- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pengkhianatan Pada Tuhan Ku (Share sedikit gpp kali ya)
TS
cullen0617
Pengkhianatan Pada Tuhan Ku (Share sedikit gpp kali ya)
Welcome To My Thread
Ini adalah Thread pertama ane, agak panjang sih. Tapi semoga berguna ya!
Quote:
"Gue sayang banget sama dia, Tapi.. Kita beda keyakinan"
Pernah mengalami kejadian kayak gini? Sakit gak sih? saat kalian udah cocok satu sama lain, udah menjalin hubungan bertahun-tahun. Bimbang mau putus, tapi.. Heeey!! gak bisa! Gue sayang banget sama dia!
Mau lanjut? Tapi, gak bisa juga.. Kita beda keyakinan
Jadi.. baiknya harus gimana?
Oke-oke tees gak pake berpanjang lebar lagi deh. Nih Sedikit renungan buat agan/sist yang akan mencoba atau bahkan sedang menjalin hubungan beda keyakinan. Lets Cekidot!
Pernah mengalami kejadian kayak gini? Sakit gak sih? saat kalian udah cocok satu sama lain, udah menjalin hubungan bertahun-tahun. Bimbang mau putus, tapi.. Heeey!! gak bisa! Gue sayang banget sama dia!
Mau lanjut? Tapi, gak bisa juga.. Kita beda keyakinan
Jadi.. baiknya harus gimana?
Oke-oke tees gak pake berpanjang lebar lagi deh. Nih Sedikit renungan buat agan/sist yang akan mencoba atau bahkan sedang menjalin hubungan beda keyakinan. Lets Cekidot!
Spoiler for Cekidot:
Nana baru saja terbangun dari tidur siangnya yang nyeyak. Matahari siang ini sangat terik ternyata, hingga dapat menembus celah mata dan kaca mobil yang ditumpangi.
"Na.. Ayo bangun sudah sampai"
"Ia ma Nana juga udah bangun kok" Ucap Nana sembari sesekali menguap lebar.
Papa yang sedang memastikan parkirannya sudah benar hanya bisa tersenyum melihat putrinya yang sedang beranjak dewasa itu.
Setelah mesin dimatikan, Nana berjalan keluar dengan susah payah, langsung saja memasuki salah satu kamar yang terdapat dalam rumah di depan mereka.
Sejuk berhembus yang di hasilkan mesin pendingin ruangan dan di tambah wangi apel adalah hal pertama yang di rasakan Nana kala ia membuka pintu kamar tersebut.
"Heh! Kamu ngagetin aku aja! Kalo mau masuk ketuk pintu dulu kek, salam kek, apa kek. Main nyelonong masuk kamar orang seenaknya! Kalau aku belum pakai kerudung gimana?!" Seru seorang perempuan yang sebaya dengannya.
"Hoaammzz.. Sorry.. Sorry.. Efek ngantuk Del."
Delisa, Perempuan yang tadi menegur Nana kini tengah sibuk melipat mukena yang baru selesai ia gunakan. "Jadi, mau ngerepotin aku berapa hari kali ini?" Ucap Delisa santai.
Nana yang sedang berbaring menatap langit kamar, dengan santai menjawab pertanyaan yang Delisa ajukan. "Mungkin 3 hari. Eh lagian ini kan pertama kalinya aku nginep tauk!.. Biasanya juga kamu yang nginep di rumah aku."
"Permintaan siapa aku nginep?"
"Yaa aku juga sih.." ujar Nana mengeyeritkan dahi. " Del, kamu abis sholat kali? Banyak banget mukenanya, ada sarung pula."
"Ia.. Ini bekas yang lain juga. Eh udah sholat?"
"Lagi gak sholat. Eh itu yang lain. Maksudnya Om, tante, sama adek kamu?"
"Siapa lagi?"
"Ya.. Kali aja sama pak RT juga." Delisa diam sejenak. Kembali menatap kosong langit-langit kamar. "Ng.. Kamu.. Sekeluarga sholat bareng-bareng?"
* * * * * *
"Ma.. Sudah sampai. Coba bangunin Nana." Ujar papa yang hendak mencari tempat untuk parkir agar tak menghalangi jalan.
"Na.. Ayo bangun sudah sampai"
"Ia ma Nana juga udah bangun kok" Ucap Nana sembari sesekali menguap lebar.
Papa yang sedang memastikan parkirannya sudah benar hanya bisa tersenyum melihat putrinya yang sedang beranjak dewasa itu.
Setelah mesin dimatikan Nana berjalan keluar dengan susah payah, langsung saja memasuki salah satu kamar yang terdapat dalam rumah di depan mereka.
"Kamu sudah bilang sama mas Tyan kalau kita mau dateng ?"
"Udah kok pa. Udah bilang juga kalo Nana mau nginep." Mama menatap dengan lembut sepasang padangan hangat yang terhalang kacamata bening di hadapanya.
"Ehem.. Kalian ini. Puasa-puasa masih saja sempat pandang-pandangan seperti itu." Sapa suara yang terdengar begitu mereka kenal.
"Eh mas Tyan. Assalamualaikum mas." Ucap mama sambil mencium telapak tangan Kakak tercintanya itu.
"Waalaikumsalam. Kebetulan sekali kalian datang. Jadi bisa bantu-bantu membuat makanan untuk buka. Ahaha. Ayo, ayo masuk. Chris apa kabar kamu?.. Sudah lama rasanya.."
Mama langsung masuk saja menuju dapur, dengan maksud tak ingin terlibat dalam obrolan panjang antara suami dan kakaknya. Baru saja melangkahkan kakinya masuk, sudah tercium harum masakan yang begitu menggoda selera.
"Eh Ri kamu kapan dateng?" sapa perempuan berjilbab yang sedang mengaduk satu panci masakan dihadapanya.
"Ia mba' baru aja aku dateng. Eh ya sini mba' aku bantu, siapa tahu aku bisa numpang buka puasa disini." seloroh mama santai
"Ah ahahaha kamu Ri, bisa saja. Oh ya chris mana? Kamu sendiri ke sini?"
"Enggak mba' aku sama Nana sama Chris juga."
"Oo.. Sudah kamu sediain minum dulu sana suami mu, oh ya di kulkas juga ada puding buatan mba kemarin. Barangkali dia mau"
"Baik mba' " Mama langsung saja mengambil sebuah cangkir yang tertata rapi sedemikian rupa dalam lemari kaca.
* * * * * *
"Ya.. Kali aja sama pak RT juga." Delisa diam sejenak. Kembali menatap kosong langit-langit kamar. "Ng.. Kamu.. sekeluarga sholat bareng-bareng?"
"Iya.." Kali ini Delisa sedang sibuk merapikan sajadah-sajadah yang menumpuk disampingnya.
"Setiap hari Del?" Suara Nana memelan
"Gak tiap hari sih.. Kalo Papa udah pulang ya sekeluarga. Kalo enggak ya sama mama aja Del."
"Ngg.. Gimana caranya.?"
"Caranya apa maksud kamu?" suara Delisa terdengar heran, ia menaikan alisnya.
"Cara sholatnya. Susunannya, doa, adzan, ya gitulah"
"Ya sama seperti di masjid. Begitu tau waktu sholat, Papa adzan sambil menunggu kita wudhu. Lalu papa memimpin kita. Hmm.. Pertanyaan mu aneh Na sepeti tak pernah sholat sama papa kam..u..." Suara Delisa memelan, menyadari ada kesalahan fatal dari ucapannya. Delisa langsung terdiam. Menatap Nana khawatir yang sedari tadi hanya berbaring sambil menatap langit kosong di kamarnya.
"Emang aku gak pernah.. Kamu lupa..?" Jawab Nana dengan senyum kecut, dan tanpa ia sadari sudah mengembang air mata di pelupuk matanya.
"Na.. Aku bener-bener gak maksud.." Delisa sangat bersalah saat itu, hingga suaranya hanya terdengar sepeti suara desahan khawatir.
Nana memalingkan wajahnya ke arah Delisa sambil tersenyum "Ia Del, aku tau kamu gak sengaja.. Ahaha.. Gak usah gitu ah.. Itu bukan masalah besar buat ku."
Hening. Lama sekali. Hanya sesekali terdengar suara mesin pendingin yang memecah keheningan.
Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Ng.. Na.. Jadi.. Tadi kamu dari gereja langsung kesini?" Ujar Delisa bermaksud memecah keheningan yang kian menyiksa rasa bersalah Delisa.
Tak ada reaksi apa pun dari Nana. Dia hanya diam terbaring, tetap menatap kosong langit-langit kamar.
Delisa benar-benar menyesali tindakanya. Bukankah mulutnya sekarang tak ubahnya pedang yang mampu mengoyak saudaranya sendiri? Seharusnya Ia ingat bahwa Nana akan menjadi sensitif bila ini menyangkut masalah kepercayaan.
"Del.." Ujar Nana lirih, Ia mengubah posisinya yang semula menjadi duduk tegak menghadap Delisa. "Apa keluarga kalian. Suka mengaji bersama. Berdoa. Bahkan bangun di malam sepertiga itu?"
Tatapan mata itu, Delisa sama sekali tak mampu melihatnya. Tega sekali aku membuat saudara ku tertusuk paku karat hingga membuatnya terluka sangat dalam. "Ng.. Ia. Na.."
"Kalian juga sholat idul fitri bersama?"
"Na.." Delisa tak bisa meneruskan jawaban itu, ia hanya mengeluarkan tatapan memohon dan rasa bersalah yang teramat.
"Sepertinya iya.." Nana tertunduk, pelan sekali ia mengucapkan kata-kata itu.
"Apa kau merindukannya Na?" tanya Delisa sangat hati-hati.
"Bodoh! Apa kau berusaha mengejeku? Bagaimana mungkin aku merindukan sesuatu yang bahkan aku belum merasakannya sama sekali?!"
Pertahanan itu runtuh. Nana yang tertunduk mulai meneteskan pedih yang selama ini ia tahan. Ia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi dalam dirinya, saat itu ia hanya ingin mengeluarkan sesuatu yang membuatnya terhempas begitu dalam.
* * * * * *
"Oo.. Sudah kamu sediain minum dulu sana suami mu, oh ya di kulkas juga ada puding buatan mba kemarin. Barangkali dia mau"
"Baik mba' " Mama langsung saja mengambil sebuah cangkir yang tertata rapi sedemikian rupa dalam lemari kaca.
"Loh kamu sedang tidak puasa Ri?" tanya Mba Dina begitu melihat dua piring keci berisi puding diatas meja makan.
"Egak mba' ini buat Nana, dia sedang tidak puasa."
"Ya sudah cepat sana. Bantu mba kalau sudah selesai"
Mama melangkah menuju pintu kamar bercat biru muda di depanya sambil membawa nampan berisi dua piring kecil puding dan satu cangkir berisi es teh manis.
Mama menaruh nampan itu di meja yang berada dekat pintu itu agar bisa membuka pintu yang tertutup. Namun, mama lebih tertarik mendengarkan sedikit apa yang dibicarakan oleh putrinya sendiri. Hingga ia mengurungkan niat dan memutuskan menunggu untuk mendengarkan sebentar.
"Apa keluarga kalian. Suka mengaji bersama. Berdoa. Bahkan bangun di malam sepertiga itu?"
"Ng.. Ia. Na.."
Mama sudah mengerti arah dari pembicaraan ini. Sesak sekali mendengar putrinya menanyakan sesuatu yang bahkan mungkin ia tak pernah bisa ia berikan. Papa yang sedang berjalan menuju dapur tak sengaja melihat mama pucat pasi di depan pintu biru muda itu, langsung berjalan menghampiri istri tercinta.
"Ma? kena.."
Belum usai papa mengajukan pertanyaan mama sudah memberikan isyarat agar papa diam, dan agar dapat mendengarkan percakapan putrinya.
"Apa kalian juga sholat idul fitri bersama?"
"Na.."
"Sepertinya iya.."
"Apa kau merindukannya Na?"
"Bodoh! Apa kau berusaha mengejeku? Bagaimana mungkin aku merindukan sesuatu yang bahkan aku belum merasakannya sama sekali?!"
Bahkan dari daun pintu pun suara isakan Nana yang menyesakan dapat terdengar. Mama sama sekali tak mampu menahan air matanya mengalir. Deras sekali.
Mama menatap papa dengan pandangan meminta, memohon, bahkan mengiba.
"Mengapa kau menatap ku seperti itu? Apa yang kau harapkan? Maaf aku tidak dapat mengkhianati Tuhan ku lagi untuk kali ini."
"Na.. Ayo bangun sudah sampai"
"Ia ma Nana juga udah bangun kok" Ucap Nana sembari sesekali menguap lebar.
Papa yang sedang memastikan parkirannya sudah benar hanya bisa tersenyum melihat putrinya yang sedang beranjak dewasa itu.
Setelah mesin dimatikan, Nana berjalan keluar dengan susah payah, langsung saja memasuki salah satu kamar yang terdapat dalam rumah di depan mereka.
Sejuk berhembus yang di hasilkan mesin pendingin ruangan dan di tambah wangi apel adalah hal pertama yang di rasakan Nana kala ia membuka pintu kamar tersebut.
"Heh! Kamu ngagetin aku aja! Kalo mau masuk ketuk pintu dulu kek, salam kek, apa kek. Main nyelonong masuk kamar orang seenaknya! Kalau aku belum pakai kerudung gimana?!" Seru seorang perempuan yang sebaya dengannya.
"Hoaammzz.. Sorry.. Sorry.. Efek ngantuk Del."
Delisa, Perempuan yang tadi menegur Nana kini tengah sibuk melipat mukena yang baru selesai ia gunakan. "Jadi, mau ngerepotin aku berapa hari kali ini?" Ucap Delisa santai.
Nana yang sedang berbaring menatap langit kamar, dengan santai menjawab pertanyaan yang Delisa ajukan. "Mungkin 3 hari. Eh lagian ini kan pertama kalinya aku nginep tauk!.. Biasanya juga kamu yang nginep di rumah aku."
"Permintaan siapa aku nginep?"
"Yaa aku juga sih.." ujar Nana mengeyeritkan dahi. " Del, kamu abis sholat kali? Banyak banget mukenanya, ada sarung pula."
"Ia.. Ini bekas yang lain juga. Eh udah sholat?"
"Lagi gak sholat. Eh itu yang lain. Maksudnya Om, tante, sama adek kamu?"
"Siapa lagi?"
"Ya.. Kali aja sama pak RT juga." Delisa diam sejenak. Kembali menatap kosong langit-langit kamar. "Ng.. Kamu.. Sekeluarga sholat bareng-bareng?"
* * * * * *
"Ma.. Sudah sampai. Coba bangunin Nana." Ujar papa yang hendak mencari tempat untuk parkir agar tak menghalangi jalan.
"Na.. Ayo bangun sudah sampai"
"Ia ma Nana juga udah bangun kok" Ucap Nana sembari sesekali menguap lebar.
Papa yang sedang memastikan parkirannya sudah benar hanya bisa tersenyum melihat putrinya yang sedang beranjak dewasa itu.
Setelah mesin dimatikan Nana berjalan keluar dengan susah payah, langsung saja memasuki salah satu kamar yang terdapat dalam rumah di depan mereka.
"Kamu sudah bilang sama mas Tyan kalau kita mau dateng ?"
"Udah kok pa. Udah bilang juga kalo Nana mau nginep." Mama menatap dengan lembut sepasang padangan hangat yang terhalang kacamata bening di hadapanya.
"Ehem.. Kalian ini. Puasa-puasa masih saja sempat pandang-pandangan seperti itu." Sapa suara yang terdengar begitu mereka kenal.
"Eh mas Tyan. Assalamualaikum mas." Ucap mama sambil mencium telapak tangan Kakak tercintanya itu.
"Waalaikumsalam. Kebetulan sekali kalian datang. Jadi bisa bantu-bantu membuat makanan untuk buka. Ahaha. Ayo, ayo masuk. Chris apa kabar kamu?.. Sudah lama rasanya.."
Mama langsung masuk saja menuju dapur, dengan maksud tak ingin terlibat dalam obrolan panjang antara suami dan kakaknya. Baru saja melangkahkan kakinya masuk, sudah tercium harum masakan yang begitu menggoda selera.
"Eh Ri kamu kapan dateng?" sapa perempuan berjilbab yang sedang mengaduk satu panci masakan dihadapanya.
"Ia mba' baru aja aku dateng. Eh ya sini mba' aku bantu, siapa tahu aku bisa numpang buka puasa disini." seloroh mama santai
"Ah ahahaha kamu Ri, bisa saja. Oh ya chris mana? Kamu sendiri ke sini?"
"Enggak mba' aku sama Nana sama Chris juga."
"Oo.. Sudah kamu sediain minum dulu sana suami mu, oh ya di kulkas juga ada puding buatan mba kemarin. Barangkali dia mau"
"Baik mba' " Mama langsung saja mengambil sebuah cangkir yang tertata rapi sedemikian rupa dalam lemari kaca.
* * * * * *
"Ya.. Kali aja sama pak RT juga." Delisa diam sejenak. Kembali menatap kosong langit-langit kamar. "Ng.. Kamu.. sekeluarga sholat bareng-bareng?"
"Iya.." Kali ini Delisa sedang sibuk merapikan sajadah-sajadah yang menumpuk disampingnya.
"Setiap hari Del?" Suara Nana memelan
"Gak tiap hari sih.. Kalo Papa udah pulang ya sekeluarga. Kalo enggak ya sama mama aja Del."
"Ngg.. Gimana caranya.?"
"Caranya apa maksud kamu?" suara Delisa terdengar heran, ia menaikan alisnya.
"Cara sholatnya. Susunannya, doa, adzan, ya gitulah"
"Ya sama seperti di masjid. Begitu tau waktu sholat, Papa adzan sambil menunggu kita wudhu. Lalu papa memimpin kita. Hmm.. Pertanyaan mu aneh Na sepeti tak pernah sholat sama papa kam..u..." Suara Delisa memelan, menyadari ada kesalahan fatal dari ucapannya. Delisa langsung terdiam. Menatap Nana khawatir yang sedari tadi hanya berbaring sambil menatap langit kosong di kamarnya.
"Emang aku gak pernah.. Kamu lupa..?" Jawab Nana dengan senyum kecut, dan tanpa ia sadari sudah mengembang air mata di pelupuk matanya.
"Na.. Aku bener-bener gak maksud.." Delisa sangat bersalah saat itu, hingga suaranya hanya terdengar sepeti suara desahan khawatir.
Nana memalingkan wajahnya ke arah Delisa sambil tersenyum "Ia Del, aku tau kamu gak sengaja.. Ahaha.. Gak usah gitu ah.. Itu bukan masalah besar buat ku."
Hening. Lama sekali. Hanya sesekali terdengar suara mesin pendingin yang memecah keheningan.
Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Ng.. Na.. Jadi.. Tadi kamu dari gereja langsung kesini?" Ujar Delisa bermaksud memecah keheningan yang kian menyiksa rasa bersalah Delisa.
Tak ada reaksi apa pun dari Nana. Dia hanya diam terbaring, tetap menatap kosong langit-langit kamar.
Delisa benar-benar menyesali tindakanya. Bukankah mulutnya sekarang tak ubahnya pedang yang mampu mengoyak saudaranya sendiri? Seharusnya Ia ingat bahwa Nana akan menjadi sensitif bila ini menyangkut masalah kepercayaan.
"Del.." Ujar Nana lirih, Ia mengubah posisinya yang semula menjadi duduk tegak menghadap Delisa. "Apa keluarga kalian. Suka mengaji bersama. Berdoa. Bahkan bangun di malam sepertiga itu?"
Tatapan mata itu, Delisa sama sekali tak mampu melihatnya. Tega sekali aku membuat saudara ku tertusuk paku karat hingga membuatnya terluka sangat dalam. "Ng.. Ia. Na.."
"Kalian juga sholat idul fitri bersama?"
"Na.." Delisa tak bisa meneruskan jawaban itu, ia hanya mengeluarkan tatapan memohon dan rasa bersalah yang teramat.
"Sepertinya iya.." Nana tertunduk, pelan sekali ia mengucapkan kata-kata itu.
"Apa kau merindukannya Na?" tanya Delisa sangat hati-hati.
"Bodoh! Apa kau berusaha mengejeku? Bagaimana mungkin aku merindukan sesuatu yang bahkan aku belum merasakannya sama sekali?!"
Pertahanan itu runtuh. Nana yang tertunduk mulai meneteskan pedih yang selama ini ia tahan. Ia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi dalam dirinya, saat itu ia hanya ingin mengeluarkan sesuatu yang membuatnya terhempas begitu dalam.
* * * * * *
"Oo.. Sudah kamu sediain minum dulu sana suami mu, oh ya di kulkas juga ada puding buatan mba kemarin. Barangkali dia mau"
"Baik mba' " Mama langsung saja mengambil sebuah cangkir yang tertata rapi sedemikian rupa dalam lemari kaca.
"Loh kamu sedang tidak puasa Ri?" tanya Mba Dina begitu melihat dua piring keci berisi puding diatas meja makan.
"Egak mba' ini buat Nana, dia sedang tidak puasa."
"Ya sudah cepat sana. Bantu mba kalau sudah selesai"
Mama melangkah menuju pintu kamar bercat biru muda di depanya sambil membawa nampan berisi dua piring kecil puding dan satu cangkir berisi es teh manis.
Mama menaruh nampan itu di meja yang berada dekat pintu itu agar bisa membuka pintu yang tertutup. Namun, mama lebih tertarik mendengarkan sedikit apa yang dibicarakan oleh putrinya sendiri. Hingga ia mengurungkan niat dan memutuskan menunggu untuk mendengarkan sebentar.
"Apa keluarga kalian. Suka mengaji bersama. Berdoa. Bahkan bangun di malam sepertiga itu?"
"Ng.. Ia. Na.."
Mama sudah mengerti arah dari pembicaraan ini. Sesak sekali mendengar putrinya menanyakan sesuatu yang bahkan mungkin ia tak pernah bisa ia berikan. Papa yang sedang berjalan menuju dapur tak sengaja melihat mama pucat pasi di depan pintu biru muda itu, langsung berjalan menghampiri istri tercinta.
"Ma? kena.."
Belum usai papa mengajukan pertanyaan mama sudah memberikan isyarat agar papa diam, dan agar dapat mendengarkan percakapan putrinya.
"Apa kalian juga sholat idul fitri bersama?"
"Na.."
"Sepertinya iya.."
"Apa kau merindukannya Na?"
"Bodoh! Apa kau berusaha mengejeku? Bagaimana mungkin aku merindukan sesuatu yang bahkan aku belum merasakannya sama sekali?!"
Bahkan dari daun pintu pun suara isakan Nana yang menyesakan dapat terdengar. Mama sama sekali tak mampu menahan air matanya mengalir. Deras sekali.
Mama menatap papa dengan pandangan meminta, memohon, bahkan mengiba.
"Mengapa kau menatap ku seperti itu? Apa yang kau harapkan? Maaf aku tidak dapat mengkhianati Tuhan ku lagi untuk kali ini."
Spoiler for Tees:
Ane gak ngarepin cendol, bata beserta teman-teman nya.
Tapi Komeng mah perlu kali ya. Buat masukan. Mungkin di dalam thread ane ada salah-salah kata atau gimana.
Well.. Thank's for Advance guys!
Tapi Komeng mah perlu kali ya. Buat masukan. Mungkin di dalam thread ane ada salah-salah kata atau gimana.
Well.. Thank's for Advance guys!
Spoiler for Sumber:
http://tyani-tyan.blogspot.com/2013/04/pengkhianatan-pada-tuhan-ku.html
0
3.6K
Kutip
36
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan