adelinesAvatar border
TS
adelines
Mari Kita Membuka Mata, Tidak Ada Negara yang Bisa Berdiri Sendiri
Issue kenaikan harga BBM serta semakin menipisnya minyak bumi di Indonesia menjadi bahan pembicaraan yang cukup "hot" belakangan ini dan saya termasuk orang yang sangat tertarik akan topik tersebut. Dari hasil pengamatan awam saya, masih banyak masyarakat yang termakan provokasi pihak tertentu sehingga menganggap bahwa berkurangnya ketersediaan minyak bumi adalah karena pengaruh eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan migas asing. Mereka beranggapan pihak asing "mencuri" atau pemerintah "menjual" aset kekayaan negara Indonesia.

Menurut saya ini anggapan yang salah. Istilah "mencuri" kekayaan alam tidak tepat karena perusahaan migas asing sudah memiliki izin untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Ada perjanjian serta prosedur yang sudah dilewati. Untuk melakukan kegiatan tersebut, mereka harus mengeluarkan modal yang sangat besar dan risikonya juga tinggi karena ada kemungkinan di blok yang mereka sewa, ketersediaan migas sangat kecil atau bahkan tidak ada sehingga akhirnya mereka hengkang dari Indonesia.

Istilah pemerintah "menjual" aset kekayaan alam (dalam hal ini adalah migas) ke pihak asing juga tidak benar. Migas adalah aset yang baru bisa digunakan jika sudah dieksploitasi. Untuk pendayagunaannya, Indonesia tidak dapat berdiri sendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Wapres Boediono di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (8/6), menjawab pertanyaan seorang mahasiswa Universitas Andalas saat silaturahim dengan perwakilan pelajar SMA/SMK/MA/mahasiswa se-Sumbar.

Mengutip Republika Online pada artikel "Boediono: RI Bukan Negara Neoliberal" tertanggal 8 Juni 2013, Boediono mengatakan bahwa Indonesia bukan negara neoliberal, sekalipun saat ini sangat banyak perusahaan dan investor asing ada di Indonesia. Boediono menyebut, mereka datang untuk berusaha yang hasilnya juga untuk kepentingan rakyat.

Indonesia, kata Wapres, memang membutuhkan investor asing karena mereka memiliki modal kuat dan teknologi yang bagus. Wapres mengatakan, saat ini Indonesia belum terlalu mampu mengebor migas di lepas pantai sehingga kemampuan teknologi perusahaan asing sangat dibutuhkan.

"Masak kekayaan migas yang bisa untuk rakyat akan kita diamkan? Jadi kita membutuhkan teknologi asing tapi kekayaan alam itu tetap untuk rakyat apakah itu membiayai, antara lain kesehatan dan pendidikan," kata Boediono.

Perlu saya informasikan bahwa saya bukan pendukung penuh pemerintahan saat ini, tetapi saya setuju dengan pendapat Wapres Boediono tersebut. Intinya adalah, Indonesia tidak dapat berdiri sendiri dalam hal eksplorasi dan eksploitasi migas. Kita masih memerlukan bantuan pihak asing yang memang memiliki modal serta teknologi yang lebih baik. Adalah kewajiban bagi pemerintah untuk menjaga kerjasama yang baik dengan pihak asing, namun di sisi lain tentu saja membuat kebijakan yang baik untuk kedua pihak. Adalah hal yang sangat riskan jika pemerintah lepas kontrol, atau bahkan membuat keputusan yang salah sehingga dapat membuat pihak asing yang penting justru merasa "tidak nyaman" dan hengkang dari Indonesia.

Sebagai contoh, salah satu perusahaan migas asing terbesar di Indonesia yaitu Total E&P Indonesie yang telah beroperasi sejak tahun 1968 dan selama ini menyumbangkan 85% keuntungan dari penjualan minyak bumi yang didapatkannya kepada pemerintah Indonesia. Sebagai kontraktor, Total hanya mengambil 15% saja (bahkan kurang dari itu karena adanya Pasar Obligasi Domestik dan pajak). Perusahaan ini merupakan produsen gas terbesar di Indonesia (34%) dan produsen minyak terbesar ke-3 setelah Chevron dan Pertamina. 96% (dari total 3.825) karyawan Total adalah orang Indonesia. 107 orang diantaranya sudah berhasil berkarir di luar negeri dengan taraf hidup yang sangat baik.


Saat ini, Total bertanggung jawab atas pemasukan negara Indonesia sebesar 70 Miliar USD, atau sekitar 691 Triliun Rupiah per tahunnya. Setelah berkontribusi cukup besar dalam pembangunan Indonesia, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan issue untuk mengambil alih salah satu blok andalan Total, yaitu Blok Mahakam. Padahal, investasi Total di blok tersebut sudah mencapai 830 Juta USD atau sekitar 8,2 Triliun Rupiah. Tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh Total dan belum tentu merupakan keputusan yang bijak bagi Indonesia jika pada akhirnya blok tersebut diambil alih oleh pemerintah.


Saya rasa, pemerintah perlu memikirkan kembali efek jangka panjang dari keputusan yang akan diambil. Apakah memang sumber daya dan teknologi yang kita miliki sudah cukup memadai untuk mengambil alih blok tersebut? Apa pengaruhnya bagi produksi minyak dan gas, kemudian juga pengaruh bagi karyawan Indonesia yang bekerja di Total?

Well, sebagai tambahan informasi, saya juga tidak pro pihak asing. Tulisan ini hanyalah hasil pemikiran yang objektif dan analisis yang terbuka terhadap berbagai kemungkinan demi kemajuan negeri ini.

Kembali ke judul: Tidak ada negara yang bisa berdiri sendiri. Kerjasama dengan pihak luar itu diperlukan, namun kontrol dari pemerintah tentu saja harus maksimal.

Sumber: http://adeline-scrap.blogspot.com/20...da-negara.html
0
3.7K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan