ensetyaAvatar border
TS
ensetya
Warga India ingin sosok Jokowi


Karakter tokoh utama yang mendominasi
panggung politik Indonesia dan India jelang
pemilihan umum di dua negara itu tahun depan
semuanya sama kecuali satu, yaitu Indonesia
punya sosok Joko Widodo atau Jokowi dan India
tidak punya.
Demikian tulis wartawan dan penulis India, Pallavi Aiyar, dalam kolom opininya di The
Hindu, Senin (29/7/2013).

Seperti Indonesia, India juga akan mengadakan
pemilihan umum tahun depan.

Aiyar menulis,
dibanding India, Indonesia merupakan negara
demokrasi muda. Demokrasi Indonesia baru 15
tahun usianya terhitung sejak rezim diktator
Soeharto tumbang tahun 1998. Walau terbilang muda, demokrasi Indonesia punya kesamaan
dengan India dalam hal kekisruhannya dan riak
semangatnya. "Kegaduhan, serangkaian
demonstrasi politik, serikat buruh yang blak-
blakan, dan pers yang tegas merupakan bagian
dari lanskap politik di kedua negara," tulisnya. Aiyar memaparkan, kedua negara menghadapi
masalah yang kurang lebih sama, yaitu korupsi
yang merajalela dan infrastruktur yang buruk,
kesenjangan, dan kerusakan lingkungan.

Sebuah survei tentang pemain utama dalam
drama pemilu tahun depan di Indonesia
mengungkapkan pola dasar yang akrab bagi
orang India. Aiyar lalu menyebut tokoh-tokoh
yang muncul dalam panggung politik Indonesia
saat ini yang diperkirakan akan maju dalam pemilu tahun depan. Ia melihat sosok dari dinasti
politik, orang kuat yang otoriter, pengusaha
bermasalah dan sosok garis keras dari kalangan
agama. Pola seperti itu, tulisnya, sama dengan
yang terjadi di India.

Namun, Indonesia punya kartu As yang tak
dimiliki India, kata Aiyar, yaitu "politisi pendatang
baru berusia 52 tahun bernama Joko Widodo,
Gubernur Jakarta yang rendah hati dan sangat
populer, yang belum mendeklarasikan
pencalonannya, tetapi yang dalam setiap jajak pendapat baru-baru ini telah memperlihatkan
bakal menjadi pemenang dalam pemilu tahun
depan, jika dia maju dalam pemilihan presiden.

" Selanjutnya, Aiyar mengambarkan sosok Jokowi.
Dia antara lain menulis bahwa Jokowi merupakan
putra tukang kayu yang sukses menjalankan
bisnis furnitur sebelum memasuki keriuhan
politik tahun 2005 sebagai wali kota Solo. Saat
sebagai wali kota, Jokowi dikatakan berhasil mengubah kota yang penuh kejahatan menjadi
pusat kawasan untuk seni dan budaya. Jokowi
melawan korupsi dan mendapatkan reputasi
yang langka untuk kejujuran, bahkan menolak
untuk menerima gaji dari negara atas
pekerjaannya sebagai wali kota. Dia menerapkan beberapa kebijakan pro-orang miskin, termasuk
yang membantu merehabilitasi PKL. Pada 2009,
Jokowi terpilih kembali menjadi wali kota Solo
dengan raihan suara yang belum ada
presedennya, yaitu 90 suara.

"Tahun lalu, ia mempersingkat masa jabatan
keduanya sebagai wali kota ketika ketua
partainya, Megawati, memintanya untuk maju
sebagai calon PDI-P dalam pemilihan Gubernur
Jakarta. Dia memilih Basuki Tjahja Purnama,
seorang Kristen keturunan China, sebagai pasangannya, sebuah langkah yang
menggarisbawahi komitmennya untuk visi
pluralistik Indonesia," tulis Aiyar.

"Tidak mengherankan bahwa Jokowi sering
dibandingkan dengan Barack Obama," lanjut
Aiyar. Seperti Obama, Jokowi adalah pemimpin
karismatik yang menarik pemilih, menjanjikan
harapan dan perubahan. "Ia tidak ternoda dosa-
dosa korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jalannya menuju kesuksesan pemilu tidak melalui jalur
biasa untuk kekuasaan politik, yaitu militer, bisnis
besar, dinasti yang diwariskan, dan ideologi
Islam.

" Menurut Aiyar, Jokowi adalah produk dari proses
desentralisasi di Indonesia yang telah
mengalihkan banyak fungsi pemerintahan ke
tingkat kabupaten, dan pemilihan langsung
untuk jabatan bupati, wali kota dan gubernur
yang telah dilembagakan. Walau proses desentralisasi telah menyebabkan korupsi marak
di tingkat lokal, tulis Aiyar, munculnya politisi
seperti Jokowi adalah contoh sukses dari
desentralisasi.

Namun tulis Aiyar, untuk meraih kursi presiden,
Jokowi menghadapi sejumlah hambatan. Kini ia
sibuk sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bila tidak
sedang "blusukan" dia biasanya dapat dijumpai
tengah mengunjungi pasar dan daerah kumuh
untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi mereka, dari tangan pertama. Walau banyak
kalangan meramalkan ia bisa menjadi presiden
Indonesia berikutnya, jalannya masih panjang.
"Karena bisa saja Ketua PDI-P, Megawati
(Soekarnoputri), yang telah dua kali kalah dalam
dua pemilu terakhir, akan maju sekali lagi, dan itu menghalangi kesempatan Jokowi." tulis Aiyar.

Selain itu, Jokowi, menurut Aiyar, belum punya
banyak (prestasi) yang ditunjukkan selama
berapa bulan di sebagai gubernur Jakarta. Aiyar
mencatat skema kartu kesehatannya sebagai
salah satu contoh terbosan walau masih
bermasalah karena ada sejumlah rumah sakit yang keberatan dengan skema itu. Lalu lintas
Jakarta pun tetap macet, meskipun rencana yang
telah tertunda lama untuk sistem transportasi
cepat massal berbasis rel sudah dihidupkan
kembali. Tingkat polusi yang tinggi dan banjir
saat musim hujan masih berlanjut.

"Namun, untuk saat ini, Jokowi mendapatkan
manfaat dari keraguan para pemilih yang
semakin matang yang menginginkan pemimpin
yang bersih, berorientasi kinerja, bukan
terperosok dalam politik ideologi atau identitas." "Tentu saja, Jokowi punya jalan panjang untuk
ditempuh. Namun, fakta bahwa seorang calon
seperti dia punya kesempatan menjadi presiden
merupakan keuntungan bagi Indonesia. merupakan keuntungan bagi Indonesia. merupakan keuntungan bagi Indonesia. merupakan keuntungan bagi Indonesia. Di India,
dengan 66 tahun sejarah demokrasinya telah
gagal memunculkan calon yang sepadan meskipun pemilih semakin kecewa dengan para
politisi tua. Jika Jokowi adalah Obama Indonesia,
orang mungkin bertanya, di manakan sosok
Jokowi India?" demikian Aiyar menutup opininya.

Quote:
Diubah oleh ensetya 01-08-2013 09:01
0
4.5K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan