Pendiri pabrik obat Konimex ini pada tahun 2003 dinobatkan sebagai Enterpreneur of the Yearoleh sebuah badan resmi. Pak Djoen menyisihkan 70 peserta dan 15 finalis lainnya dari seluruh Indonesia. Seleksinya sangat ketat, yang dinilai disamping semangat enterpreneurship, juga kemampuan inovasi dan integritas pribadi. Bapak ini memang seorang enterpreneur tangguh. Berani mengambil resiko, tapi tidak menghalalkan segala cara, ada sisi etika dan kemanusiannya.

Sang Pelopor

Kekuatan Djoenaidi Joesoef barangkali terletak pada ide-ide cemerlangnya yang tak pernah kering. Di tangan Bapak ini, Konimex tumbuh menjadi perusahaan yang mampu menelurkan sekitar 200 produk dan lebih dari 100 merek. Tidak hanya obat-obatan, suplemen dan vitamin, Konimex juga memproduksi beragam biskuit serta permen. Produknya juga sukses di negara-negara Asia dan Afrika.

Namun Diantara semua ide Djoenaidi, yang paling cemerlang adalah pemasaran obat dalam kemasan kecil dan ekonomis. Paling banyak empat tablet dalam kemasan. "Ketika itu banyak orang menertawakan, jual obat kok sedikit, satu hari bisa habis," ujarnya. Menerima cemoohan begitu Pak Djoen tidak surut langkah. Siapa nyana? Kemasan ekonomis laku keras dan akhirnya ditiru banyak perusahaan sampai sekarang.

Pak Djoen Bercerita ide itu berawal pada tahun 1950-an ketika ia sering keliling dari desa ke desa untuk menawarkan dagangannya. Dari situ dia tahu bahwa umumnya daya beli masyarakat itu rendah. Di apotik saja, orang sering menebus obat separuh atau seperempat dosis. Pak Djoen lantas berpikir, kalau menjual obat dalam kemasan 10 sampai 20 tablet seperti yang lazim pada masa itu, terlalu banyak. Kenapa tidak dalam kemasan empat tablet saja? Memang banyak orang yang mempertanyakan gagasan radikal tersebut. Logikanya, bila satu kali pasien harus menelan dua tablet obat, maka satu hari obat itu sudah habis. "Menurut saya ya biar, karena uangnya memang sedikit. Lagi pula, bisa saja dengam makan 4 tablet saja sudah sembuh"

Ide pak Djoen ini bahkan diakui oleh badan kesehatan dunia WHO. Pak Djoen bertutur, sekitar tahun 1980-an WHO baru menyadari bahwa kunci kepelayanan kesehatan masyarakat Indonesia bukan di Puskesmas, tapi pada obat-obatan tanpa resep yang tersebar dimana-mana dengan kemasan kecil dan harga yang terjangkau. Filosofi bisnis Konimex yaitu 3-mu, mutu baik, mudah didapat, dan murah terjangkau nampaknya sudah tercapai.

Sumber : Koran Tempo