Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

purnomo1986Avatar border
TS
purnomo1986
Misteri Situs Megalithik Gunung Padang mulai Terkuak
Situs Gunungpadang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede[1]. Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini.
Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam[1]. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat.[2] Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, berusaha membangun istana dalam semalam.
Fungsi situs Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun S.M.[2] Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada[3]. Selain Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan peninggalan periode megalitikum.
Sejak Maret 2011 Tim peneliti Katastrofi Purba yang dibentuk kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei untuk melihat aktifitas sesar aktif Cimandiri yang melintas dari Pelabuhan Ratu sampai Padalarang melewati Gunung Padang. Ketika tim melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang diketahui tidak ada intrusi magma. Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah permukaa Gunung Padang secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni geolistrik, georadar, dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya, semakin meyakinkan bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau dibentuk oleh manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja,[4] terdiri dari pakar kebumian ini semakin meyakini bahwa Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau yang pernah hidup di wilayah itu.

Hasil mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta Analytic Miami, Florida,minggu lalu tambahnya dimana umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter bada bor 2 umurnya sekitar 14500 – 23000 SM/atau lebih tua. Sementara beberapa sample konsisten dengan apa yg di lakukan di Lab BATAN. Kita tahu laboratorium di Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap menjadi rujukan berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating. [8]

Kedua laboratorium ini menjawab keraguan banyak pihak atas uji sampel di laboratorium BATAN. Sebelumnya,tim riset terpadu mandiri telah melakukan uji terkait usia Gunung Padang di laboratorium BATAN, namun tidak banyak respon positif, bahkan meragukannya. Padahal hasil yang diperoleh oleh kedua laboratorium itu tidak banyak berbeda, Sudah saatnya kita percaya terhadap kemampuan dan kualitas para ilmuwan serta laboratorium nasional seperti BATAN, berikut hasil uji di kedua laboratorium tersebut:

1. Umur dari lapisan tanah di dekat permukaan (60 cm di bawah permukaan) ,sekitar 600 tahun SM (hasil carbon dating dari sampel yg diperoleh Arkeolog, Dr. Ali Akbar,anggota tim riset terpadu di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN);

2. Umur dari lapisan pasir-kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar 4700 tahun SM atau lebih tua (diambil dari hasil analisis BATAN;

3. Umur lapisan tanah urug di kedalaman 4 meter diduga man made stuctures (struktur yang dibuat oleh manusia)dengan ruang yang diisi pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras 5 pada Bor-2,sekitar 7600-7800 SM (Laboratorium BETA Miami, Florida)[9];

4. Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan);

5. Umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua (lab BETA Miami Florida).

Sebelumnya tim riset katastropik purba dan dilanjutkan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang menemukan beberapa hal penting:

Kontroversi

Ada beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki keterkaitan dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan bentuknya yang mirip dengan ruang didalamnya dan karena umurnya yang jauh lebih tua dibandingkan piramida yang ada di mesir. saaat ini situs padang masih berada dalam masa pengkajian lebih lanjut.

Menelusuri misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi--bandingkan dengan piramida Giza di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum maksimal, dan ini menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap "piramida" itu. Terlalu dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melanjutkan penelitiannya pada 2013 ini. [14] Hingga saat ini Gunung Padang sudah menjadi buah bibir setelah Tim Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Sesar Cimandiri, sekitar empat kilometer ke arah utara dari situs tersebut.

Kontroversi merebak setelah Andi Arief merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang pada awal tahun lalu. "Apa pun nama dan bentuknya, yang jelas di bawah itu ada ruang-ruang. Selintas tak seperti gunung, seperti man-made." demikian jelas Andi Arief

Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir segitiga sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan bentuk serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung saat meneliti Sesar Lembang.

Andi Arief mengatakan pekerjaan timnya di Gunung Padang sudah hampir kelar. Untuk urusan penggalian, dia angkat tangan karena membutuhkan biaya besar. Namun demikian, Andi Arief bersama Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang terus melanjutkan penelitian dan survei untuk mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang dengan berbagai metodologi, baik geofisika, arkeologi, paleosedimentasi, arsitektur dan kawasan, dan lain-lain. Direncanakan tim ini akan terus bekerja hingga Maret 2014 nanti.

Menjelang akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan survei pada 2012 dan merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang. Pada pertemuan itu dihadiri oleh geolog andal, Dr. Danny Hilman Natawijaya, paleosedimentolog, Dr. Andang Bachtiar, arkeolog muda ahli prasejarah, Dr. Ali Akbar, ahli budaya, Dr. Lily Tjahjandari, praktisi arsitek dan kawasan, Pon Purajatnika, ahli kompleksitas dan astronomi, Hokky Situngkir, Rolan Mauludi, ahli permodelan sipil, Dr. Budianto Ontowirjo,ahli petrografi, Dr. Andri S Subandrio, geofisisis, Erick Ridzky, dan tentu saja dihadiri juga oleh inisiator tim, Andi Arief.[15]

Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Staf Khusus Presiden pada 18 Desember 2012 itu, menghasilkan pandangan-pandangan baru dari para ahli yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri memaparkan dan mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke depan. Tim Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah mencapai 99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil survei geolistrik, georadar, maupun geomagnetik, serta dan alat bantu geofisika lainnya. Selain tentunya citra satelit, foto IFSAR, kontur dan peta model dijital elevasi (DEM). Dari berbagai data yang dihasilkan itu, ditambah dengan pembuktian paleosedimentasi di beberapa titik bor sampling, serta analisa petrografi, secara saintifik bisa disimpulkan bahwa memang ada man-made structure di bawah permukaan situs Gunung Padang.

Bangunan di bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan bentuk-bentuk struktur lain (dugaan goa atau lorong), serta kecenderungan adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat geofisika. Temuan ini makin diperkuat dengan temuan Tim arkeologi yang berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung Padang juga tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini. Bahkan temuan awal artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs, menunjukkan dugaan kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru sejak situs ini pertama kali ditemukan.

Di samping itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain memaparkan berbagai jenis potongan batu (yang menunjukkan campur tangan manusia dan teknologi masa itu), juga memaparkan luasan situs yang jauh lebih besar dari yang ada sekarang. Tim ini sudah menemukan struktur yang hampir mirip dengan temuan di Sumba Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya tim arsitektur menemukan kemiripan yang sama dengan piramida Machupichu Peru.

Dalam waktu dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat berdasarkan perbandingan yang ada. Sementara Tim astronomi akan menyelesaikan temuan timeline tahun pembuatan yang bisa secara saintifik dilakukan di luar hasil radio-carbon dating yang sudah dilakukan sampai validasi di dua lab yaitu labpratorium Badan Atom Nasional dan laboratorium radio-carbon di Miami Florida, Amerika Serikat.

Apa yang akan dilakukan Ke depan? Semua tim terus bekerja dengan titik konsentrasi di lokasi yang berada di luar situs. Tim arkeologi menjadi terdepan membuka “pintu peradaban” leluhur kita yang sangat luar biasa ini. Adapun bentuk dan isi di dalamnya akan secara otomatis terkuak. Kita berharap kelanjutan riset ini berjalan lancar, dan akan selalu akan diumumkan terbuka kepada masyarakat.[16]

Disadari bahwa riset ini bukan hanya milik peneliti tetapi milik masyarakat luas. Kita berharap tidak berhenti pada terbukanya pintu peradaban saja, lebih dari itu ditemukan sesuatu yang bermanfaat dan dirasakan langsung oleh rakyat, ada dampaknya buat kesejahteraan rakyat masa kini dan masa depan.

Pada awal Januari 2013 Tim Arkeologi yang dikomandoi arkeolog muda Universitas Indonesia, Ali Akbar, kembali merilis temuan 5 makam tua di areal yang kini menjadi objek penelitiannya. Penemuan tersebut bisa mengungkap tabir baru bahwa masyarakat sekitarlah yang pertama kali menemukan situs Gunung Padang. Dikemukakan bahwa penemuan 5 makam di sisi teras kelima situs itu, yang memiliki artefak (nisan) terbaca 2 makam saja. Berdasarkan pengamatannya, makam tersebut ada di areal situs megalitik sekitar tahun 1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat satu makam yang sedikit memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari sepasang nisan makam tersebut. Dijelaskan Ali Akbar, bahwa bila dilihat dari bentuk makamnya, itu adalah makam Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan satunya lagi bertuliskan huruf Arab. Menurut penjelasannya, dengan adanya temuan makam tua tersebut, berarti ada masyarakat yang tinggal dan menetap di situ. Kemudian ada jeda sampai NJ Krom menemukan situs tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda pada 1914.

Pada salah satu nisan tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad yang dimakamkan bernama "Hadi Winata" yang wafat pada tahun 1947. Almarhum tertulis juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir pada tahun 1879. Di nisan lainnya, makam yang sama, tertera pula tulisan Arab, di nisan tersebut terbaca 'prabu' serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H. Diperkirakan kemungkinan jasad yang dimakamkan itu merupakan golongan bangsawan bila sekilas diamati dari nama latin yang tercantum di nisan dan juga tulisan 'Prabu' di nisan berhuruf Arab. Para peneliti masih terus bekerja untuk bisa menaksir usia makam lainnya yang ada di areal Gunung Padang.

Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi, atau kita sebut saja sebagai semen purba. [17]

Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.

Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta lebih mengejutkan lagi. Ternyata material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah 14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah komposisi bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.

Barangkali ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika.

Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.

Oleh karena itu dapat disimpulkan material diantara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut

Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi, atau kita sebut saja sebagai semen purba. [17]

Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.

Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta lebih mengejutkan lagi. Ternyata material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah 14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah komposisi bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.

Barangkali ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika.

Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.

Oleh karena itu dapat disimpulkan material diantara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut

Penelitian di Gunung Padang belum selesai. Tim Terpadu Riset Mandiri, walaupun tanpa dibantu dana negara, akan terus bekerja keras meneliti banyak misteri besar yang masih belum terkuak. Termasuk melakukan pemboran, atau eskavasi dalam untuk membuktikan dengan lebih gamblang keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter.

Demikian juga pentarikhan umur situs. Walaupun sudah dilakukan dengan teliti dan hati-hati, masih perlu dicek ulang dengan sampel-sampel yang lebih baik lagi, karena umur ini hal yang sangat vital untuk kesimpulan akhirnya nanti.

Tim juga menduga situs Gunung Padang kemungkinan besar tidak dibangun dalam satu masa, tapi produk lebih dari satu lapis kebudayaan. Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi menhir-menhir, belum tentu sama dengan masyarakat yang membuat susunan batu-batu kolom dengan semen purba. Demikian juga bangunan susunan batu kolom andesit di permukaan, atau yang sudah tertimbun beberapa meter di bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan struktur bangunan di bawahnya lagi.

Penelitian ala Tim Terpadu Riset Mandiri memperlihatkan bahwa bahu membahu yang erat dari berbagai disiplin ilmu dengan metoda penelitian saling mengisi sangat diperlukan untuk menguak warisan kebudayaan nusantara. Masalah Gunung Padang tidak bisa lagi dikesampingkan. Walaupun masih banyak pertanyaan belum terjawab, dan analisa yang belum tuntas, hasil-hasil penelitian yang sudah ada memberikan banyak informasi penting.

Juga ada harapan situs Gunung Padang berpotensi setara Borobudur, dengan makna yang penting karena dapat menjadi terobosan pengetahuan tentang “the craddle of civilizations” pada abad ini. Ia bisa menjadi bukti monumen besar dari peradaban adijaya tertua di dunia, yang entah karena bencana apa, musnah ribuan tahun lalu dalam masa pra-sejarah Indonesia.

Spoiler for FOTO2 nya:


sumber : wikipedia
http://www.facebook/Pesan.Tiket
Pemesanan Tiket Pesawat dan Kereta Api
Diubah oleh purnomo1986 31-10-2013 09:20
nona212
nona212 memberi reputasi
1
4.5K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan