yacobbilliAvatar border
TS
yacobbilli
Gang Sadar, pelepas libido


Ayu, 21 tahun, bangun dari tidurnya saat matahari sudah meninggi. Dia tampak masih malas membuka matanya. Ditariknya sebuah handuk yang dijemur di belakang rumah kosnya.

Siang itu, Kamis (19/4), seperti biasa ia mandi keramas setelah peluh membasahi tubuhnya semalaman. “Habis makan, nanti langsung kerja lagi,” katanya polos.

Ayu merupakan satu dari 81 penghuni Gang Sadar, sebuah gang kecil yang terletak di bawah terminal lokawisata Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah. Gang sempit itu dikenal oleh masyarakat sebagai jalan menuju pelepasan libido seksual.

Gang kecil dengan lebar satu meter itu, di kanan-kirinya terdapat rumah kos. Berderet hingga ujung gang, di situlah perempuan penjaja seks komersial tinggal. Boleh dibilang, Gang Sadar merupakan tempat untuk mereka tidur.

“Untuk transaksi dan eksekusi, tidak boleh dilakukan di dalam gang,” kata Amir Pager, Presiden Paguyuban Penghuni Gang Sadar.

Amir adalah ‘papi’ di gang itu. Dia menjadi penanggung jawab utama roda kehidupan di gang sempit itu. Anak asuhnya atau PSK yang ada di situ kini berjumlah 81 orang.

Biasanya, kata dia, anak asuhnya bisa mencapai 125 orang. Kini, kata dia, banyak PSK yang lebih memilih indekos di rumah warga sekitar. Lebih mandiri dan tidak terikat dengan iuran keamanan dan tetek bengek lainnya.

Mereka rata-rata datang dari luar kota. Paling banyak berasal dari Jawa Barat. Ada juga yang datang dari Semarang, Solo, Surabaya dan bahkan dari luar Pulau Jawa.

Amir menambahkan, para PSK datang atas kesadaran sendiri dan tanpa paksaan. Mereka menjadi kupu-kupu malam rata-rata karena sakit hati dengan mantan pacar mereka, atau karena alasan ekonomi keluarga.

Amir bercerita, Gang Sadar mulai ada sejak tahun 1970-an. Gang ini muncul sebagai kebutuhan wisatawan yang menginginkan wisata dalam bentuk berbeda, yakni wisata seks.

Ditambah lagi, Baturraden merupakan daerah dingin di Lereng Gunung Slamet. Sejak saat itu, Baturarden mulai terkenal dengan wisata esek-eseknya dibandingkan keindahan alamnya.

Masih menurut Amir, Gang Sadar banyak disukai pelanggan karena sering ada ‘barang baru’ dari luar daerah. Selain itu, di gang ini rata-rata penghuninya masih muda dan fresh.

Untuk satu kali transaksi, harga pasarannya bervariasi. Mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu untuk transaksi short time. Sementara untuk long time, tarif pasaran berkisar antara Rp 1-5 juta, tergantung negosiasi.

Jika rencana penertiban lokalisasi oleh Dirjen Rehabilitasi dan Kementerian Sosial di Jawa Timur benar direalisasikan, bukan tidak mungkin, penertiban juga akan meluas hingga ke Gang Sadar. Kebijakan ini diyakini bakal ditentang oleh para warga.

Amir menyebutkan, bisnis PSK merupakan salah satu bagian tak terpisahkan dari dunia pariwisata Baturraden. Ribuan warga juga ikut menikmati perputaran bisnis ini, mulai dari tukang ojek, germo, penjual makanan, pemilik villa, hotel dan sopir taksi.

“Kalau gang sadar ditutup, ribuan orang akan kehilangan mata pencaharian,” katanya.

Penasihat Paguyuban Masyarakat Pariwisata Baturraden, Deskart Jatmiko segendang sepenarian dengan Amir Pager. “Mungkin ada dampak negatif, tapi lebih banyak dampak positifnya,” kata dia.

Menurut dia, lokalisasi Gang Sadar berbeda dengan lokalisasi lainnya seperti Doly, Sarkem, atau Pasar Kuning di Semarang. Di lokaliasi lain itu, laki-laki hidung belang bebas melepas nafsunya di tempat itu. Sementara di Gang Sadar, mereka tak diizinkan melakukan transasksi dan eksekusi di Gang Sadar. Mereka harus melakukannya di villa, hotel atau tempat lain.

Dengan demikian, kata dia, seluruh masyarakat wisata bisa menikmati perputaran ekonomi dari bisnis esek-esek itu. Apalagi, kata dia, Baturraden hanya ramai saat masa liburan saja. Sementara saat sepi, hanya Gang Sadar-lah yang ramai pengunjung.

Dia menyebutkan, banyak komunitas yang menggantungkan kehidupannya di wilayah itu. Sebut saja komunitas Anjelo atau Antar Jemput pramuria. Mereka bertugas, menjemput PSK dan mengantarkannya ke pelanggan yang sudah siap di kamar villa di daerah Baturraden.

Selain itu ada komunitas Timer atau penjaga waktu. Mereka bertugas mengingatkan pelanggan yang menggunakan waktunya melebihi dari waktu yang disepakati. Kesepakatan ini biasanya dilakukan untuk transaski short time.

“Kalau minta waktunya diperpanjang, tentu ada ongkos tambahan,” katanya.

Ia menyadari, selain dampak ekonomi adanya lokalisasi juga bisa berdampak negatif, seperti adanya penyakit menular seksual. Untuk meminimalisir dampak itu, penghuni Gang Sadar setiap pekan selalu diperiksa kesehatannya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, Widayanto mengatakan, penghuni Gang Sadar secara rutin memeriksakan kesehatannya di Puskesmas Baturraden. “Minimal dua kali dalam sepekan, mereka harus memeriksakan kesehatannya,” kata dia.

Tak hanya itu, Dinas bersama komunitas Gang Sadar juga membuat klinik peduli HIV/AIDS. Dengan adanya klinik tersebut, antisipasi menularnya HIV/AIDS bisa dicegah sedini mungkin.[ren]

Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/gan...tak-sadar.html
0
10.4K
32
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan