Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

a70n98Avatar border
TS
a70n98
Pejabat Bea Cukai Dinilai Lebih 'Sakti' dari Pajak
Pejabat Bea Cukai Dinilai Lebih 'Sakti'dari Pajak



TEMPO.CO, Jakarta -
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein mengaku terkejut dengan penangkapan pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Menurut dia, jaringan pejabat yang sering bermain di Ditjen Bea dan Cukai tergolong lebih rapi daripada Direktorat Jenderal Pajak.

"Selama ini mereka memang cukup 'sakti'," ujar dia ketika dihubungi, Selasa, 29 Oktober 2013.

Yunus menuturkan, jaringan Ditjen Bea dan Cukai begitu kuat sehingga banyak Laporan Hasil Analisis PPATK yang menyebut pejabat dengan rekening gendut malah tak berlanjut ke proses hukum. "Sering kandas di tengah jalan," katanya.

Penangkapan yang dilakukan Polri, kata dia, merupakan kemajuan signifikan dari upaya pembersihan di Ditjen Bea dan Cukai. Ia mengaku tak menduga Kepolisian bisa menindak Heru.

Sebelumnya, Kepolisian membenarkan telah menangkap pejabat Ditjen Bea dan Cukai Heru Sulastyono. Ia ditangkap bersama mobil mewahnya. Heru sebelumnya pernah menjabat Kepala P2 Bea Cukai Tanjung Priok. PPATK pernah memasukkan Heru ke dalam daftar pejabat dengan rekening tak sesuai profil pendapatan.

Sumber:
http://id.berita.yahoo.com/pejabat-b...100531662.html

Sepertinmya ini salah satu rahasia umum yg uda ada dari sejak jaman dulu, maka ga heran petuga bea cukai boleh di bilang tajir-tajir semua, kok PPATK baru tau skrg... emoticon-Bingung (S) emoticon-Bingung (S) emoticon-Bingung (S) emoticon-Cape d... (S) emoticon-Cape d... (S) emoticon-Cape d... (S)


Berita lainnya:
Model Suap, dari Voucher hingga Tiket Nonton Bola

TEMPO.CO, Jakarta -
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mengatakan dugaan pemberian suap berupa polis asuransi kepada Kepala Subdirektorat Ekspor-Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, bukanlah hal baru.

Suap polis asuransi, menurut Hifdzil, sama halnya dengan suap berupa voucher belanja, cek perjalanan, dan beasiswa. "Bahkan, ada suap berupa tiket menonton sepak bola di Eropa," kata Hifdzil saat dihubungi Tempo, Rabu, 30 Oktober 2013.

Hifdzil menegaskan, tak ada alasan bagi aparat penegak hukum kesulitan membongkar kasus suap para pejabat publik lantaran ada aliran uang yang tak terlacak. KPK, misalnya, bisa memaksa Bea dan Cukai membuka semua catatan aliran keuangan pegawainya.

Kemarin dinihari, polisi mencokok Kepala Sub-Direktorat Ekspor-Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, di Perumahan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten. Kuat diduga ia disuap dengan modus baru, berupa pemberian polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar atas nama Heru.

Karena itulah, polisi menduga Heru menerima suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Yusran juga memberi Heru sebuah Nissan Terano dan Ford Everest. Yusran ditangkap pada pagi harinya di rumahnya, Ciganjur, Jakarta Selatan.

Direktur Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, mengatakan Yusran diduga menyuap Heru untuk menghindari audit Kantor Bea Cukai. Ia kemudian melakukan buka tutup perusahaaan untuk menghindari audit.

Menurut sumber Tempo, pengusutan kasus ini berawal dari pelaporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening gendut Heru. Selama periode 2009-2012, kata dia, PPATK mencatat transaksi di rekening Heru mencapai Rp 60 miliar, termasuk dari Tanjung Jati Utama.

Ia juga menyanggah perihal pernyataan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein ihwal, mandeknya eksekusi penegak hukum terkait rekening tambun pegawai Bea dan Cukai. Yunus mengatakan bahwa jaringan pejabat Bea dan Cukai sakti alias tak tersentuh.

Bagi Hifdzil, tak ada satu pun pejabat publik yang tak bisa disentuh. Justru ini adalah tantangan bagi penegak hukum untuk membongkar jaringan sistemik. "Serapi-rapinya jaringan, pasti ada titik celahnya," kata dia.

Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2013/1...et-Nonton-Bola


Pengawasan Longgar, Pejabat Bea Cukai Mudah Disuap

Starberita-Jakarta,
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mempertanyakan lemahnya mekanisme pengawasan internal di Direktorat Jenderal Pajak. Institusi di bawah Kementerian Keuangan ini tak boleh longgar karena menangani pendapatan negara sebagaimana kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Menurut Hifdzil, lemahnya pengawasan itu tergambar masih adanya pegawai dan pejabat terjerat kasus suap. Hal ini jelas dipicu oleh pengawasan internal yang tak berjalan sehingga pemerintah harus menjelaskan apa penyebab sistem tersebut tak optimal.

"Jangan-jangan pengawasan memang diatur menjadi tumpul," kata Hifdzil Rabu, (30/10). Dia pesimistis pegawai level terbawah di sektor pendapatan negara, seperti Kantor Pelayanan Pajak serta Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai, bersih dari suap.

Kemarin dinihari, polisi mencokok Kepala Subdirektorat Ekspor-Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, di Perumahan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten. Kuat diduga ia disuap dengan modus baru, berupa pemberian polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar atas nama Heru.

Karena itulah, polisi menduga Heru menerima suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Yusran juga memberi Heru sebuah Nissan Terano dan Ford Everest. Yusran ditangkap pada pagi harinya di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Direktur Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan Yusran diduga menyuap Heru untuk menghindari audit Kantor Bea-Cukai. Ia kemudian melakukan buka tutup perusahaaan untuk menghindari audit.

Menurut sumber Tempo, pengusutan kasus ini berawal dari pelaporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening gendut Heru. Selama periode 2009-2012, kata dia, PPATK mencatat transaksi di rekening Heru mencapai Rp 60 miliar, termasuk dari Tanjung Jati Utama. (tem/yez)

Sumber:
http://www.starberita.com/index.php?...ukum&Itemid=41


Pegawai Bea Cukai Disuap Polis Asuransi Rp5 Miliar



Metrotvnews.com,
Jakarta: Modus baru penyuapan terhadap pejabat negara terdeteksi dilakukan lewat polis asuransi bertingkat. Polis-polis yang dicairkan sebelum jatuh tempo itu dilakukan untuk mengaburkan pemberi suap. Nilainya mencapai Rp5 miliar. Ini sebagai balas jasa konsultasi penghindaran pajak.

"Kalau yang sudah diungkap oleh kami, ini (modus suap) yang pertama lewat polis. Total (yang sudah dicairkan sebagai suap) Rp5 miliar lebih," kata Kepala Subdirektorat Money Laundering Badan Reserse Kriminal Polri Kombes Agung Setya di Jakarta, Selasa (29/10).

Tindak penyuapan itu dilakukan pengusaha bidang ekspor-impor YA (Yusran Arif), 47, terhadap Kepala Subdirektorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Type A Tanjung Priok, HS (Heru Sulastyono), 46. Pemberian sejumlah uang itu merupakan imbal jasa peran Heru sebagai konsultan penghindaran pajak dan bea ekspor-impor perusahaan milik Yusran. "HS yang menyarankan YA untuk berganti-ganti perusahaan agar menghindari audit bea dan pajak," ujar dia.

Agung menjelaskan upaya kongkalikong dua orang itu dilakukan dengan siasat pendirian 11 perusahaan ekspor impor secara bertahap oleh pengusaha bidang ekspor impor mainan, aksesoris, spare part mesin, biji plastik, dan lainnya. Dari jumlah itu, cuma satu perusahaan yang berbadan hukum, PT Tanjung Utama, di Medan. Sebanyak 10 perusahaan lain didirikan tak lebih dari satu tahun. Sebelum terkena kewajiban bea dan pajak ekspor impor tahunan, perusahaan ditutup kemudian membuka perusahaan lain.

Atas jasa itu, Yusran memberikan sejumlah barang, yakni mobil Ford Everest dan Nissan Terrano. Selain itu, ada pemberian uang senilai lebih dari Rp5 miliar kepada pejabat yang dikenalnya sejak 2001. Namun, gratifikasi uang itu dilakukan dengan mekanisme polis untuk menyamarkan muasal dana (layering). "Mengenai jumlah kerugian negara masih kami lakukan audit bersama Kemenkeu," imbuhnya.

Yusran kemudian membuat 11 polis asuransi atas nama Heru di dua perusahaan, Commonwealth dan PruLink. Nilai polisnya antara lain sebesar Rp5 miliar dan Rp6 miliar. Tiap polis itu ditarik sebelum jatuh tempo yang rata-rata lima tahun. Dana itu kemudian itu dimasukkan ke polis yang baru. Proses itu terjadi pada 2005 hingga 2007. Lantaran berulang kali ditarik sebelum jatuh tempo, Yusran menderita kerugian sebagai denda polis sebesar Rp1,2 miliar.

"Polis asuransi yang dicairkan sebelum jatuh tempo itu kena penalti sekian persen. Tapi enggak masalah. Ada juga pemberian mobil yang dibalik nama dengan nama orang lain, dipakai kerabat. Praktik ini telah masuk tindak pidana suap, gratifikasi terhadap penegak hukum," timpal Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen Arief Sulistyanto.

Pihaknya mulai mengendus modus itu atas informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sejak setahun lalu. Kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan pada sebulan lalu. Dia mengakui lamanya proses penyelidikan lantaran sulitnya membuktikan aliran dana yang dilakukan lewat modus baru ini. (Arif Hulwan)

Sumber:
http://www.metrotvnews.com/metronews...nsi-Rp5-Miliar

Makin kreatif aja suap menyuapnya... emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak
Diubah oleh a70n98 31-10-2013 02:01
0
6.2K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan