kund4liniAvatar border
TS
kund4lini
Pendekar Yg Menghargai Oksigen
Spoiler for :

Spoiler for :


Berpenampilan sederhana dan jauh dari wajah garang, Tarsono menjadi guru dan sesepuh dari banyak organisasi bela diri di Yogyakarta.
Masa muda Tarsono sarat dengan pertarungan. Kala itu, dia selalu menjadi orang pertama yang dicari oleh Corps Polisi Militer atau CPM tiap kali terjadi perkelahian antarremaja di Yogyakarta. Berawal dari tukang kelahi yang paling disegani, Tarsono sempat membaktikan ilmunya untuk melatih di Kopassus maupun Kodam I Iskandar Muda di Aceh.

Masa berkelahi secara fisik telah ditinggalkan, Tarsono kini berjuang membantu para pendekar untuk menangkal berbagai benturan hidup, yaitu dengan memanfaatkan pernapasan sebagai perisai diri. Berkumpul dan saling raembagikan pengalaman hidup menjadi kekuatan tersendiri. Kesaksian akan ke-ampuhan ilmu pernapasan menjadi kekuatan pendekar untuk terus berpikir positif dalam menjalani hidup.

Oksigen yang diraih oleh tubuh melalui teknik pernapasan berlimpah hingga empat kali lipat dibanding bernapas biasa. Para pendekar mengibaratkan oksigen sebagai uang yang harus dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Cadangan uang berupa napas yang tersimpan di dalam tubuh itu bisa digunakan sebagai penahan benturan fisik maupun nonfisik.

Berbekal kekuatan dari ca-dangan oksigen yang banyak, Tarsono bisa memecah benda keras dengan tangan kosong. Semakin besar tenaga yang dikeluarkan, makin besar pula cadangan oksigen yang dibutuhkan. Tenaga dari oksigen itu bisa dikendalikan dan sering kali muncul dengan sendirinya ke-tika tubuh sedang diancam bahaya.

Ilmu bela diri, kata Tarsono, terbukti telah beberapa kali menyelamatkan hidupnya. Dia lalu mengisahkan ketika sempat hampir tertabrak mobil di jalan raya: “Saya lalu salto dan berdiri di atas kap mobil yang melaju kencang itu. Sejak itu, saya jadi kondang (terkenal),” ujarnya sambil tertawa.

Hampir semua organisasi bela diri di Yogyakarta, seperti Pelopor Organisasi Pencak Silat Indonesia Bhayumanunggal, Persatuan Silat Indonesia Wijaya Kusuma, Perguruan Taekwondo, hingga Aikido, menganggap Tarsono sebagai sesepuh sekaligus guru. Murid-muridnya sering kali berdatangan ke rumahnya untuk minta saran tentang teknik pernapasan atau sekadar berbagi kesaksian hidup.

Dalam satu malam, Tarsono bisa 500 kali berlatih tarikan napas tanpa berhenti. Saat ini, jumlah muridnya sudah tak terhitung. Sebagian besar mu*ridnya itu kemudian menjadi guru bela diri maupun teknik pernapasan.

Meski telah lepas dari bela di*ri fisik, menurut Tarsono, ilmu berkelahi tetap menjadi dasar dari latihan pernapasan. Seperti halnya perkelahian, teknik per*napasan bisa dilakukan di mana saja dan kapan pun. Berbeda dengan ilmu bela diri dari manca-negara yang membutuhkan ruang atau persyaratan tertentu, ilmu yang diperoleh Tarsono da*ri Keraton Yogyakarta ini cenderung membebaskan dengan prinsip menyedot oksigen sebanyak-banyaknya.

Melihat sang ayah, Mulyo Sugondo, yang aktif mengajar bela diri di Perguruan Silat Suci Hati, pria kelahiran 24 April 1935 ini mulai tertarik ilmu berkelahi. Tarsono hanya sebentar berguru pada sang ayah karena dia lebih tertarik ilmu kanuragan dari Ke*raton Yogyakarta yang diajarkan oleh RM Harimurti. Harimurti adalah cucu Sultan Hamengku Buwono VII.

Pada tahun 1965, Tarsono menjadi satu-satunya pelatih bagi para perwira untuk ilmu kekuatan di Kopassus. Pembekalan bela diri yang dibagikan oleh Tarsono terutama adalah kemampuan memecah benda keras. Selain memperoleh kemampuan otot, para perwira dilatih untuk berani dan memiliki men*tal yang kuat.

Pada tahun 1980, Tarsono kembali dipanggil oleh Kodam I Iskandar Muda untuk mengajar ilmu berkelahi dengan teknik pernapasan. Di sela melatih militer, dia juga mengajar ilmu bela diri di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Melihat tingginya minat untuk belajar ilmu per*napasan kala itu, Tarsono kemudian menulis buku bertajuk “Ilmu Pernafasan untuk Kesaktian dan Sugesti” yang diterbitkan Yayasan Budhi Mandiri, tahun 1981. Buku itu sempat dicetak hingga tiga kali dalam setahun.

Dia selalu mengajari murid-muridnya untuk memegang lima prinsip dasar, yaitu percaya kepada Tuhan, berbakti serta menghargai orangtua dan guru, sabar dan tahu benar salah, tidak boleh lari dari kenyataan, serta tidak ada kalah dan menang.

Karena kecintaannya pada ilmu bela diri, Tarsono selalu melatih tanpa mengharap imbalan. Ketika masih aktif melatih, dia bisa mengajar hingga 13 kali dalam satu pekan tanpa memperoleh uang sepeser pun. Kakek dari enam cucu ini mengaku ingin istirahat di masa tuanya, tetapi dia tak pernah sanggup membendung kehadiran para muridnya untuk sekadar meminta nasihat atau berlatih teknik pernapasan.


jgn lupa mampir kesini juga gan

[CENTER]Indonesia menjadi penguasa Dunia[/CENTER]


emoticon-I Love Indonesia
0
11.6K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan