Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jackrescueAvatar border
TS
jackrescue
Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh
Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh


Hmmm gak tau mau mulai darimana Thread ini mau ane buat...

karena ane seorang pengagum wanita ane rasa maka lahirlah thread ini emoticon-Malu (S). Udah di search di kaskus gak ketemu dengan artikel yang terkait dengan judul di Atas...

Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh

Dimulai pada masa kerajaan Aceh pimpinan Sultan Iskandar Muda, dari pekimpoian Sultan Iskandar Muda dan Puteri Kamaliah, lahirlah Puteri Seri Alam tahun 1612 yang ketika dewasa dinikahkan dengan Raja Mughal putera Raja Ahmad Syah dan Puteri Bongsu Candera Dewi yang dibawa ke Aceh setelah Sultan lskandar Muda berhasil mensterilkan Pahang dari pengaruh kolonial Portugis.

Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh

Sri Sulthanah Safiatuddin


Sultanah Safiatuddin bergelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul-’Alam Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah. Anak tertua dari Sultan Iskandar Muda dan dilahirkan pada tahun 1612 dengan nama Putri Sri Alam. Safiatud-din Tajul-’Alam memiliki arti “kemurnian iman, mahkota dunia.” Ia memerintah antara tahun 1641-1675. Diceritakan bahwa ia gemar mengarang sajak dan cerita serta membantu berdirinya perpustakaan di negerinya.

Sebelum ia menjadi sultana, Aceh dipimpin oleh suaminya, yaitu Sultan Iskandar Tsani (1637-1641). Setelah Iskandar Tsani wafat amatlah sulit untuk mencari pengganti laki-laki yang masih berhubungan keluarga dekat. Terjadi kericuhan dalam mencari penggantinya. Kaum Ulama dan Wujudiah tidak menyetujui jika perempuan menjadi raja dengan alasan-alasan tertentu. Kemudian seorang Ulama Besar, Nurudin Ar Raniri, menengahi kericuhan itu dengan menolak argumen-argumen kaum Ulama, sehingga Sultana Safiatuddin diangkat menjadi sultana.

Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita. Sultanah Safiatuddin memerintah selama 35 tahun, dan membentuk barisan perempuan pengawal istana yang turut berperang dalam Perang Malaka tahun 1639. Ia juga meneruskan tradisi pemberian tanah kepada pahlawan-pahlawan perang sebagai hadiah dari kerajaan.

Sejarah pemerintahan Sultana Safiatuddin dapat dibaca dari catatan para musafir Portugis, Perancis, Inggris dan Belanda. Ia menjalankan pemerintahan dengan bijak, cakap dan cerdas. Pada pemerintahannya hukum, adat dan sastra berkembang baik. Ia memerintah pada masa-masa yang paling sulit karena Malaka diperebutkan antara VOC dengan Portugis. Ia dihormati oleh rakyatnya dan disegani Belanda, Portugis, Inggris, India dan Arab.

Merujuk kepada catatan sejarah Kerajaan Aceh disebutkan, Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat merupakan putri Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam dari permaisuri pertamanya, Putri Sani Ratna Sendi Istana julukan untuk puteri Kamaliah. Sri Ratu memerintah Kerajaan Aceh setelah mangkatnya Sultan Iskandar Tsani pada 1050 Hijriyah atau 1641 Masehi.

Selama masa pemerintahannya mulai 1050 Hijriyah hingga 1086 Hijriyah atau 1641 Masehi hingga 1675 Masehi, Kerajaan Aceh mencapai kemajuan yang cukup baik, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini dijelaskan Syekh Nuruddin Ar Raniri dalam bukunya Bustanus Salatin.

Pada masa pemerintahannya yang terdapat dua orang ulama penasehat negara (mufti) yaitu, Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil yang bergelar Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Ratu, Nuruddin menulis buku berjudul Hidayatul Imam yang ditujukan bagi kepentingan rakyat umum, dan atas permintaan Ratu pula, Abdurrauf Singkil menulis buku berjudul Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, untuk menjadi pedoman bagi para qadhi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ratu Safiatuddin bukan saja mengutamakan kesejahteraan negerinya tetapi juga berusaha menjalankan pemerintahannya sesuai dengan hukum Islam.

Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh


Ulama besar Kerajaan Aceh ini menyebutkan pada masa pemerintahan Sultanah itu, kondisi kerajaan sangat makmur. Makanan pun sangat murah dan kondisi kerajaan dalam keadaan aman sentosa.

"...pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin terlalu makmur, dan makanan pun sangat murah, dan segala manusia pun dalam kesentosaan dan mengikut segala barang sabdanya. Dan ialah yang adil pada segala hukumnya, dan tawakal pada segala pekerjaannya, dan sabar pada segala barang halnya, lagi mengerasi segala yang durhaka..."

Gambaran tersebut menjelaskan bagaiman suasana Kerajaan Aceh saat dipimpin oleh seorang wanita yang semula mendapat rintangan dari kelompok wujudiah di Aceh. Kelompok ini menyerukan agar Aceh tidak dipimpin oleh seorang wanita karena akan melemahkan kekuatan di dunia.

Kendati politik Aceh mulai memburuk sejak mangkatnya Sultan Iskandar Muda dan Iskandar Sani, namun perkembangan di bidang pendidikan dan kesusasteraan semakin maju. Di masa Sri Ratu Safiatuddin, banyak muncul ulama-ulama atau sarjana untuk mengarang buku-buku dalam berbagai disiplin ilmu.

Hal ini dapat dilihat dari pengantar seluruh kitab yang menuliskan bahwa atas anjuran Sri Ratu lah kitab itu ditulis.

Beberapa kitab yang lahir di masa itu seperti Bidayatul Iman Fi Fadlilil Manan berbahasa Melayu yang dikarang Syekh Nuruddin Ar Raniri. Selain itu, Syekh Abdurrauf Syiah Kuala juga berhasil mengarang kitab Miratuth Thullab, berbahasa Melayu.

Di masa pemerintahannya, Sri Ratu Safiatuddin banyak mengambil langkah dalam meningkatkan kedudukan kaum wanita dengan membuat peraturan untuk melindungi kaum hawa. Warisan Sri Ratu Safiatuddin lainnya berupa Cap Sikureung, yaitu stempel sah Kerajaan Aceh.

Setiap Sultan atau Sultanah (Ratu) yang memerintah di Aceh selalu menggunakan sebuah Cap resmi kesultanannya, yang didalam bahasa Aceh disebut Cab Sikureung (Cap Sembilan). Pemberian nama ini didasarkan kepada bentuk stempel itu sendiri yang mencantumkan nama sembilan orang Sultan dan nama Sultan yang sedang memerintah itu sendiri terdapat di tengah-tengah.

Sri Sulthanah Safiatuddin wafat pada tanggal 23 Oktober 1675

Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh

Cap Sikureng (Cap Sembilan)


Keterangan:
Cap Sikureung (Kulit luar) bermakna 9 Sultan :

1. Paling Atas

Sultan Ahmad Syah, yakni Raja pertama Dinasti Aceh-Bugis yang terakhir, 1723-1735, adalah Sultan yang ke-XX, sebelum tahun 1723 disebut dengan gelar Maharadja Lela (Melayu)

2. Kanan Atas

Sultan Djauhan Syah, yakni Putera Raja sebelumnya, 1735-1760, adalah Sultan ke-XXI, bergelar Raja Muda

3. Paling Kanan

Sultan Mahmud Syah, yakni Muhammad atau Mahmoud Syah I, Cucu Sultan Ahmad Syah, 1760-1763, adalah Sultan ke-XXII

4. Kanan Bawah

Sultan Djauhar 'Alam, yakni Cicit laki-laki Sultan Ahmad Syah, 1795-1824, adalah Sultan ke-XXVII

5. Paling Bawah

Sultan Manshur Syah, yakni Putera Djauhar Alam, sekitar 1857-1870, adalah Sultan ke-XXVIII

6. Kiri Bawah

Sultan Said-al-Mukamal, yakni Alauddin al-Qahhar, 1530-1557, adalah Sultan Aceh ke-III

7. Paling Kiri

Sultan Meukuta Alam, yakni Sultan Iskandar Muda, 1607-1636, adalah Sultan Aceh ke-XI

8. Kiri Atas

Sultan Tadjul 'Alam, yakni Ratu Safiatuddin, Sultan wanita pertama Aceh, 1641-1675, adalah Sultan ke-XIII (Puteri Iskandar Muda)

9. Tengah

Waffaa-Allah Paduka Seri Sultan Alauddin muhammad Daud Syah Djohan Berdaulat zil-Allah fil'Alam, yakni adalah Sultan Muhammad Daud Syah, 1879-1903, Sultan Aceh yang terakhir.

sekian thread ane gan... semoga bermanfaat

kalo yang yang ninggalin jejak banyak ntar ane tambahin lagi artikel tentang perempuan Aceh yang sangat dihormati oleh orang Aceh hingga sekarangemoticon-Malu

para kaskuser sebagai pembaca bijak... maka tinggalkanlah jejak...
Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh
boleh berupa rate emoticon-Rate 5 Star cendol emoticon-Blue Guy Cendol (L) bata emoticon-Blue Guy Bata (L)
ataupun berupa komentar
Mengenal Pemimpin Wanita Pertama di Kerajaan Aceh
0
14.5K
26
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan