Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

goed.aditAvatar border
TS
goed.adit
[ringan] Kisah Duta Aceh di Belanda
Abdul Hamid: Sang Duta yang Dimakamkan di Belanda

Adalah itu tahun 1601. Republik Belanda sedang berperang melawan Spanyol untuk mempertahankan kemerdekaanya. Frederik de Houtman menghabiskan waktunya dipenjara Aceh untuk menulis kamus Belanda-Melayu pertama. Ulama-ulama Melayu sedang giat-giatnya mengingatkan Sultan Aceh untuk menaklukkan kembali Malaka dari tangan Portugis. Pada Agustus tahun inilah ekspedisi kedua Belanda ke Nusantara mencapai Aceh.

Dipimpin Gerard de Roy dan Laurens Bickers, ekspedisi ini membawa berbagai hadiah untuk Sultan Alauddin Ri'ayat Syah Sayyid Almukammil. Sepucuk surat dari Pangeran Maurits meminta dilepasnya tahanan Belanda dan dimulainya hubungan dagang antara Belanda dan Aceh. Rupanya kesalahpahaman lima tahun sebelumnya dimaafkan dengan adanya surat dan berbagai hadiah ini, Sultan pun memperkenankan ekspedisi Belanda selanjutnya untuk datang ke Aceh.

Sebagai balasan atas kunjungan ini Sultan pun mengirimkan dutanya. Ia memilih Tanku Abdul Hamid sebagai duta. Undtuk mendampinginya disertakan pula Panglima Laksamana Sri Moehammad, Mir Hasan sebagaipenerjemah, seorang warga Luxembourg Leonard Werner, pelayan-pelayan, dan teknisi dari Arab.

Selama setahun mereka berlayar menuju Eropa. Bahkan kondisi perang antara Belanda dan Spanyol menambah tantangan. Mereka dihadang oleh armada Spanyol di St Helena. Sungguh sulit memang pelayaran pada masa itu. Hingga akhirnya pada Juli 1602 sampailah rombongan itu ke Republik Belanda, di Zeelandia tepatnya.

Kerasnya perjalanan dan perbedaan iklim rupanya berakibat buruk bagi sang Duta yang sudah uzur. Sesaat di darat, tepatnya di Middlebourg, ia segera menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Abdulhamid dan rombongannya adalah orang Nusantara (merdeka) pertama yang menginjakkan kakinya di Belanda. Namun sebagai Muslim mereka tidak diterima oleh para agamawan di Belanda. Apalagi jika harus melakukan pemakaman sebagai Muslim, mereka tidak bersedia memberikan tempat di pemakaman mereka. Namun statusnya sebagai duta berkata lain. Sebagai tamu wali negara Zeelandia ia berhak menerima penghormatan kenegaraan, dan Pangeran Maurits wajib memberikan kelengkapan pemakaman sesuai agama sang Duta.

Adalah Gereja Santo Petrus di Middlebourg. Ia dibangun sebagai rumah ibadah kaum Katolik, namun gelombang reformasi John Calvin yang kuat di Belanda menjadikan ia sebagai gereja Protestan. Dan untuk kali ini tamu sang wali negara akan dishalatkan di Gereja ini. Di holy ground sekitar gereja jenazah Abdul Hamid diletakkan dengan wajahnya menghadap kiblat.

Akhirnya rombongan duta menemui Pangeran Maurits di Brabant Utara. Aceh dengan ini mengakui kedaulatan Republik Belanda (Republiek der Zeven Verenigde Nederlanden) dan mempersilahkan kapal dagannya untuk berlabuh di Aceh. Setelah itu rombongan ini akhirnya pulang dengan membawa pesan dari pangeran Mauritius. Mereka sampai di Aceh pada tahun 1603.

Gereja Santo Petrus Middlebourg runtuh pada abad 19 dan disapu banjir pada 1940. Untuk mengenang awal hubungan damai Indonesia-Belanda pada 1978 pemerintah Belanda membangun monumen sebagai peringatan bahwa pada masanya Indonesia-Belanda saling menghormati satu sama lain sebagai bangsa yang setara.


=============================
Disadur dari:
JG. Taylor, Indonesia: Peoples and History
Aceh Tribunnews
Atjehpost
0
2.2K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan