Suka Baca? Mohon bantuannya sama Kaskuser buat kritik dan saran tulisan Cerita ane
TS
rideadwalkin
Suka Baca? Mohon bantuannya sama Kaskuser buat kritik dan saran tulisan Cerita ane
Assalamu'alaikum.
Siang min mod, gini, ane kan kadang suka nulis cerita di blog, campur-campur sih dari pengalaman sehari-hari sampe tips dan trik berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang ane punya. Nah berhubung di dunia real temen-temen banyak banget yang nyaranin ane untuk dibikin jadi buku, jadi ane minta masukkan sama mereka. Walaupun namanya kritikan pedes pati dateng, tapi ya namanya kan tujuannya membangun, jadi ane tetep koreksi, dan koreksi. Nah masalahnya, ketakutan sama pesimisme ane tuh selalui menghantui ane, apa yakin ini bisa ane bikin jadi buku, trus kan ane masih kurang massa nih dari dunia maya, buat respon atau blog ane secara langsung. Untuk itu makanya ane coba minta tolong sama agan-agan kaskuser/blogger yang suka baca, mohon untuk mampir ke tkp dan baca cerita-cerita ane. Itu pure semua ane yang nulis, gada copaste gan! Bukan kok gan!
Update contoh tulisan ane buat seseorang yang ane belom masukkin, abisnya gaberani takut orangnya baca
Spoiler for Buat Seseorang:
HUJAN(part 1)
Hujan, izinkan aku bercerita mengenai dirinya.
Hari ini deras, tanganku bergemuruh kecil menuliskan kata-kata diatas benda yang dapat kulipat ini. Sebelumnya, pakaian dan kulitku telah menyatu akibat kuyupnya air yang menemaniku selama perjalanan. Sampai akhirnya pemandanganku terganggu oleh plang Rumah Makan yang cukup mencolok bagi pengendara bermotor dalam situasi lepek seperti ini, Sate-Sop-Soto. Hangatnya tulisan itu perlahan menyelimuti dinginku, sehingga sepeda motor yang kutumpangi terasa terhipnotis untuk berhenti dan mampir sejenak. Aku sangat senang dia, orang yang ingin kuceritakan tentangnya kepadamu tidak suka membaca, jadi sangat kecil kekhawatiranku untuk dapat mengetahui bahwa dia akan memahami cerita ini.
Pertemuan kami memang baru seumur jagung, hanya dalam hitungan hari. Namun sudah cukup familiar wajahnya selalu kujumpai di tempatku bekerja semenjak hampir kurang lebih lima bulan yang lalu. Allah selalu mengabulkan permohonanku secara perlahan dan penuh proses, aku menyadarinya itu. Katakan saja lima bulan, pada awal kali pertama kedatangannya ketempat kerjaku, tanpa kusadari pandangan ini selalu mencuri waktu beberapa detik untuk melihat parasnya.Sekedar informasi, tempatku bekerja merupakan lembaga pendidikan swasta dalam bahasa inggris cukup ternama dan berkelas, pada awalnya aku merupakan murid disana, namun kini jalanku menunjukkan untuk membuatku bekerja di tempat ini. Ya, dan dia adalah salah satu murid yang belajar di tempatku bekerja, Aku tidak begitu mahir, apakah dia dinilai sebagai seorang yang manis, cantik, atau biasa saja. Tapi aku yakin, tidak sedikit mata kaum sepertiku menyempatkan untuk menjatuhkan pandangan mereka terhadap parasnya. Akupun berkeluh kecil kepada Sang Pencipta mengenai kekagumanku terhadap parasnya, “Ya Allah cantiknya, seandainya kami dapat bertegur sapa dan…” Kemudian sesegera mungkin aku mengalihkan pikiranku kembali terhadap apa yang harus aku kerjakan.
Aku tidak tahu pasti, sepertinya hari ke enam, dia mulai menyapa rekan kerjaku, dengan tujuan meminta tolong untuk mengisi baterai tentu dengan menitipkan ponselnya. Aku selalu memperhatikan hal – hal kecil apa yang dia kerjakan, dia terlihat tidak terlalu pintar bergaul, jarang berbicara, namun aku dapat menangkap keramahan saat apabila ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Terus terang ditempatku bekerja, ada sebagian wanita berpakaian kurang sopan dengan dalih-dalih modis. Tidak munafik, akupun memiliki nafsu sebagai kaum normal melihat hal seperti itu, namun akupun memiliki Allah yang menciptakan kami mahkluk penuh nafus dan ego, tentu serta dalam agamaNya selalu mengajarkan bagaimana cara memperlakukan nafsu. Tapi yang membuatku cukup teringat akan salah satu hal kecil pada dirinya ialah pakaian yang ia kenakan tidak pernah terlihat tidak modis, namun selalu sopan untuk budaya tropis timur asia. Semakin penasaran aku menyelami hari ketika menjatuhkan pandanganku kepada wajahnya, walaupun hanya dalam hitungan detik, dan sesegera mungkin aku mengaburkan pandanganku disaat dia menyadarinya.
L ima bulan berlalu, sekitar dua atau tiga minggu yang lalu pula setelah itu kami kali pertamanya berbicara dalam topik yang sama disaat dia membawa temannya, yang pada awalanya juga temanku. Pertama kalinya. Lucu, senang, aneh, dan canggung, namun aku pandai untuk terlihat biasa dan seakan mudah berbaur. Walaupun terkadang dari sebagian teman dekatku dapat menangkap kecanggunganku dari paras merahnya wajahku, bukan dari cara bicara. Hari berikutnya, entah scenario apa yang tercipta, kami berbicara pada topik yang sama lagi, akibat jembatan yang kami saling kenal, ya, temanku sekaligus temannya. Dua hari berikutnya, karena temanku yang dahulu pernah dimintai tolong untuk dititipkan ponselnya sudah pindah bekerja, akupun senang ternyata dia menyapaku untuk meminta tolong hal yang sama. Sampai akhirnya kami pada hari itu kami dan beberapa orang yang kami kenal pulang pada waktu yang secara tidak sengaja sama. Saat menginjak wilayah diluar tempat kami bekerja kami sedikit berpencar. Namun masih ada temanku yang pergi pulang denganku, karena kebetulan rumah kosan yang kami singgahi cukup dekat dan dalam hitungan menit dapat diraih hanya dalam berjalan kaki.
“Ohh kerja di advertising ya?” Pecah kecanggunganku.
“Iya, kurang lebih, hehe.” Sahutnya dengan manis.
“Namanya apa? Karena terus terang gw seneng liat desain billboard dan merhatiin perkembangan desain. Walaupun bukan bidang gw.”
“Oh suka desain. Swasta kok, namanya Ze***a”
“Kayanya pernah denger tuh…”
Pembicaraan kamipun terpotong oleh pertemuan temannya saat kami berjalan bersama.
“Hai, Gaby.. wah gile belajar di wall*****t ya sekarang”
“Hai apakabar?! Bisa aja lo!”
Akupun sedikit berlalu meninggalkan beberapa langkah demi agar dapat beriringan dengan temanku yang lain sudah jalan sedikit lebih jauh. Gaby, itu namanya, karena aku termasuk tidak berani untuk berkenalan sesorang secara resmi dengan mengajak berjabat tangan terutama wanita, jadi inisiatifku memutuskan waktu yang akan memberitahukanku nama wanita itu. Dia berlalri kecil menghampiri kami, dan
“Oi, sori.. sorii.. hehe tadi temen lama gw” lanjutnya kembali
“Oh iya haha, jadi nama lo Gaby? Abis gw taunya anak-anak manggil lo ibu peri”
“Hehe iya, tau tuh pada asal aja manggil gw. Jadi lo tau Z****a?”
“Hmm.. yang logonya bullet agak cembung-cembung gitu bukan sih? Yang suka ada dibawah billboard bukan?”
“Iya iya kok tau? Jarang banget yang tau soalnya”
“Haha kebetulan aja mungkin Gab”
Diapun berpamitan, dia mempersilahkan aku dan temanku untuk duluan, karena dia sedang menunggu sesorang yang akan menjemputnya. Entah mengapa ada hal kecil yang mengganjal, kecewa. Hal biasa yang selalu menghampiriku.
Satu minggu berjalan, ternyata dia membutuhkan beberapa orang freelancer desain untuk membantu perusahaan ditempat ia bekerja.
“Dii, lo biasa desain ya? Punya temen ga yang biasa desain juga?” Sapanya sebelum aku beranjak meninggal tempat kerjaku.
“Oh, iya bisa kok. Temen ada sih, tapi kayanya udh pada padat orderan desainnya. Ntar deh coba gw cariin ya” Seketika aku tidak jadi beranjak meninggalkan bangku kerjaku.
“Hoo gitu, lo pake whatsa** ga?”
“Pake, LI*E juga pake kok, tp berhubung hp gw baru aja ilang, jd balesnya lama gapapa ya. Gw online lewat laptop soalnya hehe”
“Hoo iya gapapa diii, mau kemana sekarang? Balik?”
“Tadinya sih, tapi gapapa kok santai aja hehehe” Entah scenario apa, kami berbicara lagi cukup lama, hari ini yang telah membuat raut mukaku penuh tekukan, kini cerah tersetrika kembali dibuatnya.
Sekarang aku sudah tidak bekerja lagi ditempat itu, karena memutuskan untuk bebas dan mencoba fokus terhadap usahaku yang cukup lama terbengkalai. Tapi semenjak saat itu, pertemanan kami mulai dekat. Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, pertemuan kami masih seumur jagung, tapi hampir beberapa hari sekali, aku cukup banyak menghabiskan waktu berdua dengannya, oh tidak berdua, kadang kami ditemani dua benda lipat kesayangan kami, tentu dengan tujuan pekerjaan. Namun terlepas apapun tujuan utamaku, terik kini menjadi sangat hangat dikulitku, hujan kini terasa sangat bersahabat dipakaianku. Setiap pertemuan, tentu kami tidak selalu membahas soal bisnis kami, terkadang tanpa kami sadari kami saling mendengar, saling bercerita, saling bercurah, bertukar pikiran, dan tertawa bersama. Pengetahuanku masih nol besar apakah dia bersikap seperti itu kepada semua teman dekat pria nya, atau aku merupakan… ah, sudahlah umur jagung, masih perlu banyak belajar.
Terus terang aku selalu gagal dalam hal seperti ini, karena sifatku yang terlalu lemah untuk dapat menyatakan apa yang aku inginkan. Ternyata, sampai malam ini aku bercerita kepada hujan, dia, menyahut ceritaku kembali dan menyimpulkan bahwa “Rid, kamu menyukainya. Itu terlihat jelas dari seluruh ceritamu malam ini. Tapi tidak usah khawatir karena aku tidak akan memberitahukan perasaanmu kepadanya.”
Ternyata hujan jauh lebih mengerti perasaanku melebihi diriku sendiri. Terimakasih untuk menyimpan rahasia ini, hujan. Terimakasih pula telah membantu mendinginkan soto babatku malam ini, agar dapat sesegera mungkin aku lahap. Tidak usah khawatir, karena seperti apapun perkembangannya, ketika waktumu tiba, aku akan menceritakan kembali kisah kami.