Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

semlohkcolrehs.Avatar border
TS
semlohkcolrehs.
Dewa Suprapte, "Tukang Sulap" yang Ubah Ubi Jadi Wine


INDONESIAbanyak memiliki makanan–makanan rumahan yang diolah dari hasil kebun sendiri. Sayangnya, makanan-makanan rumahan ini masih memiliki nilai jual yang kecil, lantaran gengsinya yang dianggap tidak cukup tinggi.

Namun, Dewa Suprapte melihat ada makanan “murahan” yang bisa naik derajatnya jika diolah dengan lebih baik. Makanan tersebut, adalah ubi ungu. Lantas diolah menjadi apa ubi ungu tersebut, sehingga dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi?

Dewa menjelaskan, ubi ungu memang dapat dibuat menjadi beberapa makanan, seperti keripik bahkan bakpao. Namun, orang-orang yang mengonsumsi, akan cepat bosan dengan makanan tersebut. Oleh karenanya, dia pun menyulap ubi ungu tersebut menjadi wine.

Dia mengisahkan, dia telah meneliti ubi ungu ini, selama 10 tahun saya meneliti. Menurutnya, memang dibutuhkan proses yang cukup lama untuk penelitian ini. Pasalnya, jika terburu-buru menentukan, maka nilai tambahnya kecil.

“Kalau kita ubah jadi keripik atau makanan lain, itu nilai tambahnya kecil, dan orang pasti cepat bosan. Tapi kalau kita jual menjadi wine, dia bisa naik kelas kan,” ungkapnya kepada Okezone.

Dewa melanjutkan, ubi ungu dipilih, lantaran memiliki atusan yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang dia lakukan bekerja sama dengan Universitas Udayana, ubi ungu ternyata memiliki peran penting dalam hal dalam kesehatan.

“Efek kesehatannya itu baik untuk mengendalikan kolesterol, darah tinggi, dan kata orang yang sudah mengonsumsi bisa meningkatkan vitalitas. Katanya sih gitu,” jelasnya sambil tertawa.

Selain itu, ubi ungu ini juga baik untuk kaum hawa. Berdasarkan riset yang dilakukannya, ubi ungu memang baik dalam mencegah kanker. “Kaum perempuan biar mulus, dan bisa untuk mencegah kanker payudara (servik), kebetulan memang kita teliti manfaat kesehatannya seperti itu,” jelasnya.

Produksi Rumahan Berteknologi Tinggi

Dewa melanjutkan, wine ubi ungu ini tercetus ketika dia tengah melanjutkan studinya di Jepang. Saat itu, dia melihat ada ubi yang diubah menjadi minuman beralkohol, yakni soju. Meski begitu, dia tidak ingin minuman tersebut hanya dapat dikonsumsi saja, namun juga berguna dalam aspek kesehatan.

Dia pun berinisiatif mengembangkan ubi ungu tersebut menggunakan produksi rumahan dan juga menggunakan bahan-bahan dari dalam negeri, termasuk untuk memberikan rasa alkohol pada ubi ungu tersebut.

“Fragmentasi kebetulan saya kembangkan dengan ragi yang saya bikin sendiri dari lokal, saya isolasi dari pisang, jadi lebih untung. Karena biasanya ragi itu pada impor, dari Eropa atau dari mana, tapi saya punya ragi sendiri, jadi kita bisa menciptakan nilai tambah lagi,” jelas dia.

Dia melanjutkan, dengan adanya produksi ini, maka dia pun bisa mempekerjakan para petani yang khusus menyuplai ubi ungu. Meski menjadi suplier khusus, namun dia tetap membeli dengan harga pasaran.

“Kalau biasanya di jual ke pasar Rp2.000 per kilogram, kita bisa beli tiga kali lipatnya. Jadi biar dia senang, dan kita juga kan membantu petani, daripada kita beli di pasar, harganya sama tapi yang dapat untung bukan si petani. Tapi, kita ajarkan juga dia untuk menanam ubi ungu yang kualitasnya bagus, jadi kita didik juga,” jelas dia.

Menurut dia, diperlukan 1,5 kilogram ubi ungu untuk membuat sebotol wine ubi ungu tersebut dengan waktu kurang lebih 2,5 jam. Adapun bibit yang ditanam, merupakan bibit asli dari daerah Badung, Bali, yang kemudian dikembangkan. “Untuk kapasitas produksi, kita punya 15 kepala keluarga (kk) petani yang mengembangkan,” tambahnya.`

Dewa menjelaskan, memang awal penjualan tersebut, wine in i hanya beredar lewat dokter yang punya klinik. Tidak heran jika para penggemar wine tersebut kebanyakan adalah ahli kesehatan seperti dokter.
“Langganan kita kebanyakan dokter. Ada 200 lebih di Universitas Udayana, dan mereka itulah yang jadi langganan kita, di Bogor juga ada, di ITB. Jadi usai praktek selesai mereka minum 1-2 seloki supaya tidur nyenyak, karena kan para dokter itu susah tidur. Itu bagus untuk kesehatan, asal jangan satu botol saja,” ungkap Dewa.

Usahanya pun tidak sia-sia, wine ubi ungu akhirnya dilirik oleh seorang distributor yang tertarik untuk menjadi distributor tunggal wine ubi ungu, yakni PT Duku Lestari. Dari situ, wine ubi ungu pun dikemas lebih menarik, dan mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Wine ini pun akhirnya tidak lagi diedarkan di Pulau Bali saja, namun juga beredar di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Menurutnya, dengan harga awal Rp70.00 distributor tersebut dapat menjual sebotol wine ubi ungu di kisaran Rp110.00. “Bahkan ada yang sampai Rp250.000, tergantung tempatnya,” katanya.

Dengan demikian, dia pun mampu meraup keuntungan hingga ratusan juta. Meski begitu, keuntungan tersebut juga harus dipangkas lantaran adanya pembayaran cukai dan PPN yang juga tidak murah. “Memang setelah jadi wine gengsi memang lebih tinggi, tapi biaya jauh lebih mahal. Yang penting, dari bahan yang dibilang murahan itu bisa jadi barang mahal, setelah kita sulap kastanya jadi tinggi,” tutur dia.

Dewa melanjutkan, memang saat ini sudah tersedia distributor tunggal, namun dia berharap adanya distributor lainnya dari daerah untuk memasarkan produk ini. Dengan demikian, maka produksi ini dapat terkenal, dan mampu menembus pasar Asia. “Harapan saya untuk Asia itu cocok, karena alkoholnya rendah, kan tidak sampai 5 persen, jadi saya ingin wine ubi ungu ini tembus pasar Asia,” celotehnya.

Tak Hanya Wine

Menurut Dewa, dia tidak hanya bereksperimen lewat wine, namun juga dalam bentuk minuman lainnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan variasi, bagi para mereka yang tidak ingin menyukai wine. “Kita dua tahun lalu juga mengembangkan sirup, tapi karena sirup manis kita hentikan, karena takutnya jadi kena penyakit gula,” jelasnya.

Berbeda dengan wine yang kini telah mendapatkan distributor resmi, jus ubi ungu ini masih murni produksi rumahan. Oleh karena itu, produksi jus ubi ungu ini juga masih sangat terbatas. “kita punya 30 orang pegawai. Kita bisa produksi jus itu sekira itu 6.000 botol, tapi sekarang kita turunkan, hanya 3.000 botol, kalau wine bisa sampai 10.000. Ini semua tergantung pasar,” kata dia.

Dewa menjelaskan, dibutuhkan sekira 1 kilogram ubi ungu untuk membuat sebotol besar jus ubi ungu tersebut. Jus tersebut kemudian dipasarkan dengan harga Rp75.000 untuk botol besar, sementara untuk botol kecil, dia mematok harga Rp30.000.

Dia menambahkan, jus ubi ungu ini juga telah mendapat sertifikat dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Jus ubi ungu ini, didistribusikan langsung dari dia. “Dari saya kalau botol kecil itu kan Rp15.000, jadi kalau ada yang ingin ikut menjual bisa hubungi saya. Karena dengan cara ini lebih praktis dibandingkan dengan saya taruh di took,” tukas dia.

=============

baru tau kalo ubi bisa diubah jadi wine, mantap nih prodeknya emoticon-I Love Indonesia (S)
0
3.7K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan