Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ChoyroerAvatar border
TS
Choyroer
Ada Cerita di Balik UN 2013 yang (sepertinya) Masih Sarat Kecurangan
Ini ada sedikit cerita dari salah seorang guru yang baru saja mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan waktu menjadi pengawas Ujian Nasional (UN) yang ditumpahkan lewat blognya.
Dengar cerita seperti ini sepertinya sangat menyedihkan, karena kejujuran harus tergadai demi seonggok nilai. emoticon-Turut Berduka

Mudah-mudahan nggak repost emoticon-Big Grin
Spoiler for cek:


Ujian Nasional (UN) 2013
Spoiler for UN:


Monggo disimak!

Oh, UN itu Begini?
19 April 2013
Ninok Eyiz's Journey
===================================================

Tahun ini pertama kali saya memperoleh kehormatan sebagai pengawas Ujian Nasional! Wow. Saya menyebut kehormatan karena sejak bertugas sebagai guru PNS, baru tahun ini saya mendapatkan kesempatan. Keren sekali rasanya. Hi hi emoticon-Big Grin

Jauh-jauh hari sebelum UN, saya melakukan survei kecil-kecilan ke teman-teman guru. Hasil surveinya sangat menarik dan membuat saya penasaran. Mereka bilang kalau nantinya pengawas itu akan jadi boneka di ruang ujian. Waktu saya tanya, Kenapa? Kok gitu? Mereka menjawab, “Ntar kamu tahu sendiri”. Nah looh..


Senin (14/4), saya tiba di sekolah tempat saya bertugas. Sekolah kecil yang ramai. Ada 2 lembaga pendidikan di sini, pendidikan menengah dan atas.

Pukul 7.00 WIB kami, para pengawas, memasuki ruang ujian. Anak-anak sudah berbaris rapi menunggu kami membuka pintu. Kami lalu mempersilahkan mereka masuk.

Hari pertama yang diujikan adalah Bahasa Indonesia. Soal dan Lembar Jawab Ujian Nasional (LJUN) kami bagikan. Segera saja mereka larut mengerjakan soal-soal. Wajah-wajah berpikir, mulut komat-kamit membaca soal dan tangan yang sesekali mencoretkan pensil ke soal ujian untuk menemukan jawaban itu membuat saya dan teman pengawas saya –yang kebetulan juga baru pertama kali jadi pengawas UN—saling memandang, saling menukar senyum dan lega.

Ya, UN kali ini berbeda. UN tahun ini tidak akan membuat kami seperti boneka! Dengan 20 paket soal dan barcode itu, pasti akan memaksa anak-anak untuk belajar. Dengan anak-anak menuliskan kalimat “saya jujur dalam mengerjakan soal-soal ujian” di LJUN itu, mudah-mudahan berhasil memberi sugesti untuk benar-benar berlaku jujur!

“Terima kasih atas hari ini ya. Terima kasih karena kalian sudah jujur, serius dan tertib dalam mengerjakan soal-soal ujian,” begitu kalimat spontan saya sebagai apresiasi untuk mereka saat bel tanda berakhirnya ujian berbunyi.

Hari pertama sukses!

Selasa (15/4). Jam pertama yang diujikan adalah Ekonomi. Anak-anak tenang dalam mengerjakan. Seperti kemarinemoticon-Smilie

Dua puluh menit pertama, 2 orang panitia memasuki ruang ujian setelah sebelumnya meminta ijin kami untuk memberikan lembar kertas coret-coretan. Teman saya mempersilahkan mereka masuk. Saya hanya melihat mereka sekilas, lalu melanjutkan kembali melengkapi beberapa lembar administrasi UN.

Berikutnya, saya merasa ada yang aneh. Saya melihat mereka sewaktu memberikan kertas dengan mendatangi anak satu persatu, sambil membisikkan sesuatu.

Saya mencoba mencari tahu.

Tetapi teman pengawas saya bilang,

“Nggak ada apa-apa. Biasa…”

Well, saya kembali tenang karena saat itu Pengawas Satuan Pendidikan datang untuk menandatangani lembar Pakta Integeritas. Beliau jelas melihat apa yang dikerjakan 2 panitia tadi. Jadi, mungkin memang benar tidak ada apa-apa ya?

Belakangan, setelah ujian berakhir dan para pengawas menuju ke ruang pengawas, teman seruangan lain cerita kalau dia tahu dan melihat dengan jelas bahwa yang panitia edarkan tadi adalah kunci jawaban!

bodoh!

Saya merutuki diri saya sendiri. Kenapa sampai tidak ngeh? Kenapa mata saya tertipu waktu Pengawas Satuan Pendidikan masuk tadi?

Hancur hati saya. Saya merasa ditampar di depan anak-anak. Saya malu semalu-malunya!

Selanjutnya, ruang pengawas kedatangan tamu pengawas dari Dinas Dikpora Kabupaten. Beliau ngobrol dengan kepala sekolah, lalu berpesan kepada kami,

“Hari ini tidak ada kasus apa pun di sekolahan lho, ya? Tidak boleh ada cerita yang keluar dari sekolahan ini!”

Jam kedua dimulai. Bahasa Inggris kali ini. Saya melihat anak-anak tenang dalam mengerjakan. Jam kedua yang sangat lama karena saya terus meneteskan air mata. Saya memang bukan jenis orang yang bisa menahan apa-apa yang saya rasakan. Saya ingin ketemu kepala sekolah lagi. Saya ingin bicara.

Jam kedua berakhir.

Di ruang pengawas saya tidak menemukan Kepala Sekolah. Hanya ada 2 orang panitia yang tadi masuk ke ruang ujian. Mereka tersenyum dan menghampiri kami satu per satu. Dimulai dari teman saya yang duduk paling ujung sendiri.

“Ini buat ganti transport ke sini, Pak.”

Yang lalu direspon dengan ungkapan-ungkapan terima kasih. Demikian seterusnya hingga sampai di meja saya.

“Saya tidak usah, Pak. Terima kasih. Buat Bapak saja”, kata saya sambil meninggalkan ruang pengawas.

Saya mencari kepala sekolah dan akhirnya bertemu.

Kepala sekolah mohon maaf. Beliau sampaikan juga alasan kenapa sebelumnya tidak ada di tempat karena ada wartawan yang mewawancarainya.

Saya sampaikan kalau saya tidak dapat menerima kejadian tadi.

Saya tidak terima.

Hati saya sakit.

Saya bicara dalam keadaan marah sambil menangis lagi.

Kepala sekolah diam. Bengong. Lalu bicara.

“Ooh, tadi ada panitia masuk ya? Itu inisiatif panitia. Saya akan bicara ke mereka.”

Hari ke-3, Rabu (17/4).

Datang panitia sambil membawa kopi pagi.

“Ibu, nanti saya mau bicara,” begitu katanya.

Sambil mengawasi saya memantau anak-anak. Mereka tenang dan serius membaca soal-soal ujian.

Tidak dapat jawaban soal lagi. Itu jawaban mereka waktu saya tanya, apa mereka dapat kunci jawaban lagi?

“Ibu, saya mohon maafkan saya. Saya khilaf sudah memasukkan kunci jawaban ke ruangan-ruangan. Saya tidak tega dengan anak-anak. Saya cuma ingin membantu anak-anak. Saya mohon ibu tidak bicara ke siapa pun. Saya mohon amplopnya diterima..”

Tidak tega rasanya melihat ibu panitia yang satu ini. Beliau dikorbankan sebagai martir sekolah ini untuk mengakui bahwa yang mereka lakukan kemarin merupakan inisiatif dari beliau sendiri.

Sederhana saja saya menjawab.

“Karena ini kebenaran, saya tidak bisa berjanji tidak akan bicara. Karena kebenaran pasti akan terbuka pada waktunya.”

Saya merasa tidak ada beban, karena memang ini yang seharusnya dilakukan pengawas. Sesederhana itu.

“Pengawas itu tugasnya bukan untuk mengawasi. Tetapi membantu siswa. Membantu siswa untuk jujur!”

Pesan Kepala Sekolah tempat saya bekerja saat memberikan briefing pengawas UN, Kamis (11/4) lalu seperti menjadi mantera dan menjadi sumber kekuatan. Karena dari kalimat tersebut saya tahu bahwa beliau punya sikap yang sama. Jujur dalam UN!

Kamis (18/4) hari ke-4 Ujian Nasional! Last day!

--------------------------- Lanjut di bawah


Polling
Poll ini sudah ditutup. - 19 suara
Bagaimana kondisi UN di daerah sekitar agan/sista?
Biasa, berjalan normal dan jujur
5%
Masih ada sedikit kecurangan
26%
Penuh konspirasi dan rekayasa panitia
42%
Tidak tahu menahu, bukan peserta didik, bukan tenaga pendidikan
5%
Nggak peduli, skripsi gua aja belom kelar :D
21%
Diubah oleh Choyroer 20-04-2013 12:36
0
2.5K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan