sofiadhatuAvatar border
TS
sofiadhatu
Penangkapan Wildan jadi pemicu. Anonymous Internasional pun menyerbu.
VIVAnews - Sekitar Selasa
malam, 29 Januari 2013, sejumlah
website atau situs resmi milik
pemerintah kedatangan tamu tak
diundang.
Tak tanggung-tanggung, tamu itu
meninggalkan jejak di tujuh situs
sekaligus, yaitu situs Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Badan Pusat Statistik
(BPS), Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) Tashkent,
Kementrian Hukum dan HAM,
Kementerian Sosial, dan
Kementrian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif.
Tamu itu adalah hacker atau
peretas yang menamakan diri
Anonymous, atau secara harfiah
berarti tidak diketahui namanya.
Akun yang diduga milik
kelompok peretas internasional
yang populer ini berhasil
mengubah tampilan situs, atau
populer dengan istilah defacing.
Di dalam situs yang dikunjungi,
peretas meninggalkan jejak
berupa pesan: No Army Can
Stop An Idea.
Hingga pagi dini hari, Rabu 30
Januari 2013, pesan itu masih
terpampang di sub-domain
dalam tujuh situs resmi milik
pemerintah. Namun, tadi pagi,
pengelola situs sudah berhasil
membersihkannya, dan
mengembalikan tampilan seperti
semula.
Wildan
Aksi defacing terhadap tujuh situs
resmi milik pemerintah tentu saja
bukan tanpa alasan. Diduga ini
adalah aksi solidaritas para
peretas internasional terhadap
penangkapan Wildan, tersangka
peretas situs Presiden SBY, pada
Jumat pekan lalu.
Seperti disiarkan sebelumnya,
Direktorat Tindak Pidana Khusus
Bareskrim Polri menangkap
Wildan Yani S Hari, pemuda
berusia 22 tahun yang bekerja
sebagai karyawan sebuah
perusahaan yang bergerak di
bidang telekomunikasi di Jember,
Jawa Timur, yakni CV Surya
Tama.
CV ini mempunyai usaha di
bidang warung telekomunikasi,
penjualan sparepart komputer
dan software. Wildan bekerja
sebagai admin. Menariknya,
Wildan bukan siapa-siapa, dan
bukan anggota komunitas
peretas tertentu. Dia hanya
alumni STM Pembangunan Sipil
yang belajar komputer secara
otodidak.
Sebelum meretas situs SBY,
Wildan juga meretas beberapa
situs lain, seperti
[url=http://www.jatireja.network,]www.jatireja.network,[/url] yang
merupakan Internet Service
Provider (ISP). Kemudian, situs
www.presidensby.info yang
menggunakan ISP dari Jatireja
tersebut. Situs
polresgunungkidul.info juga
diretasnya. Tak berhenti di sana,
masih ada sekitar 5.320 yang
menjadi korban peretasan
Wildan.
Namun, aksi Wildan tidak
bertujuan. Menurut hasil
investigasi Polri, dia melakukan
aksinya itu murni karena iseng
belaka. Belum ada bukti
tersangka melakukan pencurian
data, merusak, atau
semacamnya.
Namun, meski hanya karena
mengubah tampilan, polisi akan
menjerat yang bersangkutan
dengan UU Telekomunikasi pasal
22 huruf B UU 36/1999, dan UU
ITE pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan
atau ayat 3, jo pasal 32 ayat 1
UU no 11/2008 tentang ITE,
dengan ancaman pidana
maksimum delapan tahun dan/
atau denda paling banyak Rp800
juta.
Saat ini, menurut keterangan
Direktur Tindak Pidana Khusus
Bareskrim Polri Brigjen Pol Arif
Sulistyo, penyidik telah menyita
sejumlah barang bukti terkait
kejahatan Wildan tersebut. Selain
itu, lima orang saksi dari
pengelola situs juga sudah
diperiksa. "Barang bukti dari
Jember berupa 2 CPU telah
disita. Saat ini tersangka masih
menjalani proses di Bareskrim,"
terangnya.
Inilah yang kemudian menuai
reaksi para peretas internasional
yang tergabung dalam
Anonymous. Hingga akhirnya
mereka menyerang sejumlah
situs milik pemerintah.
Jutaan Kali
Menteri Komunikasi dan
Informasi, Tifatul Sembiring
mengaku tak terkejut dengan
kabar diretasnya situs Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan
situs pemerintah lainnya.
Menurut Tifatul, serangan ke
situs pemerintah memang sudah
kerap terjadi.
"Serangan ini bukan serangan
pertama atau kelima. Tahun 2012
saja, kami mendata 36,6 juta kali
serangan kepada situs
pemerintah. Artinya, ada 125 ribu
serangan per hari," kata Tifatul di
Gedung DPR, Rabu 30 Januari
2013.
Sementara, untuk mengamankan
situs negara ini, Tifatul
mengatakan, pemerintah sudah
memiliki pengamanan khusus
yang bekerja selama 24 jam
sehari.
Meski begitu, tak semua peretas
situs pemerintah yang tertangkap
diproses hukum. Namun, mereka
lebih banyak diarahkan ke hal
yang lebih positif. "Beberapa
diarahkan ke hal-hal yang positif,
dan cukup berhasil," ujar dia.
Namun, kata Tifatul, jika hacker
tersebut dianggap berbahaya,
tentu saja akan diproses hukum.
"Hal-hal begini, siapapun yang
melanggar perlu diproses. Tapi
bagaimana prosesnya nanti kita
lihat," ujar dia.
Beasiswa
Menanggapi kasus ini, Anggota
Komisi I dari Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Mardani Ali
Sera ikut angkat bicara.
Bukannya mendukung proses
hukum, dia justru menyarankan
agar pemerintah memberikan
beasiswa pada Wildan Yani S
Hari, peretas situs Presiden SBY.
Menurut Mardani, Wildan adalah
sosok muda yang berbakat dan
layak diberi bimbingan. Karena
tak ada bimbingan itulah,
menurut Mardani, Wildan
melakukan serangan yang
merugikan.
"Hacker muda Wildan memiliki
kompetensi. Karena tidak
terbina, malah bukan menjaga
keamanan. Saya menyarankan
dia dibina dan diberi beasiswa"
ujar Mardani saat melakukan
rapat dengar pendapat dengan
Menkominfo, di DPR, hari ini.
Namun, Menkominfo Tifatul
Sembiring tak menyetujui usulan
Mardani tersebut. Menurutnya,
perbuatan Wildan yang meretas
situs presiden pantas diproses
secara hukum. "Ini proses di
kepolisian, lagi diproses kok
diberikan beasiswa," ujar Tifatul
ketus saat ditemui usai rapat.
Siapakah Anonymous?
Nama ini tentu tidak asing di
telinga. Kelompok ini kerap
muncul tatkala terjadi kejadian-
kejadian yang dianggap
menyimpang, tak hanya di dalam
negeri tetapi juga secara
internasional. Dan, kasus Wildan
ini bukanlah kali pertama aksi
Anonymous membuat berita
besar. Mari kita amati sejumlah
sepak terjangnya.
Sebelum kasus Wildan, nama
Anonymous cukup mencuat di
dunia ketika diketahui bekerja di
balik Wikileaks.org, situs whistle-
blower nirlaba yang digagas
Julian Asengas. Situs ini pun
menjadi buah bibir kala
membongkar ribuan kabel
diplomatik Departemen Luar
Negeri AS dan dibocorkan ke
publik. Tak pelak, kejadian ini
pun membuat tokoh hingga
petinggi negara di dunia kalang
kabut.
Baru-baru ini, Anonymous juga
melakukan aksi balas dendam
atas kematian seorang peretas
sekaligus aktivis Internet terkenal
di Amerika Serikat, Aaron Swartz.
Kelompok hacker Anonymous
menyerang situs Komisi Vonis
Amerika Serikat dan mengancam
akan menyebarkan data-data
pemerintah.
Anonymous mengatakan, hal ini
dilakukan sebagai bentuk protes
atas vonis yang menurut mereka
salah. Swartz divonis 35 tahun
penjara dan denda US$1 juta
karena membobol jaringan
kampus terkemuka di
Massachusetts, yaitu
Massachusetts Institute of
Technology.
Swartz lalu mengunduh jutaan
artikel jurnal akademis yang
rencananya akan disebarkan
secara gratis. Namun karena
vonis itu dia frustasi. Dia lalu
ditemukan gantung diri di
apartemennya pada awal Januari tahun ini.

Sumbes
m.news.viva.co.id/news/read/386486-mengapa-anonymous-hacker-serang-situs-pemerintah
Diubah oleh sofiadhatu 31-01-2013 19:33
0
4.5K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan