Jakarta - Jokowi disebut-sebut dalam "Seminar Memilih Presiden yang Peduli Pluralisme" yang digelar oleh Alumni FISIP UI angkatan 1978 bekerjasama dengan Forum Masyarakat Tionghoa (Format), Sabtu (25/1).

"Waktu Jokowi mengajukan diri sebagai Gubernur, saya tidak setuju, karena saya berpikir mengapa tidak langsung jadi presiden saja?," ujar Jaya Suprana, budayawan sekaligus ketua MURI yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut.

Sebagai negara yang dihuni dengan beragam etnis bahasa dan dialek, serta agama, Indonesia, lanjut Ketua Panitia Seminar, Hendra Sutedjo berpendapat, Indonesia membutuhkan seorang presiden yang peduli pluralisme dan dapat memayungi keberagaman tersebut.

Hal senada dikemukakan pula oleh Charles Honoris, politisi dari PDIP. Dia mengatakan bahwa ada tiga kriteria presiden ideal untuk Indonesia, yaitu: pemimpin yang dapat memberikan rasa aman tanpa kekerasan, pemimpin yang menciptakan rasa nyaman tanpa paksaan, dan pemimpin yang mampu membantu stabilitas ekonomi tanpa resesi.

"Menurut saya, ketiga kriteria tersebut ada dalam sosok Jokowi," jelas Charles.

Dalam seminar tersebut disebar pula angket mengenai siapa calon presiden yang tepat untuk memimpin Indonesia. Tercatat dari 123 angket yang disebar, 57,1 persen memilih Jokowi, 8,9 persen memilih Prabowo, 8,1 persen memilih Ahok, 5,7 persen memilih Dahlan Iskan, 4,2 persen memilih Megawati, 6,8 persen tidak menjawab, dan sisanya tidak disebutkan.

Ketua Format, Idris Sutarji mengatakan, bahwa masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat majemuk dan memiliki pilihan partai dan calon presiden masing-masing. "Hal yang paling penting adalah gunakan hak pilih sebaik mungkin, karena satu suara sangat berarti apalagi bagi kaum minoritas seperti Tionghoa," pesannya.

http://m.beritasatu.com/nasional/162...-tionghoa.html

semakin berkibar aja pak de