Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sangroninAvatar border
TS
sangronin
Lupakan Anas. Ada Anis Baswedan & Dahlan Iskan, Sang Pencerah

Penahanan Anas Urbaningrum hari ini sungguh menjadi salah satu pukulan telak bagi Partai Demokrat. Betapa tidak, tersangka kasus Hambalang tersebut merupakan Mantan Ketua Umum Partai pemenang Pemilu tersebut. Sangat disayangkan jika kredibilitas Partai harus jatuh karena tersandung kasus korupsi.

Korupsi memang jadi musuh bersama. Wajib hukumnya bagi siapa saja yang ingin negeri ini lebih baik untuk menyatakan perang terhadap korupsi. Layak dicatat juga, jika perang terhadap korupsi ini tidak semata menyerang satu partai tertentu. Tengok saja catatan korupsi partai lain yang tak kalah menterengnya.

Saat-saat seperti ini, kita seakan diajak dewasa untuk memilah kebaikan di tengah-tengah kebusukan para koruptor. Begitu juga dengan tudingan korupsi itu sendiri. Kita diajak untuk mencermati betul tudingan korupsi yang disangkakan pada seseorang. Pada akhirnya, KPK lah yang bertindak. Lembaga anti rasuah tersebut niscaya bisa dipercaya untuk menciduk para penjahat bangsa.

Partai Demokrat sendiri sesungguhnya sedang berupaya memperbaiki diri. Salah satu upayanya adalah konvensi capres yang sedang berlangsung. Konvensi tersebut bahkan menjadi satu-satunya ruang yang membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden 2014. Sedangkan Partai lain menggunakan subjektivitasnya sejak awal. Bahkan ada Partai yang cenderung menunjukkan feodalismenya, sangat bergantung pada putusan sang Ketum tanpa melibatkan konstituennya sejak awal dalam mengusung calon.

Kondisi tersebut tentunya sagat dipahami oleh mereka yang terlibat sebagai peserta di Konvensi capres Partai Demokrat, khususnya mereka yang bukan berasal dari Partai berlambang mercy tersebut. Sebut saja Dahlan Iskan dan Anis Baswedan yang notabene merupakan outsider. Salutnya, alasan yang mereka usung justru menggambarkan kapasitas mereka sebagai calon pemimpin bangsa lima tahun ke depan.

Anis Baswedan pernah berujar jika dia sengaja memilih ikut konvensi karena ini merupakan kesempatan emas baginya untuk maju sebagai kandidat Presiden mendatang. Mengenai berbagai kasus yang menimpa Demokrat saat ini, dia menjawab jika dirinya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dengan menunggu sampai Partai demokrat benar-benar bersih. Toh semua Partai besar tidak ada yang benar-benar bersih.

Lain Anis, lain pula sikap Dahlan Iskan. Mantan Dirut PLN ini berujar kalau, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani terjun di saat keadaan kritis. Ia justru menegaskan kehadirannya adalah untuk memperbaiki Partai Demokrat sekaligus meningkatkan elektabilitas Partai yang sedang jatuh. Patut diakui memang, keikutsertaan Dahlan Iskan dalam konvensi tersebut turut mengatrol elektabilitas Partai Demokrat. Sepak terjangnya membenahi birokrasi Pemerintahan nampaknya menjadi magnet kuat yang mendorong banyak orang menaruh kepercayaan di pundaknya. Tak heran elektabilitasnya terpaut jauh dari yang lain di konvensi Demokrat.

Khusus soal Dahlan Iskan. Menteri BUMN ini malahan sedang gencar-gencarnya diserang isu miring. Mulai dari tudingan akun pseudonim yang secara tak terduga bin aneh, diterima oleh sekretaris kabinet Dipo Alam, sampai dengan ‘pengambinghitaman’ dalam kebijakan kenaikan harga gas Elpiji kemasan 12 kg. Bukannya menukik, kasus tersebut malah meningkatkan elektabilitasnya karena publik sudah bisa menilai secara jernih duduk persoalan kedua kasus tersebut.

Kasus pertama jelas-jelas sangat aneh karena tuduhan baru dilayangkan bertahun-tahun setelah kasus dugaan. Hebatnya lagi, tuntutan hukum justru diproses melalui Sekretaris Kabinet. Bukan melalui pengadilan, kepolisian, atau KPK yang notabene adalah lembaga yang berwenang menindaklanjuti. Pun saat Jaringan Advokasi Publik melayangkan dugaan yang sama ke Panitia Konvensi. Semuanya kental bernuansa politis. Semata untuk menjegal sang kandidat yang selalu berada jauh di atas dalam berbagai survey menyikapi Konvensi.

Pun dengan kasus yang kedua, soal kenaikan gas Elpiji kemasan 12 kg. Pemegang posisi strategis yang justru berwenang untuk menentukan kebijakan mengenai kenaikan harga gas yakni, Menteri ESDM, Jero Wacik dan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa justru melimpahkan kesalahan pada Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN yang membawahi Pertamina. Padahal, tanggungjawab regulasi (kebijakan) ada di tangan Menteri ESDM. Sementara kordinasi di pemerintahan berada pada Menteri Kordinator Perekonomian. Bagaimana mungkin kesalahan ditimpakan pada Pertamina yang berperan sebagai operator (pelaksana)? Alasan tersebut juga sangat politis.

Alih-alih balik menyerang, Dahlan Iskan justru menunjukkan sikap ksatria. Dia justru mengambil tanggungjawab dengan lantang menyatakan, “Semuanya, saya yang salah.” Tak ayal, sikapnya tersebut langsung mendapat pujian dari Presiden saat rapat terbatas kabinet di Halim Perdana Kusumah. Konon, Wapres Budiono yang sebelumnya telah ditugaskan untuk memimpin rapat terbatas sehari sebelumnya, sampai memberikan pesan melalui ponselnya. Budiono bertanya, kenapa saat yang lain balik badan, Dahlan Iskan justru berani mengambil tanggungjawab? Singkat saja, Dahlan menjawab: “Dalam kondisi itu, harus ada yang berani ambil tanggungjawab.”

Pada akhirnya, kita disajikan, contoh mana yang layak ditiru dari para tokoh yang termaktub di atas. Apakah kita hendak memercayakan bangsa ini pada para tokoh yang menggunakan berbagai alasan retoris saat menghadapi masalah? Ataukah kita memilih langkah Anis Baswedan dan Dahlan Iskan yang berani ambil resiko dan tanggungjawab menghadapi persoalan, bahkan di saat ‘kendaraan’ yang sedang ditumpanginya tertimpa badai besar.

Wassalam.
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
3.5K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan