Ada alasan kuat kenapa captcha sangat menggangu. Bayangkan situasi ini: Anda sedang berburu tiket konser Metallica yang pre-ordernya cepat berakhir karena dipastikan akan sold out. Saat mendapatkan kesempatan untuk memesan, Anda direpotkan oleh sederet karakter tak terbaca yang tentu saja memperlambat Anda. Akibatnya, Anda kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tiket konser Metallica dan terancam tidak bisa menonton penampilan mereka. Mengesalkan? Tentu saja.

Hal seperti ini telah sering terjadi dan menuai protes pada sulitnya karakter-karakter yang ditimbulkan captcha. Bahkan Ticketmaster.com secara resmi meminta agar Captcha mempermudah karakternya karena mereka mulai kehilangan konsumen akibat hal ini.

Dulu, saya pernah menemukan sebuah akun parodi Will Ferrell di social media Twitter yang sering mem-posting tweet humoris. Kebanyakan akun parodi tersebut akan menulis bahwa mereka tidak bermaksud menyinggung sang artis. Awalnya, akun-akun tersebut masih terlihat lucu, namun lama-kelamaan tweet mereka mulai terlihat basi dan tidak berguna.

Jika saya menjadi sang artis, saya mungkin akan menuntut mereka. Tweet yang di-posting akun parodi tersebut seringkali melenceng dan tidak nyambung, bahkan mengaitkan tweet mereka dengan quote dari artis yang bersangkutan. Masalahnya adalah, jumlah akun seperti ini sangat menjamur dan semakin bertambah dengan tweet yang terulang disitu saja.

Hashtag adalah salah satu kesalahan terbesar yang pernah terjadi dalam dunia internet dan sosial media. Saya baru saja membuka Twitter untuk melihat worldwide trends dan melihat hashtag yang sangat tidak penting berbunyi: #100FactsAboutMe. One question: who the f*ck are you? Siapa yang mempopulerkan hashtag ini? Apa tujuannya? Mengapa seluruh dunia perlu tahu fakta tentang diri sendiri?

Hashtag adalah cerminan betapa sosial media telah banyak dipenuhi sampah milik orang-orang kurang kerjaan. Dalam beberapa aspek, sosial media adalah penemuan yang memiliki banyak manfaat dalam kehidupan masyarakat modern. Namun dilihat dari segi hashtag dan hal-hal seperti itu, nampaknya tidak banyak orang dapat memanfaatkan teknologi dengan baik.

Dulu, YouTube merupakan sarang video-video luar biasa yang ekslusif dan bisa dinikmati tanpa gangguan berarti kecuali koneksi internet Anda kurang memadai. Namun saat ini, sisi komersil telah membuat YouTube sedikit menyebalkan dengan adanya iklan yang bermunculan sembarangan.

Mungkin tidak masalah ketika sebuah iklan berdurasi satu setengah menit dapat di-skip hanya dengan menunggu 5-6 detik, namun saat ini kebanyakan iklan telah bertindak selangkah lebih jauh demi mempromosikan produk mereka. Bahkan seringkali sebuah iklan muncul dengan durasi tiga menit tanpa bisa di-skip sama sekali, memaksa Anda untuk menyaksikannya hingga selesai atau menutup tab video yang hendak Anda saksikan dengan perasaan kesal.

Sejak 9gag booming di internet dan mereka yang menyukai komedi, banyak orang yang mulai menggunakan kata 'Le' asal Perancis yang berarti 'the' dalam bahasa Inggris. Kemudian penggunakan kata ini mulai menyebar, termasuk beberapa kata lain seperti literally, awkward dan lain-lain yang akhirnya menjadi tren.

Sayangnya, cukup banyak yang tidak mampu mencerna beberapa kata secara benar. Literally contohnya, adalah kata yang memiliki arti 'secara harfiah' dalam bahasa Indonesia gagal ditangkap maknanya oleh beberapa orang. Contohnya sangat banyak, seperti seseorang yang pernah mem-posting tweet: "My heart is literally breaking."

Hal yang satu ini kebanyakan dilakukan oleh kalangan remaja, terutama mereka yang terobsesi dengan social media dan sering dilanda problematika yang sebenarnya tidak perlu diketahui dunia. Mereka bisa saja memecahkan masalahnya sendiri atau bertanya pada teman-teman dekat, karena hampir tidak ada yang peduli dengan masalh seorang remaja yang gundah gulana akibat cinta. True story.

Anehnya, kalangan pria atau wanita berusia di atas 21 tahun masih saja ada yang melakukan ini, seolah social media adalah sebuah pohon keramat tempat mencari wangsit. I just wanna ask you for one thing: GROW UP.