Setelah kurang lebih 7 (tujuh) bulan Jokowi-Basuki mengelola DKI Jakarta, ibu kota Republik Indonesia, tampakmya masih belum bisa dinilai keberhasilannya atau kegagalannya. Jalanan masih macet terutama di ruas-ruas utama seperti Jalan Sudirman, Gatot Subroto. MT Haryono dan jalan arteri sekitarnya. Kemacetan Jakarta memang sudah jadi “trade mark” kota ini. Kalau tidak macet bukan Jakarta, kata orang.

Sedangkan masalah krusial lainnya yaitu banjir musiman yang melanda Jakarta masih menunggu musim hujan berikutnya. Banjir yang menerpa Jakarta pada bulan Januari 2013 yang lalu baru dianggap sebagai “masa percobaan” karena Jokowi baru 3 (tiga) bulan menjadi gubernur. Mungkin nanti pada saat banjir berikutnya barulah teruji bagaimana Jokowi menghadapinya.

Hal lain yang patut dicatat adalah masalah pembenahan birokrasi di jajaran DKI Jakarta yang dimulai dengan lelang jabatan lurah dan camat. Cara seleksi bagi lurah dan camat ini mungkin merupakan sebuah terobosan baru bagi birokrasi di Indonesia. Dan tidaklah heran hal ini telah memicu pro-kontra. Dan salah seorang anggota DPRD DKI Jakarta yang kontra adalah Taufiqurrahman dari fraksi Partai Demokrat (PD).

Dalam sebuah talk show di MetroTV pada beberapa waktu yang lalu. secara gamblang dia tidak setuju dengan cara seleksi lurah dan camat melalui lelang jabatan. Alasannya adalah karena tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPRD dan Jokowi dianggap melecehkan DPRD. Alasan lainnya adalah program ini kurang disosialisasikan, karena ada beberapa orang lurah dan camat yang resah, mengadu kepadanya bahwa kalau tidak llulus fit and proper test lalu diberhentikan kemudian bagaimana dengan pangkat dan golongan yang sekarang disandangnya.

Argumen tersebut langsung dibantah oleh salah seorang peserta talk show tersebut. Peserta ini adalah seorang camat yang ikut lelang jabatan. Ia menyatakan bahwa dengan adanya lelang jabatan tersebut maka akan diperoleh orang yang tepat di tempat yang tepat (the right man in the right place). Dengan adanya kompetisi antar lurah dan camat tersebut, mau tidak mau mereka akan berupaya mati-matian untuk mempertahankan jabatannya. Untuk tiu mereka perlu meningkatkan kompetensi, managerial skill serta integritasnya.

Dan pada saat Jokowi akan membagilkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebanyak lebih daripada 1,7 juta muncullah gagasan DPRD DKI untuk melakukan interpelasi kepada Jokowi. Dan penggagas utamanya adalah …. Taufiqurrahman juga! Alasannya adalah karena KJS juga tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan DPRD. Alasan lainnya adalah sistem yang digunakan KJS dengan menggandeng PT Askes menyalahi aturan. Tetapi kemudian ternyata hak interpelasi ini gugur sebelum berkembang.

Lalu tiba-tiba ada demonstrasi yang menentang KJS yang dilakukan oleh Front Pengawal Program Pro Rakyat {FP3R) di depan Balaikota DKI Jakarta pada tanggal 30 Mei 2013 (Kompas 31/5/2013). Mereka menuntut agar program KJS yang dikelola oleh PT Askes ini dihentikan karena dianggap tidak pro rakyat dan hanya pencitraan politik belaka. Padahal, program ini ditujukan dan akan dinikmati oleh rakyat miskin penduduk DKI. Mungkin rakyat miskin DKI ini dianggap bukan sebagai rakyat.

Dan ternyata Taufiqurrahman juga ikut berdemonstrasi dan melakukan orasi dengan berapi-api. ” Program KJS yang dikelola oleh PT Askes merupakan produk liberal. Mereka telah memperdagangkan hak kesehatan bagi masyarakat miskin. PT Askes merupakan suatu perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan semata,” ujarnya. Yang ditentang itu PT Askes atau Pemprov DKI Jakarta, kurang jelas.

Tampaknya upaya Taufiqirrahman untuk “menggoyang” Jokowi akan terus berlanjut selama ia menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dan selama Jokowi menjabat gubernur DKI Jakarta. Kalau ia dianggap mewakili suara PD maka secara implisit PD menjadi partai yang kurang disukai oleh penduduk DKI. Mungkin elektibilitas PD akan makin merosot pada pemilu 2014 untuk daerah pemilihan DKI Jakarta selama “dendam” ini masih membara.

m.kompasiana.com/post/birokrasi/2013/05/31/ada-dendam-untuk-jokowi/