Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tumbasrawonAvatar border
TS
tumbasrawon
Kampanye SARA dan Persekutuan SARA
Kampanye SARA dan Persekutuan SARA

Kampanye suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang mencuat pada putaran ke-2 Pemilukada DKI Jakarta memang memprihatinkan. Tapi Persekutuan SARA yang bersifat laten jauh lebih berbahaya. Persekutuan itu terjadi bukan hanya di antara orang-orang yang memiliki kesamaan iman agama tertentu, melainkan juga melibatkan institusi-institusi besar yang mereka kuasai. Kampanye berbau SARA yang diberitakan oleh media massa tampaknya memang seperti dihembuskan oleh kubu Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, namun persekutuan atas dasar SARA nyata adanya di belakang kubu Jokowi-Ahok. Sepintas tampak Kampanye SARA yang menyerang secara hebat, namun yang terjadi sesungguhnya adalah mereka sedang diserang oleh Persekutuan SARA.
Sangat mudah untuk mengidentifikasi sekaligus membuktikan kerja Persekutuan SARA. Kumpulkan saja dokumentasi pemberitaan kasus Rhoma Irama dari Rubrik Lipsus Jakarta 1 [url]www.kompas.com[/url]., laporan Koran Sindo, [url]www.okezone.com[/url]. Pemberitaan MNC Grup dan Media Grup. Dari satu kasus Rhoma Irama yang berseru agar umat Islam memilih pemimpin seiman di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, Minggu, 29 Juli 2012 saja, terdokumentasi lebih dari 200 judul berita.

Jumlah itu belum termasuk berita televisi yang diulang-ulang berikut acara talk show-nya sampai pertengahan Agustus 2012. Belum termasuk tulisan para blogger di kompasiana. Juga belum termasuk lebih dari 800 komentar atas ceramah Rhoma Irama di youtobe, yang diunggah pada 9 Agustus 2012. Di dalam semua konten berita itu kita akan menemukan informasi yang beragam dalam penyajiannya, namun memuat pesan yang sama. Menyudutkan Rhoma Irama menyudutkan kubu Fauzi Bowo, dan secara terang-terangan menyudutkan Islam. Nadanya, dari yang halus seperti layaknya pemberitaan, sampai kecaman dan caci-maki.

Kasus Rhoma Irama hanyalah salah satu isu yang menjadi objek serangan Persekutuan SARA. Teks informasi yang menyudutkan Islam dan Fauzi Bowo terus diproduksi setiap hari. Framing-nya tetap sama, siapapun yang menyuarakan idiom-idiom Islami, apalagi yang berkaitan dengan pemimpin Islam, akan selalu dilekati stigma negatif, musuh demokrasi dan kebebasan. Ada ruang yang sangat leluasa untuk pemuatan informasi yang mengecam dan menyalahkan isu SARA, dalam hal ini jelas Islam. Sumber-sumber beritanya bisa dari pengamat maupun praktisi politik kondang, bisa juga dari liputan soal-soal spele, seperti spanduk yang melintang di depan POLDA Metro Jaya, misalnya. Dan semua ini tidaklah mungkin terjadi tanpa kekuatan Persekutuan SARA di lini media massa mainstream yang berada di belakang kubu Jokowi-Ahok.

Sekarang, kita akan menelusuri hubungan Persekutuan SARA di lini korporasi media massa yang sedang beroperasi di Pemilukada DKI Jakarta ini.

KOMPAS

Bagi orang-orang yang sedang atau pernah berkecimpung di dunia jurnalistik Indonesia pastilah tahu orang-orang kunci yang bekerja di dapur KOMPAS cetak dan online-nya. Ada 11 orang, tidak termasuk Jacob Utama. Kesebelas orang inilah yang menentukan kebijakan redaksi. Mereka juga yang menentukan kebijakan rekrutmen untuk kader-kader jurnalis KOMPAS. Mereka punya lini head hunter untuk merekrut lulusan-lulusan sekolah Katolik di Jawa Tengah. Mereka akan dikader, terus dididik dan disekolahkan, diproyeksikan untuk memegang jabatan penting di KOMPAS. Masyarakat umum, apalagi orang-orang muslim, tidak akan sanggup bersaing melawan mereka. Ada sistem yang bekerja memastikan, bukan orang-orang Islam yang akan memegang jabatan strategis di KOMPAS itu.

Pada masa awal, belum lama dari kelahirannya, mereka bekerja sangat hati-hati menjaga KOMPAS. Memastikan jangan sampai muncul kesan pemihakan terhadap kekuatan politik tertentu, apalagi SARA. Hasil kerja para pendahulu, generasi awal KOMPAS, sangatlah baik. Namun ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi, mulai tercium sifat partisan KOMPAS kepada PDIP. Partai Politik yang sejarahnya merupakan hasil peleburan dari partai-partai nasionalis, sosialis, dan Kristen, Protestan maupun Katolik. Sementara seluruh kekuatan Islam melebur dalam PPP. Cukup alasan bagi KOMPAS untuk memihak pada akhirnya.

Kehati-hatian KOMPAS terlihat melemah (atau memang disengaja?) ketika muncul Rubrik Liputan Khusus Jakarta 1 di [url]www.kompas.com[/url]., untuk menampung berita seputar Pilkada DKI 2012. Sifat partisan KOMPAS semakin terlihat, bekerja dalam framing pemberitaan yang sudah ditentukan oleh 11 orang kunci di KOMPAS itu. Segala berita di dalam rubrik Jakarta 1 hanya mengarah pada dua sasaran: menciptakan citra negatif terhadap Fauzi-Bowo dan para pendukungnya, sekaligus menciptakan citra positif terhadap Jokowi-Ahok dan PDIP. Ada yang mengganjal, yakni kehadiran Prabowo yang dulu sangat dimusuhi KOMPAS di era Orde Baru. Karena sekarang bersekutu dengan PDIP mendukung Jokowi-Ahok, maka keberadaannya tidak pernah ditempatkan pada posisi negatif dalam seluruh pemberitaan KOMPAS.

MNC dan MEDIA GRUP

Publik Jakarta, bahkan Indonesia, banyak yang tahu siapa penguasa puncak MNC Grup. Ada Hary Tanoe di sana. Sang penentu segala hal yang bersifat strategis bagi MNC dalam menguasai Indonesia. Baik menyangkut kebijakan konten, pemberitaan, maupun bisnis MNC. Dia adalah keturunan Cina, beragama Kristen. Satu pengajian dengan Ahok di Gereja Tiberias. Hary Tanoe punya ambisi yang sama dengan Ahok, yakni menguasai politik Indonesia. Dia bergabung dengan Partai Nasdem, yang didirikan oleh Surya Paloh, pemilik Media Grup si empunya Metro TV. Dalam perkembangannya, Hary Tanoe menguasai pengaruh di Nasdem yang lebih besar daripada Surya Paloh, seiring dengan penguatan MNC yang mengatasi Media Grup. Hasilnya MNC maupun Media Grup sama-sama bisa digunakan untuk mendorong Ahok ke puncak kekuasaan Ibukota. “Menghabisi” lawan politiknya: Fauzi Bowo. Metro Realitas Edisi 5 September 2012, yang mengungkap secara sumir tentang korupsi di Pemprov DKI adalah salah satu dari hasil Persekutuan SARA ini. Tanpa perlu mereka berkampanye tentang kesamaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan, mereka berhasil menghembuskan kebencian di antara sesama ummat Islam.

Akhirnya, Jokowi yang berulang-ulang menyatakan dirinya sedang dikepung oleh para gajah dalam Pilkada DKI, menunjuk pada kenyataan yang sebaliknya. Gajah di kubu Jokowi jauh lebih besar dari seluruh partai politik yang sekarang mendukung Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Gajah-gajah yang berdiri di belakang Jokowi adalah MNC Grup, KOMPAS, dan Media Grup. Kurang besar apa lagi Persekutuan SARA ini? Dengan kekuatan yang dimiliki, tidak terlalu sulit bagi Persekutuan SARA untuk memicu aksi terorisme di Solo belakangan ini. Dengan aksi teror di Solo, mereka bisa memproduksi teks secara besar-besaran. Hanya ingin menunjukkan kepada publik Jakarta, bahkan Indonesia, lihatlah ulah orang-orang Islam itu!
0
5.3K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan