- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kasus Pembunuhan , berani ANALisa Kasusnya gan .. ???
TS
SirLord
Kasus Pembunuhan , berani ANALisa Kasusnya gan .. ???
Spoiler for KASUS:
Akhir September 2012 lalu, Jakarta dikejutkan oleh kematian sepasang kekasih, Mirza Nuruzzaman, 35 tahun, dan Asywarah Indah Sari Eka Putri, 26 tahun. Keduanya berencana menikah sepekan sebelum maut merenggut nyawa mereka. Masjid untuk lokasi pernikahan sudah dipesan. Undangan pun telah disebar.
Yang membuat kasus ini misterius adalah polisi menduga calon pengantin pria membunuh kekasihnya sebelum kemudian bunuh diri. Benarkah? Apa motif di balik pembunuhan itu?
Pos ojek motor depan Masjid Jami'' Ar-Rahmah, Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan, selalu ramai di malam hari. Apalagi pada Sabtu malam, seperti 22 September 2012 lalu. Belasan pengojek duduk santai di atas sepeda motor mereka menunggu penumpang. Sesekali, gemuruh kereta commuter line menderu di dekat mereka. Lokasi pos ojek itu memang persis di sebelah rel kereta Bogor-Jakarta.
Hendra, seorang penjaga counter telepon genggam di sana, tak melihat ada kejanggalan apa pun malam itu sampai seseorang muncul di dekat rel kereta. Sekitar pukul 20.00, si pria terlihat sibuk berbicara menggunakan telepon genggamnya. Sambil menelepon, pria itu berjalan bolak-balik di depan pos siskamling yang hanya berjarak sekitar 5 meter dari pos ojek.
Dia berkacamata dan tingginya sekitar 170-180 sentimeter, kata Hendra ketika diminta mendeskripsikan ciri-ciri pria itu pada dua pekan lalu. Setelah menelepon, lelaki itu melintasi jalan setapak tempat warga biasa menyeberangi rel ke arah Mall Kalibata. Melewati keramaian, tak banyak yang mempedulikannya.
Dalam remang malam, mata Hendra seperti tak bisa lepas dari gerak-gerik pria misterius itu. Sesaat kemudian, dia melihat si pria berdiri setengah menunduk tepat di tengah jalur rel kereta commuter line. "Waktu itu saya pikir dia sedang mencari sesuatu," ujar Hendra.
Sesuatu membuat Hendra mengalihkan perhatiannya sejenak dari si pria. Mendadak, lelaki itu sudah tidur telentang di atas rel, tepat ketika gemuruh suara kereta mendekat. "Sesaat, dia seperti mau mengubah posisi, lalu tiba-tiba kereta datang. Sudah ," kata Hendra pelan. Suaranya tercekat.
Aksi nekat pria itu membuat pos ojek Rawajati sontak gempar. Polisi berdatangan. Warga juga ramai berkerumun. Baru empat hari sebelumnya, seorang ibu tewas tertabrak kereta di tempat yang sama.
Dibantu warga, polisi mengumpulkan sisa barang-barang milik korban. Setelah lebih dari satu jam, mereka menemukan paspor dan tanda pengenal lelaki yang bunuh diri itu. Namanya Mirza Nuruzzaman Baig, 35 tahun, warga negara India. Pria kelahiran Darbhanga, India, 20 November 1976, itu ternyata baru datang ke Indonesia pada 3 September 2012, dua pekan sebelum kematiannya.
"Kami juga menemukan dua telepon genggam, kunci-kunci, selain paspor," kata Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Pancoran, Ajun Komisaris Suroto, kepada Tempo, dua pekan lalu.
Semua benda milik korban itu dikumpulkan di meja kaca kecil di countertelepon genggam Hendra. Belakangan, polisi mengetahui bahwa pria berkacamata itu menghuni salah satu kamar di Apartemen Kalibata City, tepatnya di Blok Borneo lantai 16 nomor B 16CG.
Haji Syamsuri baru saja pulang dari masjid untuk menunaikan salat Isya, Sabtu malam, 22 September 2012, ketika istrinya menyodorkan telepon genggam. Ada telepon penting dari calon menantu mereka: Mirza Nuruzzaman.
Meski singkat, percakapan telepon dalam bahasa Inggris itu membuat jantung Syamsuri nyaris berhenti berdetak. Mirza bilang, dia baru saja membunuh anak saya, kata pria pensiunan perusahaan asing berusia 58 tahun itu, dua pekan lalu.
Pada mulanya, Syamsuri menyangka dia salah dengar. Mirza dan putri sulungnya, Asywarah Indah Sari Eka Putri, akan menikah pada pekan itu. Semua persiapan sudah hampir selesai. Undangan sudah dicetak dan siap disebarkan. Dia tak percaya Mirza akan tega menyakiti Ekabegitu Asywarah biasa dipanggil.
Tergagap, Syamsuri berusaha mencecar Mirza soal apa yang tengah terjadi. Tapi pria India itu tak bicara banyak. Dia hanya mengaku sedang berada dekat rel kereta api, tanpa menceritakan niatnya untuk bunuh diri malam itu.
Pembicaraan kami sangat singkat. Begitu saya mau bertanya lagi, telepon ditutup, kata Syamsuri. Saya sempat tanya, kamu di mana? Tapi tak ada jawaban. Usaha sang ayah untuk menghubungi Mirza kembali tak membuahkan hasil. Telepon genggam pria itu langsung mati, tak bisa dikontak lagi.
Tak mau membuang waktu, Syamsuri mengajak istrinya pergi ke Apartemen Kalibata City. Mereka mengontrak sebuah kamar di sana, khusus untuk dipakai Mirza selama sang calon menantu berada di Indonesia.
Perjalanan dari rumah Syamsuri di Kompleks DKI, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, ke Apartemen Kalibata City terasa begitu panjang dan menyiksa. Di taksi, Syamsuri terus mencoba menghubungi Mirza, tapi tidak berhasil.
Begitu turun dari taksi di depan Apartemen Kalibata City, Syamsuri langsung menghambur ke petugas keamanan, meminta izin untuk menengok kamar nomor B 16CG di lantai 16. Dia juga bercerita soal pengakuan seram calon menantunya. Sayangnya, pintu kamar itu terkunci rapat. Petugas keamanan tak punya kunci cadangan.
Saat itulah, sejumlah satpam memberi tahu Syamsuri soal penemuan jenazah seorang pria yang tewas ditabrak kereta commuter line tak jauh dari sana. Pria sepuh itu tersentak. Dia ingat ucapan terakhir Mirza yang mengaku sedang berada dekat rel kereta.
Tanpa pikir panjang, Syamsuri langsung minta diantar ke lokasi kecelakaan. Dia ingin memastikan siapa pria yang bunuh diri di rel kereta malam itu. Seorang satpam Kalibata City berbaik hati mengantar pasangan suami-istri itu ke perlintasan kereta dekat pos ojek Rawajati.
Saya melihat ketika paspor Mirza ditemukan, kata Syamsuri kemudian. Wajahnya tegang. Nasib anaknya dan pengakuan Mirza soal pembunuhan Eka terus terngiang di telinganya. Bersama polisi dan satpam, dia bergegas kembali ke Apartemen Kalibata City. Bersama-sama, mereka membuka kamar di Blok Borneo, lantai 16, nomor B 16CG, kamar yang disewa Syamsuri untuk Mirza, dua pekan sebelumnya.
Di sana, di atas tempat tidur, tergeletak tubuh lemas Eka. Sebuah luka sayatan menganga di lehernya. Darah di mana-mana. Anak kesayangan Syamsuri itu sudah tak bernyawa.
Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Pancoran Ajun Komisaris Suroto mengaku sulit melupakan apa yang dia lihat di kamar B 16CG, lantai 16, Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, pada malam 22 September 2012.
Seorang perempuan muda berambut panjang, yang belakangan diketahui bernama Asywarah Indah Sari Eka Putri, ditemukan tewas dibunuh di atas ranjang. Dari keterangan ayah korban, Syamsuri, diketahui bahwa sehari-hari Ekabegitu gadis itu biasa disapamengenakan jilbab. Tapi, ketika kami sampai di sana, korban sudah tak mengenakan jilbab, kata Suroto.
Meski begitu, pakaian lain korban masih melekat di badan. Selain luka sayatan di leher korban, polisi juga menemukan luka bekas pisau di kedua lengannya. Kami menduga ada perlawanan, kata Suroto menjelaskan asal luka di tubuh korban.
Yang membuat kening berkerut, pelaku pembunuhan sempat membersihkan pisau yang digunakan untuk menghabisi nyawa korban. Tapi, seprai, kemeja, dan celana jins korban masih penuh berlumuran darah.
Semua barang bukti itu dikumpulkan polisi dengan teliti. Sudut-sudut kamar diperiksa dan difoto untuk menjelaskan bagaimana pembunuhan itu terjadi. Polisi bekerja semalam suntuk menelisik kamar apartemen itu. Di depan pintu, mereka juga memasang pita kuning, police line, tanda bahwa lokasi tersebut merupakan tempat kejadian perkara pidana yang tak boleh diotak-atik siapa pun.
Selama penelusuran di tempat kejadian perkara, orang tua Eka: Syamsuri, hanya bisa terduduk lemas di lantai dasar Apartemen Kalibata City. Istrinya terus menangis tak berhenti-henti. Kepada polisi, mereka menceritakan pengakuan terakhir Mirza. Sebelum bunuh diri dengan berbaring di atas rel kereta commuter line jurusan Bogor-Jakarta, Mirza sudah membunuh calon istrinya di Apartemen Kalibata City.
sumber : tempo.co
Yang membuat kasus ini misterius adalah polisi menduga calon pengantin pria membunuh kekasihnya sebelum kemudian bunuh diri. Benarkah? Apa motif di balik pembunuhan itu?
Pos ojek motor depan Masjid Jami'' Ar-Rahmah, Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan, selalu ramai di malam hari. Apalagi pada Sabtu malam, seperti 22 September 2012 lalu. Belasan pengojek duduk santai di atas sepeda motor mereka menunggu penumpang. Sesekali, gemuruh kereta commuter line menderu di dekat mereka. Lokasi pos ojek itu memang persis di sebelah rel kereta Bogor-Jakarta.
Hendra, seorang penjaga counter telepon genggam di sana, tak melihat ada kejanggalan apa pun malam itu sampai seseorang muncul di dekat rel kereta. Sekitar pukul 20.00, si pria terlihat sibuk berbicara menggunakan telepon genggamnya. Sambil menelepon, pria itu berjalan bolak-balik di depan pos siskamling yang hanya berjarak sekitar 5 meter dari pos ojek.
Dia berkacamata dan tingginya sekitar 170-180 sentimeter, kata Hendra ketika diminta mendeskripsikan ciri-ciri pria itu pada dua pekan lalu. Setelah menelepon, lelaki itu melintasi jalan setapak tempat warga biasa menyeberangi rel ke arah Mall Kalibata. Melewati keramaian, tak banyak yang mempedulikannya.
Dalam remang malam, mata Hendra seperti tak bisa lepas dari gerak-gerik pria misterius itu. Sesaat kemudian, dia melihat si pria berdiri setengah menunduk tepat di tengah jalur rel kereta commuter line. "Waktu itu saya pikir dia sedang mencari sesuatu," ujar Hendra.
Sesuatu membuat Hendra mengalihkan perhatiannya sejenak dari si pria. Mendadak, lelaki itu sudah tidur telentang di atas rel, tepat ketika gemuruh suara kereta mendekat. "Sesaat, dia seperti mau mengubah posisi, lalu tiba-tiba kereta datang. Sudah ," kata Hendra pelan. Suaranya tercekat.
Aksi nekat pria itu membuat pos ojek Rawajati sontak gempar. Polisi berdatangan. Warga juga ramai berkerumun. Baru empat hari sebelumnya, seorang ibu tewas tertabrak kereta di tempat yang sama.
Dibantu warga, polisi mengumpulkan sisa barang-barang milik korban. Setelah lebih dari satu jam, mereka menemukan paspor dan tanda pengenal lelaki yang bunuh diri itu. Namanya Mirza Nuruzzaman Baig, 35 tahun, warga negara India. Pria kelahiran Darbhanga, India, 20 November 1976, itu ternyata baru datang ke Indonesia pada 3 September 2012, dua pekan sebelum kematiannya.
"Kami juga menemukan dua telepon genggam, kunci-kunci, selain paspor," kata Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Pancoran, Ajun Komisaris Suroto, kepada Tempo, dua pekan lalu.
Semua benda milik korban itu dikumpulkan di meja kaca kecil di countertelepon genggam Hendra. Belakangan, polisi mengetahui bahwa pria berkacamata itu menghuni salah satu kamar di Apartemen Kalibata City, tepatnya di Blok Borneo lantai 16 nomor B 16CG.
Haji Syamsuri baru saja pulang dari masjid untuk menunaikan salat Isya, Sabtu malam, 22 September 2012, ketika istrinya menyodorkan telepon genggam. Ada telepon penting dari calon menantu mereka: Mirza Nuruzzaman.
Meski singkat, percakapan telepon dalam bahasa Inggris itu membuat jantung Syamsuri nyaris berhenti berdetak. Mirza bilang, dia baru saja membunuh anak saya, kata pria pensiunan perusahaan asing berusia 58 tahun itu, dua pekan lalu.
Pada mulanya, Syamsuri menyangka dia salah dengar. Mirza dan putri sulungnya, Asywarah Indah Sari Eka Putri, akan menikah pada pekan itu. Semua persiapan sudah hampir selesai. Undangan sudah dicetak dan siap disebarkan. Dia tak percaya Mirza akan tega menyakiti Ekabegitu Asywarah biasa dipanggil.
Tergagap, Syamsuri berusaha mencecar Mirza soal apa yang tengah terjadi. Tapi pria India itu tak bicara banyak. Dia hanya mengaku sedang berada dekat rel kereta api, tanpa menceritakan niatnya untuk bunuh diri malam itu.
Pembicaraan kami sangat singkat. Begitu saya mau bertanya lagi, telepon ditutup, kata Syamsuri. Saya sempat tanya, kamu di mana? Tapi tak ada jawaban. Usaha sang ayah untuk menghubungi Mirza kembali tak membuahkan hasil. Telepon genggam pria itu langsung mati, tak bisa dikontak lagi.
Tak mau membuang waktu, Syamsuri mengajak istrinya pergi ke Apartemen Kalibata City. Mereka mengontrak sebuah kamar di sana, khusus untuk dipakai Mirza selama sang calon menantu berada di Indonesia.
Perjalanan dari rumah Syamsuri di Kompleks DKI, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, ke Apartemen Kalibata City terasa begitu panjang dan menyiksa. Di taksi, Syamsuri terus mencoba menghubungi Mirza, tapi tidak berhasil.
Begitu turun dari taksi di depan Apartemen Kalibata City, Syamsuri langsung menghambur ke petugas keamanan, meminta izin untuk menengok kamar nomor B 16CG di lantai 16. Dia juga bercerita soal pengakuan seram calon menantunya. Sayangnya, pintu kamar itu terkunci rapat. Petugas keamanan tak punya kunci cadangan.
Saat itulah, sejumlah satpam memberi tahu Syamsuri soal penemuan jenazah seorang pria yang tewas ditabrak kereta commuter line tak jauh dari sana. Pria sepuh itu tersentak. Dia ingat ucapan terakhir Mirza yang mengaku sedang berada dekat rel kereta.
Tanpa pikir panjang, Syamsuri langsung minta diantar ke lokasi kecelakaan. Dia ingin memastikan siapa pria yang bunuh diri di rel kereta malam itu. Seorang satpam Kalibata City berbaik hati mengantar pasangan suami-istri itu ke perlintasan kereta dekat pos ojek Rawajati.
Saya melihat ketika paspor Mirza ditemukan, kata Syamsuri kemudian. Wajahnya tegang. Nasib anaknya dan pengakuan Mirza soal pembunuhan Eka terus terngiang di telinganya. Bersama polisi dan satpam, dia bergegas kembali ke Apartemen Kalibata City. Bersama-sama, mereka membuka kamar di Blok Borneo, lantai 16, nomor B 16CG, kamar yang disewa Syamsuri untuk Mirza, dua pekan sebelumnya.
Di sana, di atas tempat tidur, tergeletak tubuh lemas Eka. Sebuah luka sayatan menganga di lehernya. Darah di mana-mana. Anak kesayangan Syamsuri itu sudah tak bernyawa.
Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Pancoran Ajun Komisaris Suroto mengaku sulit melupakan apa yang dia lihat di kamar B 16CG, lantai 16, Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, pada malam 22 September 2012.
Seorang perempuan muda berambut panjang, yang belakangan diketahui bernama Asywarah Indah Sari Eka Putri, ditemukan tewas dibunuh di atas ranjang. Dari keterangan ayah korban, Syamsuri, diketahui bahwa sehari-hari Ekabegitu gadis itu biasa disapamengenakan jilbab. Tapi, ketika kami sampai di sana, korban sudah tak mengenakan jilbab, kata Suroto.
Meski begitu, pakaian lain korban masih melekat di badan. Selain luka sayatan di leher korban, polisi juga menemukan luka bekas pisau di kedua lengannya. Kami menduga ada perlawanan, kata Suroto menjelaskan asal luka di tubuh korban.
Yang membuat kening berkerut, pelaku pembunuhan sempat membersihkan pisau yang digunakan untuk menghabisi nyawa korban. Tapi, seprai, kemeja, dan celana jins korban masih penuh berlumuran darah.
Semua barang bukti itu dikumpulkan polisi dengan teliti. Sudut-sudut kamar diperiksa dan difoto untuk menjelaskan bagaimana pembunuhan itu terjadi. Polisi bekerja semalam suntuk menelisik kamar apartemen itu. Di depan pintu, mereka juga memasang pita kuning, police line, tanda bahwa lokasi tersebut merupakan tempat kejadian perkara pidana yang tak boleh diotak-atik siapa pun.
Selama penelusuran di tempat kejadian perkara, orang tua Eka: Syamsuri, hanya bisa terduduk lemas di lantai dasar Apartemen Kalibata City. Istrinya terus menangis tak berhenti-henti. Kepada polisi, mereka menceritakan pengakuan terakhir Mirza. Sebelum bunuh diri dengan berbaring di atas rel kereta commuter line jurusan Bogor-Jakarta, Mirza sudah membunuh calon istrinya di Apartemen Kalibata City.
sumber : tempo.co
Ane ragu gan klo Cowo nya sebagai pelaku nya ( terlalu gampang ),.... ada yang punya analisa ngga gan
0
6K
Kutip
37
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan