- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Endah Rahmanto, Inilah Koruptor Paling Jujur di Indonesia
TS
m4zcat
Endah Rahmanto, Inilah Koruptor Paling Jujur di Indonesia
kalau berkenan silahkan tinggalkan dan komentarnya, dan maaf kalau ternyata
Quote:
Semarang, CyberNews. Mantan Kepala Desa Klodran Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Endah Rahmanto Harmansyah (39), mengakui telah melakukan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) Klodran senilai Rp 285.984.840. Pengakuan itu dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan dihadapan Inspektorat Kabupaten Karanganyar.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Pengawas Pemerintahan Umum, Inspektorat Karanganyar Agung Wahyu Utomo ketika menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (24/1). "Pak Endah mengakui dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi, ada surat pernyataannya," kata Agung.
Namun, Agung mengaku tidak sampai detil menanyakan untuk apa saja Endah mempergunakan uang ratusan juta rupiah itu. Dalam surat pernyataan itu, Kepala Desa Klodran 2007-2009 itu menyanggupi mengembalikan semua uang maksimal November 2009 Namun hingga kini baru sekitar Rp 25 juta yang dikembalikan.
Dijelaskan Agung, pengakuan tersebut merupakan ujung dari investigasi inspektorat terhadap laporan warga tentang dugaan penyimpangan APBDes Klodran. Laporan berasal dari seorang warga melalui surat yang ditujukan kepada Bupati Karanganyar Rina Iriani.
"Pelapornya bernama Yanto mengaku warga Klodran, tapi setelah kami cek tidak ada orang bernama itu di sana. Tapi soal penyimpangannya terbukti," kata Agung.
Dalam investigasi tersebut, Agung juga menemukan adanya Laporan pertanggungjawaban sejumlah pembangunan yang menggunakan APBDes. Namun setelah dicek, LPj itu fiktif dan pembangunan itu tidak pernah dilaksanakan. Belakangan ketika Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar mengusut kasus tersebut, inspektorat pun menyerahkan semua hasil investigasi berikut bukti serta dokumen yang didapat.
Kesaksian Agung itupun dibenarkan oleh terdakwa Endah. "Sebagian besar benar, hanya beberapa hal kecil yang kurang benar," katanya didampingi kuasa hukumnya Untung Pribowo. Sidang yang dipimpin Hakim Soedjatmiko itu juga menghadirkan Bendahara Desa Klodran Agus Susanto. Sidang dilanjutkan Senin (31/1) pekan depan.
Dana Kas Desa
Seperti diketahui, semasa dipimpin Endah Rahmanto, Desa Klodran memiliki dana kas desa untuk pembangunan gedung serba guna desa klodran sebesar Rp 387 juta. Sebagian dana itu kemudian digunakan untuk pengembangan Pasar Klodran, betonisasi jalan dusun Mantren, pengaspalan Jalan Dusun Klodran, pengaspalan Jalan Dusun Mantren sebesar Rp 25,585 juta.
Sisa dana Rp 265.884.840 itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Endah Rahmanto. Selain itu, Endah juga diduga telah menggunakan uang pemerintah desa Klodran sebesar Rp 20,1 juta yang berasal dari uang hasil sewa rumah dinas kepala desa Rp 7,5 juta, dan dana bantuan koperasi Rp 12,6 juta. Sehingga total uang yang ia tilap sebesar Rp 285.984.840.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Bambang TM menjatuhkan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 junto UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Endah sendiri telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Surakarta sejak 22 September 2010 lalu
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Pengawas Pemerintahan Umum, Inspektorat Karanganyar Agung Wahyu Utomo ketika menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (24/1). "Pak Endah mengakui dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi, ada surat pernyataannya," kata Agung.
Namun, Agung mengaku tidak sampai detil menanyakan untuk apa saja Endah mempergunakan uang ratusan juta rupiah itu. Dalam surat pernyataan itu, Kepala Desa Klodran 2007-2009 itu menyanggupi mengembalikan semua uang maksimal November 2009 Namun hingga kini baru sekitar Rp 25 juta yang dikembalikan.
Dijelaskan Agung, pengakuan tersebut merupakan ujung dari investigasi inspektorat terhadap laporan warga tentang dugaan penyimpangan APBDes Klodran. Laporan berasal dari seorang warga melalui surat yang ditujukan kepada Bupati Karanganyar Rina Iriani.
"Pelapornya bernama Yanto mengaku warga Klodran, tapi setelah kami cek tidak ada orang bernama itu di sana. Tapi soal penyimpangannya terbukti," kata Agung.
Dalam investigasi tersebut, Agung juga menemukan adanya Laporan pertanggungjawaban sejumlah pembangunan yang menggunakan APBDes. Namun setelah dicek, LPj itu fiktif dan pembangunan itu tidak pernah dilaksanakan. Belakangan ketika Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar mengusut kasus tersebut, inspektorat pun menyerahkan semua hasil investigasi berikut bukti serta dokumen yang didapat.
Kesaksian Agung itupun dibenarkan oleh terdakwa Endah. "Sebagian besar benar, hanya beberapa hal kecil yang kurang benar," katanya didampingi kuasa hukumnya Untung Pribowo. Sidang yang dipimpin Hakim Soedjatmiko itu juga menghadirkan Bendahara Desa Klodran Agus Susanto. Sidang dilanjutkan Senin (31/1) pekan depan.
Dana Kas Desa
Seperti diketahui, semasa dipimpin Endah Rahmanto, Desa Klodran memiliki dana kas desa untuk pembangunan gedung serba guna desa klodran sebesar Rp 387 juta. Sebagian dana itu kemudian digunakan untuk pengembangan Pasar Klodran, betonisasi jalan dusun Mantren, pengaspalan Jalan Dusun Klodran, pengaspalan Jalan Dusun Mantren sebesar Rp 25,585 juta.
Sisa dana Rp 265.884.840 itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Endah Rahmanto. Selain itu, Endah juga diduga telah menggunakan uang pemerintah desa Klodran sebesar Rp 20,1 juta yang berasal dari uang hasil sewa rumah dinas kepala desa Rp 7,5 juta, dan dana bantuan koperasi Rp 12,6 juta. Sehingga total uang yang ia tilap sebesar Rp 285.984.840.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Bambang TM menjatuhkan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 junto UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Endah sendiri telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Surakarta sejak 22 September 2010 lalu
Quote:
Di hadapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin lalu, Kepala Desa Klodran, Colomadu, Karanganyar yang terdakwa korupsi tidak ngotot membela diri, tetapi malah membacakan pleidoi enam halaman yang diberinya judul ”Pengakuan Seorang Koruptor”. Katanya, ”Dengan alasan apa pun, saya adalah koruptor yang telah merugikan negara, masyarakat, keluarga, dan diri saya sendiri, sehingga tidak pantas untuk membela diri…”
Ia dituduh menyimpangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Klodran Rp 285,9 juta selama 2007 – 2009. ”Pelajaran kedua”, ia menyatakan bertanggung jawab sebagai pelaku tunggal, sebab meskipun ada anak buahnya yang terlibat, tanggung jawab formal organisatoris tetap ada pada pimpinan. ”Pelajaran ketiga”, ia meminta majelis hakim menghukumnya seberat mungkin. Walaupun hukum positif telah impas, namun sampai mati kesalahan kepada rakyat Klodran itu akan tetap melekat padanya.
Koruptor tetaplah koruptor, namun Endah Rahmanto termasuk ”koruptor langka”. Dengan angka yang ”hanya” Rp 285,9 juta — jika dibandingkan dengan ratusan miliar yang biasa dijadikan bancakan para penggogos uang rakyat — ia seolah-olah menohok para koruptor kakap bahwa tidak ada alasan apa pun untuk membela diri. Bukankah ada fenomena: membangun opini seolah-olah menjadi korban kepentingan politik, korban tebang pilih, menyalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, dan tampil membela diri bagai selebriti?
Kesadaran bahwa perbuatannya telah merugikan negara, masyarakat, keluarga, dan diri sendiri, menjadi pengakuan kunci bagi Endah Rahmanto yang juga seolah-olah mendekonstruksi kebiasaan para koruptor kakap yang tak pernah mau mengaku bersalah. Cara menyikapi jerat hukum dan model-model pembelaan, seperti dalam kasus suap cek pelawat yang melibatkan puluhan anggota DPR periode 2004-2009 menunjukkan mereka tidak merasa sebagai ”kesalahan sendiri” melainkan karena ”permainan tertentu”.
Sang Kepala Desa Klodran itu juga bukan orang yang punya kekuatan politik dan akses sekuat Gayus Tambunan, yang dengan modal itu bisa berlenggang kangkung ke mana-mana di tengah masa penahanannya, juga bisa mengatur sekehendak hati para aparat hukum. Kata kuncinya, Endah Rahmanto merasa hukuman seberat pun yang akan diterimanya tidak akan menghapus perasaan bersalah sampai mati, sehingga ia tidak berupaya membangun justifikasi lain kecuali bahwa dia memang tak pantas membela diri.
Persidangan di Peradilan Tipikor Semarang itu kiranya memberi pelajaran mengenai nuansa penampilan berbeda seorang koruptor. Memang sikap seluruh elemen bangsa dalam perang melawan korupsi harus dikeraskan: bahwa tidak ada koruptor yang berhak menjustifikasi perbuatannya. Setidak-tidaknya sikap Endah Rahmanto itu membuat malu — itu pun kalau masih punya malu — mereka yang besaran jarahannya berlipat-lipat tetapi dengan berbelit-belit dan menyalahkan orang lain mencoba lari dari tanggung jawab.
Gantung Koruptor!
Sementara itu, di hari pertama berkantor di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham melontarkan kalimat yang boleh jadi membuat perampok uang rakyat itu ciut nyali. Saat perpisahan dengan para pimpinan lama bersama para karyawan KPK, dia meneriakkan dua kalimat. ’’Hidup KPK, gantung koruptor!’’ serunya disambut riuh tepuk tangan para karyawan yang berkumpul di lapangan parkir KPK, kemarin. ’’Kami memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Kita akan babat sampai akar-akarnya. Rasul bilang ke anaknya, seandainya Fatimah mencuri, dia tidak segan memotong tangannya. Kalau ada saudara saya, keluarga, penguasa, yang korupsi, akan dibabat sampai ke akar-akarnya,’’ ujar Abraham bersemangat.
’’Gantung koruptor!’’ tutup Abraham disambut tepuk tangan meriah. Bibit Samad Rianto, M Jasin, Haryono Umar, Chandra Hamzah, Busyro Muqoddas, Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, kemudian menyaksikan video tentang perjalanan lembaga antikorupsi itu. Mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean tampak hadir dalam acara tersebut.
Abraham menjelaskan, apa yang dia janjikan di depan anggota DPR saat fit and profer test itu bukanlah kontrak politik, tetapi itu merupakan kontrak sosial. ’’Itu adalah komitmen saya kepada seluruh masyarakat. Maka bila saya tidak menunaikan kontak sosial tersebut, maka tidak ada kewenangan sedikit pun untuk anggota DPR dalam menagihnya, itu adalah kewenangan seluruh lapisan masyarakat,’’ ujarnya saat di depan para seluruh pegawai, pimpinan KPK lainnya, media dan masyarakat di halaman parkir kantor KPK, Jakarta, kemarin.
Ia dituduh menyimpangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Klodran Rp 285,9 juta selama 2007 – 2009. ”Pelajaran kedua”, ia menyatakan bertanggung jawab sebagai pelaku tunggal, sebab meskipun ada anak buahnya yang terlibat, tanggung jawab formal organisatoris tetap ada pada pimpinan. ”Pelajaran ketiga”, ia meminta majelis hakim menghukumnya seberat mungkin. Walaupun hukum positif telah impas, namun sampai mati kesalahan kepada rakyat Klodran itu akan tetap melekat padanya.
Koruptor tetaplah koruptor, namun Endah Rahmanto termasuk ”koruptor langka”. Dengan angka yang ”hanya” Rp 285,9 juta — jika dibandingkan dengan ratusan miliar yang biasa dijadikan bancakan para penggogos uang rakyat — ia seolah-olah menohok para koruptor kakap bahwa tidak ada alasan apa pun untuk membela diri. Bukankah ada fenomena: membangun opini seolah-olah menjadi korban kepentingan politik, korban tebang pilih, menyalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, dan tampil membela diri bagai selebriti?
Kesadaran bahwa perbuatannya telah merugikan negara, masyarakat, keluarga, dan diri sendiri, menjadi pengakuan kunci bagi Endah Rahmanto yang juga seolah-olah mendekonstruksi kebiasaan para koruptor kakap yang tak pernah mau mengaku bersalah. Cara menyikapi jerat hukum dan model-model pembelaan, seperti dalam kasus suap cek pelawat yang melibatkan puluhan anggota DPR periode 2004-2009 menunjukkan mereka tidak merasa sebagai ”kesalahan sendiri” melainkan karena ”permainan tertentu”.
Sang Kepala Desa Klodran itu juga bukan orang yang punya kekuatan politik dan akses sekuat Gayus Tambunan, yang dengan modal itu bisa berlenggang kangkung ke mana-mana di tengah masa penahanannya, juga bisa mengatur sekehendak hati para aparat hukum. Kata kuncinya, Endah Rahmanto merasa hukuman seberat pun yang akan diterimanya tidak akan menghapus perasaan bersalah sampai mati, sehingga ia tidak berupaya membangun justifikasi lain kecuali bahwa dia memang tak pantas membela diri.
Persidangan di Peradilan Tipikor Semarang itu kiranya memberi pelajaran mengenai nuansa penampilan berbeda seorang koruptor. Memang sikap seluruh elemen bangsa dalam perang melawan korupsi harus dikeraskan: bahwa tidak ada koruptor yang berhak menjustifikasi perbuatannya. Setidak-tidaknya sikap Endah Rahmanto itu membuat malu — itu pun kalau masih punya malu — mereka yang besaran jarahannya berlipat-lipat tetapi dengan berbelit-belit dan menyalahkan orang lain mencoba lari dari tanggung jawab.
Gantung Koruptor!
Sementara itu, di hari pertama berkantor di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham melontarkan kalimat yang boleh jadi membuat perampok uang rakyat itu ciut nyali. Saat perpisahan dengan para pimpinan lama bersama para karyawan KPK, dia meneriakkan dua kalimat. ’’Hidup KPK, gantung koruptor!’’ serunya disambut riuh tepuk tangan para karyawan yang berkumpul di lapangan parkir KPK, kemarin. ’’Kami memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Kita akan babat sampai akar-akarnya. Rasul bilang ke anaknya, seandainya Fatimah mencuri, dia tidak segan memotong tangannya. Kalau ada saudara saya, keluarga, penguasa, yang korupsi, akan dibabat sampai ke akar-akarnya,’’ ujar Abraham bersemangat.
’’Gantung koruptor!’’ tutup Abraham disambut tepuk tangan meriah. Bibit Samad Rianto, M Jasin, Haryono Umar, Chandra Hamzah, Busyro Muqoddas, Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, kemudian menyaksikan video tentang perjalanan lembaga antikorupsi itu. Mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean tampak hadir dalam acara tersebut.
Abraham menjelaskan, apa yang dia janjikan di depan anggota DPR saat fit and profer test itu bukanlah kontrak politik, tetapi itu merupakan kontrak sosial. ’’Itu adalah komitmen saya kepada seluruh masyarakat. Maka bila saya tidak menunaikan kontak sosial tersebut, maka tidak ada kewenangan sedikit pun untuk anggota DPR dalam menagihnya, itu adalah kewenangan seluruh lapisan masyarakat,’’ ujarnya saat di depan para seluruh pegawai, pimpinan KPK lainnya, media dan masyarakat di halaman parkir kantor KPK, Jakarta, kemarin.
sumber 1
sumber 2
0
2K
Kutip
3
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan