obat, dan kebutuhan lainnya.



Salah satu bisnis hitam anggota Yakuza di beberapa negara adalah prostitusi dan penjualan perempuan. Perempuan-perempuan asing yang tertangkap di Jepang biasanya memiliki kasus sama. Mereka diperalat oleh Yakuza dan terpaksa mencari uang di dunia malam sebanyak mungkin untuk menebus paspornya kepada para Yakuza.

Tidak heran ada perempuan Indonesia kelahiran Pontianak, menjadi istri seorang anggota Yakuza di Jepang. Para perempuan asing itu biasanya men-charge tamu sekitar 12.000 Yen atau sekitar Rp 1,4 juta (kurs 116 per yen) sejam, plus minuman keras yang diminum bersama tamu. Bahkan terkadang mereka juga harus menemani tidur tamu-tamunya itu.

Seperti diceritakan Richard Susilo dalam buku berjudul: "Yakuza Indonesia". Richard mengutip tulisan Yukio Murakami yang mewawancarai perempuan asal Pontianak itu, lalu dimuat dalam tabloid Nikkan Gendai, 25 Januari 2012. Menurut dia, kasus semacam itu tak ubahnya kasus perbudakan zaman sekarang. Sindikat kejahatan meraup uang dengan memakai perempuan Thailand dan Filipina.

Mereka dipekerjakan di snack (sunaku kurabu), klub, atau tempat pemandian air panas di daerah-daerah agar jauh dari polisi. Para perempuan itu hanya diberi makanan kotak atau bento dan kosmetik untuk berdandan. Para perempuan budak itu seperti sapi perah, yang bekerja untuk membayar pinjaman kredit karena paspor ditahan. Mereka tidak boleh ke mana-mana dan pasti akan dikuntit dari jauh kalau pergi keluar, sehingga tidak akan mungkin kabur.

"Apabila perempuan itu cantik dan banyak tamunya, maka suatu waktu pasti akan dibuat alasan yang dibuat-buat, misalnya tamu komplain pelayanan tidak bagus, sehingga si perempuan didenda cukup banyak, akibatnya jumlah uang tabungan tidak penuh-penuh dan paspor tidak bisa diterima kembali. Itu menjadi akal bulus para sindikat kejahatan di Jepang."

Banyak sekali kasus semacam itu terjadi di Jepang. Semua itu terjadi karena si perempuan kurang berusaha untuk kabur kalau memang tidak mau dipekerjakan demikian. Atau, mereka memilih pasrah dan lebih memilih uang sehingga melakukan demikian.



"Walau kami bekerja begini, masih lumayan dapat uang lebih banyak bila di-rupiahkan, bisa menabung sedikit dan bisa mengirim uang sedikit kepada keluarga di Indonesia, daripada kerja di Indonesia rasanya susah banget dapat uang," kata perempuan Indonesia asal Pontianak yang bekerja pada sebuah bar, klub malam di Shinjuku.

Tahun 1990 saat ekonomi Jepang menggelembung, rakyat di negeri itu semakin makmur, termasuk para Yakuza. Waktu itu uang seolah berserakan di mana-mana. Hal itu mendorong sedikitnya 200 orang anggota Yakuza (mafia Jepang) datang ke Thailand untuk membuka lapak bisnis gelap. Di sisi lain, perekonomian Thailand juga sedang tumbuh di antara negara-negara ASEAN lainnya.

Sebenarnya sudah sejak 1970-an beberapa anggota Yakuza tinggal di Thailand dan hidup nyaman di sana. Waktu itu mereka melakukan segala semua kejahatan di negeri Gajah Putih itu, mulai melakukan penculikan, narkoba, pemerasan dan pramuriaan, termasuk terlibat penjualan perempuan ke Jepang. Tidak hanya di Bangkok, mereka juga beraksi di Chiang Mai dan kota lain.

Seperti ditulis Richard Susilo dalam buku berjudul: "Yakuza Indonesia", para anggota Yakuza semakin besar dari hari ke hari, dan memusingkan polisi Jepang karena mengacak-acak negara lain. Maka pada 1993 pemerintah Jepang membuat seminar tentang cara menghadapi Yakuza yang tinggal di Thailand dengan melibatkan masyarakat umum.

Selain itu, perusahaan besar juga dilibatkan, sedikitnya 140 perusahaan mengirimkan wakilnya ikut dalam seminar tersebut. Pengusaha Jepang diberi petunjuk, pegangan, agar dapat mengantisipasi ancaman Yakuza yang ada di Thailand. Dalam waktu singkat Yakuza tumbuh semakin besar di Thailand. Sebab di negeri itu, penegakan hukum terhadap gengster model Yakuza tidak menjadi prioritas utama.

Apalagi gaji polisi Thailand juga kecil, hanya sekitar USD 200 per bulan. Sehingga mereka banyak mengurusi diri sendiri daripada orang lain. Banyak anggota polisi menggantungkan hidupnya dari uang hasil korupsi, uang suap dan memeras rumah bordil. Sementara polisi berpangkat tinggi terlibat kejahatan lebih dahsyat lagi.

Mereka terlibat perjudian dengan taruhan besar, perdagangan narkoba dan perdagangan manusia. Belum lagi ada lusinan perwira tinggi polisi Thailand terlibat kasus pencurian, salah satunya pencurian permata kerajaan Arab Saudi senilai USD 20 juta pada 1989. Bahkan tujuh polisi di negeri itu terlibat pembunuhan pada tujuh wisatawan Asia pada 1990, termasuk seorang eksekutif Jepang.

Ada sebuah guyonan di kalangan orang Thailand. "Rakyat Thailand tidak peduli dengan Yakuza karena jumlahnya tidak banyak. Yang lebih dipedulikan justru bagaimana menghadapi mafia lebih besar lagi yaitu polisi Bangkok."

Pada 1998, ekonom dari Universitas Chulalongkorn, perguruan tinggi terkemuka di Thailand, membuat kajian tentang Yakuza. Hasilnya, di negeri itu ada enam aktivitas ilegal yang dilakukan oleh Yakuza, sehingga mereka dapat menghasilkan pendapatan antara USD 8-13 miliar per tahun. Jumlah itu hampir setara dengan Produk Domestik Kotor (GDP) Thailand saat itu.

Semakin lama kondisi perekonomian anggota Yakuza di Thailand juga semakin subur. Mereka membuka perusahaan klub malam, karaoke, toko perhiasan, perusahaan ekspor impor, biro perjalanan yang dipakai untuk transaksi penyelundupan senjata api dan narkoba.

Bahkan, seorang pengusaha anggota Yakuza di Perfektur Saitama, dekat Tokyo, mengelola perusahaan konstruksi di Thailand dan mengekspor traktor kepada orang China. Dia menerima bayaran dalam bentuk senjata api, emas batangan, perhiasan dan jam tangan. Sementara Yakuza lainya bergerak dibisnis mobil curian yang dikirim ke Thailand.

Pada 1994-1995, polisi Jepang berhasil menemukan sedikitnya 130 kendaraan curian diekspor ke Thailand dengan nilai sekitar USD 5 juta yang dilakukan sebuah kelompok Yakuza di Tokyo. Selain itu, Yakuza ini juga melakukan bisnis haram lainya, yakni jual beli spesies binatang langka. Misalnya penemuan 110 ekor kukang (lemur) yang bisa dijual USD 2 ribu per ekor.

Demikian pula perdagangan senjata api di dalam 7 boks berisi 70 ekor berbisa, termasuk 15 kobra dan 30 ekor ular tanah. Intinya, Yakuza telah menguasai perekonomian Thailand secara ilegal dan gelap. Jaringan bisnis hitam mereka di mana-mana, dan telah mampu menguasai para pejabat dan penegak hukum di sana.

Segala hal yang terjadi di Thailand itu merupakan satu pola dan karakter kerja Yakuza di negara yang "gulanya sangat manis" dan pasti akan terjadi di negeri lain juga, tak terkecuali Indonesia. Mereka bakal mendekati aparat penegak hukum, menyuap dengan cara halus karena mereka sangat pintar. Menyuap dengan uang miliaran, membelikan mansion mewah, mobil BMW atau Mercedes Benz, dan fasilitas "wah" lain.

Sehingga aparat penegak hukum itu lupa dengan segala ancaman dan dampak buruk keberadaan para Yakuza itu. Oleh sebab itu, ada baiknya orang Indonesia lebih hati-hati lagi. Anda tentu tidak ingin melihat Indonesia mirip dengan Thailand bukan?

Quote:


Waspadai sekitar kita gan

Quote:
Diubah oleh scarlet.needle 31-03-2014 06:32
0
11.7K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan