anggitnspAvatar border
TS
anggitnsp
Ironi Lulusan Luar Negeri tanpa Konversi Nilai dari Dikti



Ironi Lulusan Luar Negeri tanpa Konversi Nilai dari Dikti
Oleh: Budi Waluyo | 05 November 2013 | 11:10 WIB

Beberapa minggu yang lalu, aku ikut melamar CPNS untuk formasi dosen di salah satu universitas di Indonesia. Kemudian, diumumkan bahwa aku tidak termasuk diantara peserta yang lulus tahap verifikasi administrasi. Usut punya usut, ternyata penyebab ketidaklulusanku adalah panitia seleksi menghitung nilai IPK-ku dengan menggunakan sistem di Indonesia: jumlah nilai dibagi dengan jumlah SKS, hasilnya IPK-ku 2.5 dibawah standar 3.0, akhirnya dinyatakan tidak lulus tahap verifikasi administrasi.
Bagi aku yang lulusan S2 dari University of Manchester, Inggris hal ini sungguh tidak adil. Di Inggris, sistem pendidikan di Universitas tidak menggunakan skala IPK 0-4, melainkan menggunakan predikat: Distinction, Merit, Pass, dan Fail atau First Class Honor, Second Class Honor, dan Third Class Honor. Aku lulus dengan predikat Merit, predikat yang termasuk tinggi. Ketika lulus S2 dan menyetarakan ijazah ke Dikti, di SK penyetaraan ijazah Luar Negeri tidak ada satupun yang dirubah, baik title maupun nilai. Saat itu, aku bertanya,
â€Pak, nilainya ngak dikonversi ke sistem Indonesia?
“Ngak.†Jawabnya.
Tetapi, kenyataannya dilapangan nilai ku dipaksakan dihitung dengan menggunakan sistem IPK 4.0, alhasil rendah.
Selanjutnya, aku datangi panitia CPNS di Universitas yang kulamar. Aku jelaskan bahwa cara perhitungan mereka salah. Bagaimana tidak salah: di Indonesia, jumlah SKS menggunakan angka 1,2,3,4,.. dan nilai A,B,C,D,.. dimana A bernilai 4 sebagai nilai tertinggi, oleh sebab itu IPK tertinggi adalah 4, sedangkan jumlah SKS di transkripku menggunakan angka 15,30,dan 60, dan nilai dengan skala 0-100.Tentu saja nilai yang didapat dari perhitungan nilai ditranskripku rendah dalam skala 4.0, karena skala yang ada digunakan lebih tinggi, yaitu 0-100. Secara logika saja hal ini tidak bisa disamakan, apalagi secara perhitungan matematika.
Akupun membawa nilai konversi dari salah satu universitas di Amerika yang mengintepretasi nilai dari University of Manchester. Bila memang mau dipaksakan nilaiku dikonversi ke IPK 4.0, maka nilai IPK-ku setara dengan 3.5, ujarku sambil menunjukkan konversi nilai itu. Walaupun sudah dijelaskan secara panjang lebar, pihak panitia tetap tidak mau merubah keputusan mereka.
Sungguh aku tidak menyalahkan panitia seleksi tersebut, tetapi aku sangat menyayangkan tidak adanya konversi nilai resmi dari Dikti untuk lulusan luar negeri. Seandainya ada konversi nilai resmi dari Dikti, setiap universitas dan perusahaan yang ada di Indonesia akan memiliki panduan dalam menilai lulusan luar negeri.
Dari ceritaku diatas ada beberapa poin yang perlu digaris bawahi:
1. Dikti tidak memiliki konversi nilai untuk lulusan luar negeri. Bayangkan, sudah sejak zaman penjajahan orang-orang Indonesia sudah ada yang kuliah ke Luar Negeri, mungkin sudah jutaan, masih tidak punya konversi nilai juga sampai sekarang?
2. Di Peraturan Dikti No. 82/DIKTI/Kep/2009 tentang Pedoman Penilaian Ijazah Lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri, poin yang bisa diambil hanyalah,â€Legalisir ijazah dan transkrip perguruan tinggi luar negeri dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau oleh Atase Pendidikan di negara tempat ijazah diperoleh.†Pertanyaannya, kenapa hal ini tidak dilakukan oleh Dikti saat menyetarakan ijazah lulusan luar negeri? Dan yang paling penting, kenapa saat penyetaraan ijazah luar negeri tidak dilakukan konversi nilai? Terus apa manfaatnya SK penyetaraan ijazah tersebut? legalisasi? Lihat kasus diatas, ada manfaatnya tidak? Aku percaya, tidak sedikit para lulusan luar negeri diluar sana yang mengalami kasus seperti kualami ini.
3. Tidak semua negara menggunakan sistem IPK 4.0. Di Switzerland, menggunakan skala 6.0, Belanda menggunakan bandscore 10, Singapura menggunakan skala 5, Jerman dan Austria menggunakan skala 1-4 tetapi skala 1 adalah yang terbaik dan 4 yang terburuk, dan lain sebagainya. Mungkin sistem di Indonesia hanya sama dengan sistem di Amerika saja. Tetapi, kenyataannya, kebanyakan orang tidak mengerti ini dan menganggap semua negara menggunakan sistem IPK 4.0, dan Dikti juga setiap membuka lowongan kerja selalu mencantumkan IPK dengan skala 4.0, lalu bagaimana dengan lulusan luar negeri wahai Dikti?
4. Secara tersirat, dipahami bahwa Dikti menyerahkan konversi nilai dan legalisir ijazah lulusan luar negeri pada Atase Pendidikan yang ada di KBRI negara tempat studi. Memang benar, setiap Atase Pendidikan di KBRI setiap negara biasanya memiliki konversi nilai yang diterapkan di negara itu ke sistem di Indonesia. Tetapi kenapa Dikti tidak minta saja ke mereka dan kemudian melakukan konversi nilai sekaligus saat menyetarakan ijazah lulusan luar negeri? Bukankah tidak terlalu sulit menghubungi Atase Pendidikan setiap negara kemudian meminta konversi nilai mereka, lalu diresmikan oleh Dikti. Konversi nilai yang dikeluarkan atase pendidikan ini juga tidak resmi, karena tidak dikeluarkan oleh Dikti.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya sederhana, Dikti tinggal meminta konversi nilai dari Atase Pendidikan di setiap negara, meresmikannya, dan melakukan konversi nilai setiap kali menyetarakan ijazah para lulusan luar negeri. Sederhana bukan? Namun, mungkin para lulusan luar negeri perlu BERSATU memperjuangkan hal ini. Terbukti, sudah puluhan tahun, sudah jutaan orang Indonesia studi ke Luar Negeri, hal ini belum juga terwujud.
Sekarang, aku sedang mengumpulkan konversi nilai di setiap negara melalui teman-teman yang studi di negara-negara itu. Rencananya, aku ingin mengirimkan surat ke Dikti tentang permintaan untuk melakukan konversi nilai saat menyetarakan ijazah lulusan luar negeri. Surat ini juga akan disertai dengan konversi nilai dari setiap negara di luar negeri, harapannya Dikti tinggal meresmikannya saja.
Teman-teman, ayo kita lakukan ini, jika tidak untuk kita, setidaknya untuk adik-adik kita yang akan menempuh studi ke luar negeri nanti. Kita tahu bahwa studi di luar negeri perjuangannya sangat sulit sekali, lebih menyakitkan lagi ketika nilai kita tidak diakui atau dipandang rendah di negeri sendiri.
Bila teman-teman ingin berpatisipasi, silahkan hubungi Atase Pendidikan di KBRI negara tempat studi (bisa buka websitenya dan di e-mail), kemudian tanya/minta konversi nilai ke sistem Indonesia. Bila sudah dapat, mohon kirim ke mind_87@yahoo.com. Saya sedang mengumpulkan ini.
Di Negeri ini, para penegak hukum sudah ada yang melanggar hukum. Jangan sampai penjabat pendidikan, tidak mengerti pendidikan juga.
Mohon maaf bila ada kata yang salah, dan mohon koreksi/ saran untuk hal ini.
0
6.2K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan